Yuni Damayanti*: Suntikan Dana ke Jiwasraya, Proporsionalkah?

Opini635 Views

 

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Direktur Eksekutif Institute For Developmen of Economic and finance (indef) Enny Srihartati mengkritik langkah DPR RI dan pemerintah menyetujui penyuntikan dana Rp 22 Triliun ke PT Asuransi Jiwasraya (Persero) melalui skema penyertaan modal negara (PMN).

Menurut Enny, DPR dan pemerintah telah melakukan kejahatan berjamaah lantaran menyelesaikan kasus Jiwasraya melalui cara yang tidak beradab.

Selain itu Enny juga mengatakan, umumnya pemegang saham menyuntikkan dana ke perusahaan yang usahanya bagus atau yang sifatnya sangat strategis. Sebaliknya, penyuntikan dana tidak dilakukan ke perusahaan yang fraud seperti yang terjadi pada internal Jiwasraya. Pemberlakuan skema PMN kata Enny otomatis menutup kasus hukum Jiwasraya itu sendiri (Kompas.com, 02/10/2020).

Koordinator Komite Sosial Ekonomi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Said Didu seperti dikutip kompas.com (3/10/2020) menyatakan bahwa pihaknya tegas menolak penggunaan uang rakyat untuk menutupi PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

KAMI meminta agar dana tersebut dialihkan untuk pembiayaan penanganan Covid-19 dan membantu rakyat miskin dari dampak Covid-19 dan meminta kepada penegak hukum agar membongkar secara tuntas pihak-pihak yang terlibat dalam kasus PT Jiwasraya supaya tidak terulang lagi di masa yang akan datang.

Langkah yang diambil pemerintah untuk menyuntikkan dana sebesar Rp 22 triliyun kepada PT Jiwasraya (persero) di tengah kondisi ekonomi negara yang sedang resesi ini sungguh sangat tidak proporsional.

Negara sejatinya tidak perlu memberi talangan dana terjadap kerugian yang disebabkan oleh para elit apa lagi mengingat kondisi pandemi yang membuat masyarakat terkapar hingga kini.

Alangkah lebih baik pemerintah menggunakan uang itu untuk membantu memenuhi kebutuhan rakyat, terutama obat-obatan, sebab pandemi belum juga berakhir.

Resesi seharusnya menjadi momentum mereformasi sitem ekonomi, bukan justru menghidupkan sektor ribawi dengan menyuntikkan dana yang dikorup oleh para elit.

Hal itu pun menjadi tanda tanya besar, apakah setelah dilakukan penyuntikan dana masyarakat yang terlibat dalam asuransi terjamin kebutuhan yang mereka asuransikan?

Nyatanya tidak, sebab kapitalisme membuat negara hadir bukan sebagai pelayan umat melainkan sebatas regulator saja. Negara dalam sistem kapitalisme tidak menjamin keberlangsungan hidup masyarakat seperti pendidikan, keamanan, masa tua dan sebagainya.

Negara justru memberikan kesempatan yang begitu besar kepada investor seperti asuransi yang bisa memanfaatkan kondisi seperti ini. Hasilnya jaminan kebutuhan publik maupun individu menjadi sektor yang potensial untuk dikomersialkan.

Hal ini pun hanya dapat dinikmati oleh mereka yang memiliki kelebihan harta saja. Bisa jadi inilah alasan negara mempertahankan bisnis asuransi meski pun telah mengalami kebangkrutan.

Di saat pandemi dan resesi ekonomi seharusnya pemerintah berpikir lebih jauh terkait anggaran yang dikelurakan.

Bagaimana mungkin pemerintah mampu melewati resesi jika masih ceroboh mengeluarkan dana untuk hal yang tidak masuk akal.

Mari berkaca pada Khalifah Umar bin al-Khaththab yang pernah mengalami krisis ekonomi hebat. Rakyat saat itu menghadapi paceklik dan kelaparan massal. Ribuan warga terserang penyakit. Roda ekonomi berjalan terseok-seok bahkan menyentuh level membahayakan.

Di antara masyarakat ada yang berani menghalalkan segala macam cara untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarganya. Binatang buas pun sampai berani masuk ke perkotaan. Walhasil, krisis ekonomi ini, sungguh adalah sunnatullah yang bisa saja dialami oleh sebuah negara, termasuk Daulah Islam sekalipun.

Dari itu, Khalifah Umar melakukan berbagai tindakan di antaranya: Pertama, menjadi teladan terbaik bagi rakyatnya dalam menghadapi krisis ekonomi ini. Khalifah Umar mengambil langkah untuk tidak bergaya hidup mewah. Makanan seadanya, sama dengan rakyat yang paling miskin atau bahkan lebih rendah lagi.

Kedua, Khalifah Umar langsung memerintahkan agar membuat posko-posko bantuan. Diriwayatkan dari Aslam, “Pada tahun kelabu (masa krisis), bangsa Arab dari berbagai penjuru datang ke Madinah. Khalifah Umar menugaskan beberapa orang (jajarannya) untuk menangani mereka. Suatu malam, saya mendengar beliau berkata, ‘Hitunglah jumlah orang yang makan malam bersama kita.”

Orang-orang yang ditugaskan pun menghitung orang-orang yang datang. (Ternyata) berjumlah tujuh puluh ribu orang. Jumlah orang-orang sakit dan yang memerlukan bantuan sebanyak empat ribu orang.

Selang beberapa hari, jumlah orang yang datang dan yang memerlukan bantuan mencapai enam puluh ribu orang. Tidak berapa lama kemudian, Allah mengirim awan. Saat hujan turun, saya melihat Khalifah Umar menugaskan orang-orang untuk mengantarkan mereka ke perkampungan dan memberi mereka makanan dan pakaian ke perkampungan.

Banyak terjadi kematian di tengah-tengah mereka. Saya melihat sepertiga mereka mati. Tungku-tungku Umar pun sudah dinyalakan para pekerja sejak sebelum subuh. Mereka menumbuk dan membuat bubur.

Ketiga, musibah yang melanda, juga membuat Khalifah semakin mendekatkan diri kepada Allah, meminta pertolongan Allah swt, Penguasa dan pemilik alam seisinya.

Suatu ketika Khalifah Umar mengimami salat isya bersama para jamaah yang lalu pulang, sementara ia terus salat hingga di penghujung malam. Setelah itu, Umar keluar rumah mendatangi perkampungan dan meronda.

Khalifah juga langsung memimpin tawbat[an] nasuha. Bisa jadi bencana/krisis yang ada akibat kesalahan-kesalahan atau dosa yang telah dilakukan oleh Khalifah dan atau masyarakatnya. Khalifah menyerukan taubat. Meminta ampun kepada Allah agar bencana segera berlalu.

Keempat, kepada rakyatnya yang datang karena membutuhkan makanan, segera dipenuhi. Bagi mereka yang tidak dapat mendatangi Khalifah, bahan makanan diantar ke rumah selama beberapa bulan sepanjang masa musibah. Malik bin Aus (berasal dari Bani Nashr) juga menceritakan bagaimana sepak terjang Khalifah Umar dalam menangani krisis ini.

Kelima, tatkala menghadapi situasi sulit, Khalifah Umar bin Khaththab meminta bantuan ke wilayah atau daerah yang kaya dan mampu memberi bantuan. Gubernur Mesir, Amru bin al-Ash mengirim seribu unta yang membawa tepung melalui jalan darat dan mengirim dua puluh perahu yang membawa tepung dan minyak melalui jalur laut serta mengirim lima ribu pakaian kepada Khalifah Umar.

Fragmen di atas menunjukkan kesigapan pemimpin kaum Muslim dalam menyelesaikan krisis; ketika mendapati pemerintah pusat sudah tidak mampu lagi menutupi semua kebutuhan dalam rangka menyelesaikan krisis.

Pemerintah pusat langsung memobilisasi daerah- daerah yang kaya dan mampu untuk membantu menyelesaikan krisis tersebut. Khalifah Umar langsung mengirim surat dan utusan langsung untuk mengurusi hal ini, agar bantuan segera terkondisikan dan disiapkan.

Keenam, langkah-langkah lanjut yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin al-Khaththab ketika terjadi bencana adalah menghentikan sementara hukuman bagi pencuri.

Hal ini dilakukan bukan karena mengabaikan hukum yang sudah pasti dalam Islam, namun lebih disebabkan karena syarat-syarat pemberlakuan hukum untuk pencuri tidak terpenuhi. Saat itu orang mencuri dan memakan barang milik orang lain karena sangat lapar. Itu semata untuk menyambung nyawanya karena memang tidak bisa mendapatkan makanan. Mereka bukanlah orang yang bertindak sekehendaknya dan tidak bermaksud mencuri.

Selain tidak menghukum pencuri karena terpaksa demi sekadar menyambung hidup, khalifah Umar juga menunda pungutan zakat pada krisis/bencana. Khalifah menghentikan pungutan kewajiban zakat pada masa bencana/krisis. Saat kelaparan berakhir dan bumi mulai subur, Umar kembali mengumpulkan zakat pasca bencana/krisis.

Artinya, Khalifah menilai itu sebagai utang bagi orang-orang yang mampu agar bisa menutupi kelemahan orang-orang yang memerlukan dan agar di Baitul Mal tetap ada dana setelah semuanya diinfakkan.

Dengan demikian, konsep Islam mampu mengatasi resesi ekonomi dengan solusi tuntas bukan solusi tambal sulam seperti saat ini. Allah pun memilihkan pemimpin amanah dan mampu menjalankan tugasnya sebagai pelayan sekaligus pelindung manusia sekalian. Wallahu a’lam bish shawab.[]

*Pemerhati Sosial Asal Konawe, Sultra

Comment