Yuliana, M.Pd*: Pendidikan Islam Melahirkan Generasi Unggul

Opini643 Views

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Dunia pendidikan kembali berduka. Perundungan atau bullying terjadi kembali.

Kali ini terjadi di SMPN 16 Malang. MS (13) siswa kelas VII terpaksa harus menerima amputasi jari tengah tangan kanannya. Setelah dilempar oleh kakak tingkatnya ke lantai paving di sekolahnya (Kompas.com).

Masih di waktu yang berdekatan, SN (14) siswi SMPN 147 Cibubur Ciracas Jakarta Timur tewas setelah terjun dari lantai 4 sekolahnya. SN diduga mengalami perundungan sebelum bunuh diri. (Liputan6.com).

Tak hanya tingkat SMP, SD pun tak mau kalah. Kasus NFA (11) jadi bukti, siswi kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah Kabupaten Tasikmalaya tersebut diduga depresi karena mendapat perundungan di sekolahnya (detikNews).

Kasus kekerasan anak pun semakin meningkat. “Kami juga dapat informasi dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), itu kurang lebih dari 2017 sampai 2019 penanganan pengaduan kasus itu sampai 1.940-an hampir 2.000-an yang diadukan,” ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati.

Berita di atas adalah secuil info kekerasan terhadap anak. KPAI mencatat dalam kurun waktu 9 tahun dari 2011 sampai 2019, ada 37.381 pengaduan. Untuk Bullying baik di pendidikan maupun sosial media mencapai 2.473 laporan (inilah koran.com).

Hal tersebut menjadikan bullying menjadi salah satu problem massif di negeri ini yang menunjukkan ada yang salah dalam pendidikan negeri.

Padahal tujuan pendidikan menurut undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 yaitu “Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Sayangnya fakta di lapangan tak seindah undang-undang. Sistem pendidikan sekulerlah yang menjadi asas pendidikan negeri ini.

Sistem ini menjauhkan manusia dari aturan Tuhannya. Lihatlah bagaimana para siswa melakukan perundungan. Dengan entengnya mereka melakukan kekerasan dengan alasan ‘bercanda’.

Mereka senang melihat temannya kesusahan melalui ejekan baik nyata maupun maya. Generasi inipun menjadi generasi yang rapuh dan lemah iman, mudah bagi mereka menghabisi nyawa sendiri hanya karena sedikit masalah.

Jika sudah begini ‘manusia yang beriman dan bertakwa’ seperti apa yang ingin dibangun?

Tujuan pendidikan akan terwujud jika memang aturan Islam dijadikan asasnya. Islam sebagai agama sempurna dan paripurna mempunyai solusi atas masalah ini.

Syakhsiyyah Islamiyyah (Kepribadian Islam) adalah tujuan akhir pembentukan pribadi yang beriman dan bertakwa. Kepribadian Islam mewujudkan generasi yang berpola pikir Islam dan berpola sikap Islam.

Yang membuat mereka berfikir sebelum bertindak. Mereka adalah generasi beriman yang takut akan murka Allah. Generasi yang kuat dan cerdas.

Sejarah peradaban Islam telah menghasilkan generasi tersebut, di masa kekhilafahan Umayyah kita mengenal Imam Hanafi dan Imam Malik yang fokus pada bidang ilmu fiqih.

Dalam bidang tasawuf Hasan AlBashri menjadi tokoh yang tak asing namanya. Dimasa kekhilafahan Abbasiyah para ilmuwan Islam semakin dikenal dunia, lihat saja Al-Fazari sebagai ahli astronomi yang melalui karyanya para astronom muslim saat ini mampu menciptakan teropong bintang,

Ibnu Sina di bidang kedokteran, Qanun at-thibb karyanya bahkan menjadi rujukan kedokteran dunia selama berabad-abad, Jabir bin Hayyan ahli di bidang kimia, salah satu karyanya al-kimya bahkan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris,

Al-Khawarizmi seorang matematikawan, dialah penemu Aljabar Ibnu Rusyd ahli filsafat, beliau terkenal sebagai Averoes di dunia barat.

Di masa kekhilafahan Utsmaniyyah, Nasuh Almatraki ilmuwan dari Turki Utsmani ini tidak diragukan lagi kemampuannya, ‘Matrak’ adalah julukan baginya karena ahli strategi perang.

Itulah sekilas ilmuwan muslim, mereka bukan hanya beriman dan bertakwa tapi juga menguasai ilmu-ilmu dunia. Generasi yang bervisi di dunia dan akhirat.

Generasi ini tidak lahir dari budaya hedonis dan permisif. Bukankah generasi seperti ini yang diinginkan? Namun sayang generasi unggul ini tidak akan lahir jika asas yang digunakan masih sekularisme. Wallahu’alam bi ash-shawwab.[]

*Dosen STIKES

Comment