Oleh: Nelfia Nofitri dan Nunu Burhanuddin, Guru PAI MAN Liko dan Mahasiswa Pascasarjana UIN Bukittinggi
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Lain padang lain lalangnya, lain lubuak lain ikannya. Di mana bumi di pijak di situ langit di junjung, itulah pepatah Minangkabau. Begitu pula dengan kebudayaan dari setiap daerah tidak ada yang sama.
Untuk itu sangat diperlukan saling menghargai satu sama lain. Walaupun berbeda tetapi tetap satu. Bermacam letak perbedaan tetapi itu bukan jadi penghalang dalam menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Salah satunya yaitu selamatan kematian atau di kenal dengan istilah tahlilan dan yasinan. Tahlilan merupakan acara seremonial yang dilakukan oleh masyarakat untuk memperingati hari kematian.
Acara ini dilakukan bersama-sama keluarga, masyarakat sekitar berkumpul di rumah duka membaca tahlil, zikir-zikir disertai doa-doa tertentu. Doa ini dikirimkan kepada si mayat. Dari banyaknya bacaan dan kalimat tahlil yang dilakukan berulang-ulang maka acara ini di kenal dengan “Tahlilan”.
Menurut mazhab Hanafi, sebagian ulama mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali menegaskan bahwa menghadiahkan pahala bacaan Al -Qur’an serta kalimat thayyibah kepada mayst dibolehkan dan pahalanya sampai kepada si mayat.
Imam Nabawi dari Mazhab Syafi’i menuturkan: Dan disunnahkan bagi penziarah kubur mengucapkan salam kepada (penghuni) kubur, serta mendoakan mayit yang diziarahi dan semua penghuni kubur.
Salam dan doa lebih diutamakan menggunakan apa yang sudah ditetapkan dalam hadis Nabi Muhammad. Begitu pula, disunnahkan membaca apa yang mudah dari Al-Qur’an, dan doa untuk mereka setelahnya. (Yahya bin Syaraf An Nawawi, Al Majmu Juz. 5)
Acara ini biasanya dilakukan setelah selesai proses penguburan, kemudian terus berlangsung setiap hari sampai hari ke-7. Pelaksanaannya setelah salat Isya. Acara ini dilakukan kembali pada hari ke-40 dan ke-100.
Ada juga yang melakukannya di hari ke-7 dengan membaca surah Yasin secara bersama. Yasinan ini dibaca oleh seorang guru atau ustaz, kemudian diikuti oleh keluarga dan masyarakat sekitar yang berada di dekat rumah duka.
Dalam pelaksanaan acara ini bermacam tradisi dan kebiasaan di daerah Minangkabau. Hal ini menggambarkan bagaimana keberagaman kehidupan masyarakat. Mereka tetap menjaga tradisi ini walaupun zaman sudah berubah. Apabila ada yang tidak melakukannya mereka tidak mempermasalahkannya.
Semua diserahkan kepada keluarga atau ahli waris dari si mayat. Jika ada dari keluarga yang tidak melakukannya, masyarakat yang mempunyai kebiasaan itu tidak mengucilkannya, mereka tetap menghargai keputusan dari keluarga si mayat.
Di setiap acara ada penjamuan yang dilakukan. Bentuk jamuannya beranekaragam tergantung keluarga dan masyarakat sekitar. Ketika hari-1 sampai hari ke-3 hanya berupa air minum.
Orang yang mengikuti acara tahlilan dan yasinan ini kadang tidak mau minum di rumah duka. Mereka hanya ingin ikut berdoa yang dikirimkan untuk si mayat. Ini mencerminkan rasa duka mereka dan dalam rangka menghibur keluarga. Ketika hari ke-7 ada nasi, sambal seperti orang kenduri. Semua jamuan itu dimasak oleh masyarakat dan ada yang dibawa oleh orang yang ikut dalam acara.
Jadi, mereka membawa bekal ke rumah keluarga si mayat. Masakan yang di masak biasanya di ambil dari barang bawaan orang ketika melayat si mayilat. Ada juga bahan yang dimasak itu diberikan oleh tetangga atau masyarakat sekitar. Dengan demikian hubungan kekeluargaan, silah ukhuwah semakin terjalin erat antara masyarakat dengan saling membantu dan bekerjasama satu sama lain.
Semoga kebiasaan yang baik di tengah masyarakat Minangkabau menjadikan masyarakat tetap kokoh memegang erat sendi-sendi agama. Sebagaimana terdapat dalam falsafah Minangkabau, adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah. Adat mamakai syara’ mangato.[]
Comment