Yanyan Supiyanti A.Md |
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Bagai bola es yang terus menggelinding membesar, itulah kondisi parah generasi milenial saat ini. Miris, penghancur generasi yakni HIV/ AIDS sudah memapar anak-anak negeri ini.
Seperti dilansir BBC News Indonesia pada tanggal 23 Oktober 2018, Pemerintah Kabupaten Samosir, Sumatra Utara, menyatakan akan menciptakan sistem pengajaran terpisah bagi tiga anak yang diduga mengidap HIV. Bupati Samosir Rapidin Simbolon memastikan hal ini setelah ditolaknya tiga anak sekolah dasar di Desa Nainggolan, Kabupaten Samosir, Sumatra Utara, ditolak bersekolah karena para orang tua lain khawatir anak-anak mereka dapat tertular virus HIV.
Diskrimanasi anak dengan HIV/AIDS dalam lembaga pendidikan bukan kali ini saja terjadi. LBH masyarakat menemukan ada dua kasus pembatasan hak atas pendidikan selama 2016-2017.
Data PBB menunjukkan sekitar 3200 anak di Indonesia terjangkit HIV dengan penularan dari ibu. Penularan yang paling banyak adalah para istri pengguna narkoba dengan suntik, para pengguna jasa pekerja seks komersial, istri para pria gay dan pria gay.
Maraknya perilaku seks bebas, khususnya di kalangan remaja, berbanding lurus dengan infeksi HIV/AIDS. Cerminan betapa bobroknya moral generasi penerus hingga tindakan yang jelas-jelas melanggar agama makin merebak. Seks bebas, aborsi, dan kecanduan narkoba adalah perbuatan maksiat yang dilarang agama, namun terbukti telah menjadi gaya hidup sebagian besar remaja. Akibatnya penyakit mematikan HIV/AIDS pun menjadi ancaman generasi penerus ini.
Akar munculnya penyakit HIV/AIDS memang terkait dengan perilaku sosial yang erat kaitannya dengan moral. Sebab jika ditelusuri, munculnya HIV/AIDS terjadi karena aktivitas sosial yang menyimpang dari tuntunan agama.
Virus mengerikan ini pertama kali ditemukan tahun 1978 di San Fransisco Amerika Serikat pada kalangan homoseksual, suatu perilaku yang ditentang dalam agama manapun. Di Indonesia kasus HIV/AIDS ini pertama kali ditemukan pada turis asing di Bali tahun 1981. Kita tahu, bagaimana perilaku seks turis asing, meski tak semuanya penganut seks bebas.
Minusnya muatan agama dalam kurikulum penyuluhan HIV/AIDS dipastikan tidak akan membuat upaya pencegahan penyebaran HIV/AIDS efektif. Bahkan, bisa dibilang sia-sia. Buktinya, makin gencar pencegahan HIV/AIDS makin meluas penularannya.
Solusi Islam
Media utama penularan HIV/AIDS adalah seks bebas. Oleh karena itu mencegahnya harus dengan menghilangkan praktik seks bebas itu sendiri. Hal ini bisa dilakukan melalui pendidikan Islam yang menyeluruh dan komprehensif, dimana seorang individu Muslim dipahamkan untuk kembali terikat pada hukum-hukum Islam dalam interaksi sosial.
Seperti larangan mendekati zina dan berzina itu sendiri, larangan khalwat (berdua-duaan laki-laki dan perempuan bukan mahram), larangan ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan), selalu menutup aurat, memalingkan pandangan dari aurat, larangan masuk rumah tanpa izin, dan lain sebagainya. Sementara itu, kepada pelaku seks bebas, segera dijatuhi hukuman setimpal agar jera dan tidak ditiru masyarakat umum, misal pezina dirajam, pelaku aborsi dipenjara, dan lain sebagainya.
Di sisi lain, seks bebas muncul karena maraknya pornografi dan pornoaksi. Negara wajib melarang pornografi dan pornoaksi, tempat prostitusi, tempat hiburan malam dan lokasi maksiat lainnya. Industri hiburan yang menjajakan pornografi dan pornoaksi harus ditutup. Semua harus dikenakan sanksi, pelaku pornografi dan pornografi harus dihukum berat, termasuk perilaku menyimpang seperti homoseksual.
Sementara itu, kepada penderita HIV/AIDS, negara harus melakukan pendataan konkrit. Negara bisa memaksa pihak-pihak yang dicurigai rentan terinfeksi HIV/AIDS untuk diperiksa darahnya. Selanjutnya penderita dikarantina, dipisahkan dari interaksi dengan masyarakat umum. Karantina dimaksudkan bukan bentuk diskriminasi. Karena negara wajib menjamin hak-hak hidupnya. Bahkan negara wajib menggratiskan biaya pengobatannya, memberikan santunan selama dikarantina, diberikan akses pendidikan, peribadatan, dan keterampilan.
Di sisi lain, negara wajib mengerahkan segenap kemampuannya untuk membiayai penelitian guna menemukan obat HIV/AIDS. Dengan demikian, diharapkan penderita bisa disembuhkan.
Demikianlah, pencegahan seks bebas ini bisa efektif jika masyarakat dididik dan dipahamkan kembali untuk berpegang teguh pada ajaran agama. Masyarakat yang paham bahwa hubungan seks adalah sakral dan hanya bisa dilakukan dengan pasangan sah melalui pernikahan akan membentuk kehidupan sosial yang sehat.
Telah jelas kerusakan yang ditimbulkan aturan hidup selain Islam. Liberalisme telah merusak keluarga Muslim dan menghancurkan masa depan generasi penerus kita.
Tak ada lagi jalan keluar yang dapat menyelamatkan generasi penerus dan masyarakat melainkan syariah Islam. Saatnya kita kembali pada aturan-aturan Allah Ta’ala yang telah menjamin kebaikan dan keberkahan hidup. Sungguh, hanya dengan menerapkan syariah Islam secara kaffah, kehidupan dan kehormatan umat manusia akan terlindungi.Wallahu a’lam bishshawab.[]
Comment