Widhy Lutfiah Marha*: Tragedi Djoko S Tjandra, Bukti Demokrasi Gagal Tegakkan Keadilan

Opini663 Views

 

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Buronan terpidana kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko S Tjandra akhirnya tertangkap di Kuala Lumpur Malaysia.

Uniknya tertangkapnya Djoko didahului dengan terbongkarnya kasus memalukan oknum Mabes Polri yakni penerbitan Surat Jalan sehingga seorang buronan bisa keluar masuk Indonesia. Hal ini tentu akan memberikan stigma negatif dan mencoreng instansi kepolisian sebagai penegak hukum di negeri ini.

Korban akibat perilaku Djoko S Tjandra ini sekurangnya tiga Jenderal Polisi dicopot yaitu Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo, Irjen (Pol) Napoleon Bonaparte, dan Brigjen (Pol) Nugroho Slamet Wibowo. Yang terberat tentu Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo sebagai pejabat Bareskrim yang menerbitkan Surat Jalan untuk Djoko Tjandra.

Publik menilai penangkapan cepat Djoko disebabkan tertekannya Mabes Polri akibat terbongkar kasus yang berakibat pada pencopotan Pati. Andai tidak terjadi hal itu diduga akan sulit untuk menangkap Djoko. Ia akan terus “dibiarkan” buron dan bebas keluar masuk Indonesia.

Peristiwa ini menambah buruk citra kinerja aparat penegak hukum. Bukan hanya Kepolisian tentunya. Semua institusi yang terlibat.

Penyalahgunaan kekuasaan

Semestinya orang yang melakukan hal ini mendapatkan hukuman berat agar ada efek jera. Tanpa sanksi yang berat dipastikan peristiwa seperti ini akan terjadi berulang.

Kasus Djoko Tjandra ini , sangat jelas membuktikan ada oknum pejabat negara yang tidak amanah. Demi kepentingan pribadi, mereka berani berkhianat bahkan melanggar sumpahnya. Padahal pemimpin itu akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak terhadap apa yang dipimpinnya.
Rasulullah saw. bersabda:

“Penguasa mana saja yang diserahi tugas untuk mengurus urusan rakyatnya, lalu menghianati, mereka masuk neraka” ( HR Ahmad).

Apapun yang terjadi pada kasus Joko Tjandra menguatkan dua hal; Pertama, pemberantasan korupsi sudah tidak punya keberanian alias tak bernyali. Mulai dari pelemahan KPK melalui revisi UU KPK yang melumpuhkan sejumlah kewenangan KPK seperti terkait penyidikan, penuntutan, serta sejumlah prosedur yang dianggap merumitkan proses penindakan.

Kedua, berkuasanya oligarki tidak hanya pada politik dan kekuasaan, akan tetapi hingga ke ranah penegakkan hukum. Pencabutan red notice oleh NCB Interpol adalah tanpa betapa kuasanya Joko Tjandra melawan aparat keamanan.

Berikutnya, apabila pernyataan IPW benar, bahwa Bareskrim yang memberi surat jalan pada terpidana koruptor menunjukkan bahwa kepolisian telah dirusak oleh inviltrasi the invicible hand oligarki.

Begitulah demokrasi, yang berkuasa bukanlah hukum, apalagi kedaulatan rakyat, akan tetapi kekuatan politik dan uang. Kaum oligarki begitu leluasa memainkan peran, sementara seorang rakyat kecil yang berprofesi sebagai tukang bangunan bernama Sarpan harus mengalami berbagai penyiksaan oleh aparat setelah dipaksa mengaku sebagai pelaku pembunuhan, padahal sebenarnya ia adalah saksi mata kasus tersebut.

Selama sistem demokrasi yang diterapkan di negeri ini, selama itu pula kita tidak akan bisa mengharapkan adanya para pemimpin yang amanah. Karena syarat untuk menjadi pemimpin dalam sistem demokrasi adalah kemampuan secara materi bukan mampu menjalankan amanah.

Hanya Islam yang mampu melahirkan pemimpin yang amanah. Pemimpin yang berpegang teguh pada tali agama Allah. Yang memandang sama manusia di mata hukum bagi siapa saja yang bersalah. Tidak ada nepotisme dan tidak ada korupsi.

Ini seperti apa yang ditunjukkan oleh Khalifah Umar bin Khattab ra. saat beliau dihadiahi minyak kesturi oleh pemerintah Bahrain. Beliau lalu menawarkan kepada siapa saja yang bersedia untuk menimbang dan sekaligus membagikan kepada kaum muslimin. Saat itu, istri beliau, Atikah ra. yang pertama menawarkan diri, namun beliau menolak dengan lembut.

Begitulah seharusnya sikap seorang pemimpin, jangankan korupsi, sekedar kecipratan minyak wangi saja tidak mau, karena beliau tahu bahwa itu bukanlah haknya.

Maka dari itu, sudah saatnya sistem demokrasi yang telah usang dan tidak mampu menegakkan keadilan secara komprehensif dan menyeluruh ini harus segera diganti. Satu-satunya sistem yang mampu menyelesaikan segala problematika hidup manusia hanya sistem Islam yang telah 13  abad memberi keadilan dalam kehidupan ril sebagai rahmatan lil alamin.

Keadilan tanpa pandang bulu yang dirasakan oleh segenap umat manusia tanpa membedakan latar belakang suku, ras dan agama. Wallahu a’lam bishshawab.[]

*Praktisi pendidikan

Comment