Wakil Rakyat Harusnya Merakyat

Opini7 Views

 

Penulis : Siti Aminah |Aktivis Muslimah Kota Malang

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Indonesia Corruption Watch (ICW) menduga, kebijakan pemberian tunjungan perumahan Anggota DPR Periode 2024-2029 tidak memiliki perencanaan mengingat besarnya pemborosan anggaran atas tunjangan tersebut. Pemborosan anggaran oleh anggota DPR untuk tunjangan perumahan berkisar dari Rp1,36 triliun hingga Rp 2,06 triliun dalam jangka waktu lima tahun ke depan.

Karenanya diduga kebijakan tunjangan tersebut hanya untuk memperkaya Anggota DPR. ICW menduga bahwa kepentingan tersebut tidak memiliki perencanaan sehingga patut diduga gagasan pemberian tunjangan hanya untuk memperkaya anggota DPR tanpa memikirkan kepentingan publik. Kompas.com (12/10/2024).

Tunjangan rumah dinas anggota DPR menambah panjang daftar fasilitas yang diterima anggota dewan. Tunjangan ini tentu diharapkan memudahkan peran anggota dewan sebagai wakil rakyat dalam menjalankan fungsinya sebagai penyalur aspirasi rakyat. Namun melihat realita sebelumnya, dan realita anggota Dewan periode ini, mungkinkah harapan rakyat dapat terwujud? Optimalkah kerja mereka?

Apalagi, dengan adanya rumah jabatan anggota, tunjangan ini bisa menjadi satu pemborosan anggaran negara. Belum lagi persoalan lain yang muncul, seperti mempersulit pengawasan penggunaan dana tersebut. Terlebih dana ditransfer ke rekening masing-masing anggota dewan.

Wajar jika ada anggapan tunjangan ini hanya memperkaya mereka. Di sisi lain, tunjangan tersebut ironis jika dibandingkan dengan realita rakyat yang masih kesulitan memiliki rumah, bahkan ada ‘beban’ iuran Tapera bagi pekerja. Makin ironis ketika keputusan anggota dewan justru membuat rakyat makin susah hidupnya.

Tugas wakil rakyat harusnya mewakili rakyat dan menyampaikan inspirasi rakyat. Tapi dalam sistem demokrasi kapitalis Wakil rakyat bukan lagi mewakili rakyat karena kebijakan mereka dalam membuat undang-undang kadang tidak sesuai dengan keinginan rakyat, mereka lebih mementingkan kebutuhan mewah mereka daripada kebutuhan rakyat seperti kebutuhan tempat tinggal murah untuk rakyat.

Dalam Islam, ada Majelis Ummah, yang merupakan wakil rakyat, namun berbeda peran dan fungsi dengan anggota dewan dalam sistem demokrasi. Anggota majelis ummat murni mewakili umat, atas dasar iman dan kesadaran utuh sebagai wakil rakyat yang bertugas untuk menjadi penyambung lidah rakyat.

Kesadaran ini menjadikan mereka fokus pada fungsi yang harus diwujudkan karena merupakan amanah yang akan dipertanggungjawabkan kepada Allah, bukan pada keistimewaan yang diberikan negara. Islam juga memliki aturan terkait dengan harta, kepemilikan maupun pemanfaatannya.

Majelis Umat, Lembaga Aspirasi Umat

Di dalam sistem pemerintahan Islam, lembaga negara yang menjadi perwakilan rakyat adalah Majelis Umat. Majelis Umat adalah orang-orang yang dipilih oleh umat untuk mewakili mereka menyampaikan pendapat kepada khalifah dalam berbagai urusan.

Majelis Umat ini benar-benar merepresentasikan umat karena dipilih langung oleh umat tanpa ada money politics karena tugas dan kewenangannya bukan membuat undang-undang yang menguntungkan anggota Majelis Umat, tetapi hanya sebatas pada syura (bermusyawarah) dan muhasabah kepada khalifah.

Majelis Umat terdiri dari anggota Majelis Wilayah yang telah dipilih oleh rakyat dari berbagai wilayah. Orang-orang terpilih ini biasanya adalah tokoh umat yang benar-benar representatif. Mereka hidup bersama umat, turut merasakan apa yang dirasa umat, serta mengetahui pemikiran dan perasan umat.

Anggota Majelis Umat tidak hanya dari kalangan muslim, tetapi juga bisa dari kalangan non muslim yang menjadi rakyat negara Islam (kafir zimi). Meski hak dan kewenangannya nanti akan berbeda jika berurusan dengan muhasabah dan musyawarah yang dilakukan majelis dengan khalifah.

Tugas dan Wewenang Majelis Umat

Beberapa tugas dan wewenang Majelis Umat berdasarkan apa yang pernah berjalan pada masa Kekhilafahan adalah sebagai berikut ;

Pertama, hak syura. Majelis Umat bisa memberikan masukan, baik ketika diminta maupun tidak, kepada khalifah pada berbagai aktivitas dan perkara-perkara praktis yang berhubungan dengan pengurusan umat yang tidak memerlukan pengkajian dan analisis mendalam. Misalnya tentang akses fasilitas pendidikan, kesehatan, perbaikan jalan, dan sebagainya.

Pendapat mayoritas anggota Majelis Umat harus didengarkan oleh khalifah dalam perkara-perkara seperti ini. Namun, jika aktivitas tersebut membutuhkan pertimbangan ahli dan membutuhkan analisis mendalam, pendapat mayoritas Majelis Umat tidak mengikat, tetapi dikembalikan pada ahlinya.

Hak musyawarah di sini berdasarkan firman Allah dalam surah Ali Imran ayat 159,

فَبِمَا رَحۡمَةٖ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمۡۖ وَلَوۡ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلۡقَلۡبِ لَٱنفَضُّواْ مِنۡ حَوۡلِكَۖ فَٱعۡفُ عَنۡهُمۡ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لَهُمۡ وَشَاوِرۡهُمۡ فِي ٱلۡأَمۡرِۖ فَإِذَا عَزَمۡتَ فَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُتَوَكِّلِينَ ١٥٩

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Oleh karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.”

Kedua, tidak ada hak legislasi pada Majelis Umat. Legislasi hukum dalam Islam hanya diambil dari Al-Qur’an dan sunah. Apapun pertimbangan Majelis Umat, baik sesuai atau tidak sesuai dengan syariat maka tidak berpengaruh pada legislasi hukum. Satu-satunya pertimbangan dalam melegislasikan hukum adalah ketetapan dalam Al-Qur’an dan sunah.

Ketiga, muhasabah Khalifah. Majelis Umat memilki hak mengoreksi Khalifah dalam seluruh aktivitas yang telah dilakukan baik urusan luar negeri maupun dalam negeri. Baik masalah finansial, pasukan, ataupun selainnya. Jika Majelis Umat dan khalifah berselisih terhadap aktivitas yang sudah dilakukan, yang menyelesaikan perselisihan tersebut adalah Mahkamah Madzalim.

Hak muhasabah ini sebagaimana terdapat dalam hadis Rasulullah yang diriwayatkan oleh Muslim dari Ummu Salamah, Rasulullah bersabda,

“Nanti akan ada para pemimpin. Lalu kalian mengakui kemakrufan mereka dan mengingkari kemungkaran mereka. Siapa saja yang mengakui kemakrufan mereka akan terbebas dan barang siapa yang mengingkari kemungkaran mereka akan selamat. Akan tetapi, siapa saja yang rida dan mengikuti (kemungkaran mereka akan celaka).” Para sahabat bertanya, “Tidakkah kita perangi saja mereka?” Nabi menjawab, “Tidak selama mereka masih menegakkan salat.”

Keempat, memilki hak menampakkan ketidakrelaan atas para muawin, wali, dan amil. Dalam hal ini pendapat Majelis Umat mengikat bagi Khalifah. Khalifah harus mengganti pejabat yang bersangkutan jika majelis menampakkan ketidakrelaan terhadap pejabat tersebut.

Kelima, memiliki hak membatasi calon khalifah. Pada pemilihan khalifah ketika Mahkamah Madzalim sudah memutuskan calon-calon yang memenuhi syarat in’iqad Khilafah maka Majelis Umat berhak membatasi jumlah calon ini menjadi enam atau dua, atau sesuai pendapat Majelis Umat. Pendapat ini pun bersifat mengikat dan harus dilaksanakan.

Untuk mendapatkan wakil rakyat memang tidak bisa dengan aturan manusia jadi aturan pemerintahan harusnya dikembalikan pada aturan Allah SWT.[]

Comment