Wajah Kelam Generasi, Dampak Sistem Kapitalisme

Opini156 Views

 

Penulis: Jihan | Pegiat Literasi

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Anak adalah generasi muda calon pemimpin bangsa. Di genggamannya kelak perubahan dan nasib bangsa dipertaruhkan. Jika generasi kuat, bangsa akan hebat. Namun, jika generasi lemah, bangsa akan kalah. Nah, bagaimana jika ternyata anak-anak bangsa ini justru dijadikan alat dagang bagi segelintir orang?.

Dikutip dari detikSumut.com,. Ketua Forum Panti Kota Medan Besri Ritonga mengatakan sebanyak 41 anak menjadi korban eksploitasi oleh pengelola dua panti asuhan di Kota Medan. Kini, polisi masih mendalami persoalan tersebut.

Besri menjelaskan untuk kasus di Panti Asuhan Yayasan Tunas Kasih Olayama Raya yang beralamat di Jalan Pelita didapati ada 26 anak. Sedangkan di Panti Asuhan Karya Putra Tunggal Anak Indonesia yang terletak di Jalan Rinte ditemukan ada 15 anak. (Sumber: https://www.detik.com/sumut. Sabtu (23/9/2023)).

Eksploitasi Akibat Kapitalisme

Eksploitasi anak merupakan suatu pendayagunaan, pemanfaatan serta penyalahgunaan anak untuk kepentingan pribadi tanpa memperhatikan kondisi dan hak-hak yang di miliki oleh seorang anak.

Persoalan mengenai eksploitasi anak merupakan sebuah problem yang belum bisa diselesaikan oleh negara ini yang memiliki wewenang untuk menjaga dan melindungi anak-anak dari tindakan-tindakan yang merugikan diri anak.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia lewat siaran persnya Rabu, 29 Juli 2020. Mengungkapkan bahwa pada tahun 2020, kemiskinan diproyeksi meningkat menjadi 12,4%, maka sekitar 11 juta anak dari rumah tangga rentan berpotensi menjadi pekerja anak (The SMERU Reserch Institute).

Hal ini merupakan persoalan serius, mengingat pada 2030, sebanyak 70% anak generasi penerus ditargetkan menjadi generasi produktif yang bekerja di sektor sesuai minat masing-masing.

Data Profil Anak Indonesia pada 2019 juga menunjukan bahwa, ada 10 provinsi di Indonesia yang memiliki angka pekerja anak di atas rata-rata nasional, di antaranya yaitu Sulawesi Barat sejumlah 16,76%, Sulawesi Tenggara 15,28%, Papua 14,46%, Nusa Tenggara Timur 13,33%, Sumatera Utara 13,38%, Sulawesi Tengah 12,74%, Sulawesi Selatan 12,45%, Bali 11,57%, Nusa Tenggara Barat 11%, dan Gorontalo 10,97%.

Provinsi-provinsi ini juga memiliki jumlah anak putus sekolah yang cukup besar. Hal tersebut menunjukan anak yang putus sekolah sangat rentan dipekerjakan, sebaliknya anak yang dipekerjakan juga rentan mengalami putus sekolah.

Melihat fakta yang terjadi, negara tentu belum mampu mencegah dan memberantas berbagai persoalan yang menimpa anak Indonesia. Persoalan tersebut jelas membutuhkan solusi yang menyentuh akar masalah dan perlu melibatkan masyarakat agar program pemerintah dapat terlaksana dengan baik.

Hanya saja, solusi tersebut tidak akan pernah dapat ditemukan selama kapitalisme menjadi sistem yang mengatur hubungan antara individu yang satu dengan individu yang lain. Terlebih jika kapitalisme juga dijadikan sebagai asas penyelenggaraan negara. Selama kapitalisme diberlakukan, selamanya persoalan anak tersebut akan terjadi dan makin bertambah parah.

Alih-alih memberantas, mencegah pun tidak akan mampu. Kapitalisme menjadi sistem yang malah membuat makin suburnya kemiskinan di tengah masyarakat karena negara yang seharusnya memiliki tujuan mensejahterakan rakyat malah menjadi budak untuk mensejahterakan para korporasi.

Paham Kapitalisme akan menjadikan anak sebagai komoditas yang dapat dieksploitasi demi keuntungan materi. Kapitalisme juga tidak akan benar-benar berpihak kepada kepentingan anak, karena yang diutamakan adalah keuntungan materi.

Kebebasan individu yang menjadi roh kapitalisme akan membuat individu bebas melakukan apa saja demi mencapai tujuan hidupnya, yaitu terpenuhinya kepentingan jasmani dan materi. Menghalalkan segala cara sah-sah saja bagi mereka.

Eksploitasi anak terus terjadi dengan berbagai mekanisme, termasuk cara haram demi mendapatkan keuntungan. Ini menunjukkan bahwa anak berada dalam lingkungan yang tidak aman dan negara akan dicap sebagai negara yang tidak dapat menjamin kesejahteraan dan keamanan bagi anak-anak maupun masyarakatnya.

Kesejahteraan Hanya dalam Naungan Islam.

Islam menetapkan negara sebagai pihak yang berkewajiban menjamin keamanan anak. Islam adalah satu-satunya harapan untuk mewujudkan anak yang bahagia dan sejahtera. Islam mewajibkan negara untuk menjamin kesejahteraan setiap individu rakyat, termasuk anak-anak. Islam juga memiliki sistem ekonomi yang memiliki aturan tentang kepemilikan dan mewajibkan pengelolaan kekayaan alam untuk kesejahteraan rakyat.

Tidak hanya mewajibkan negara menjamin keamanan dan keselamatan anak-anak, negara juga memerintahkan setiap individu untuk melindungi pihak yang lemah, termasuk anak-anak. Islam pun memiliki sistem sanksi, yang selain mampu membuat jera pelaku kejahatan terhadap anak, juga mampu mencegah orang lain melakukan kejahatan serupa.

Di saat yang sama, Islam membangun keimanan kepada Allah sebagai asas kehidupan, baik pada individu, masyarakat, maupun negara. Dengan asas akidah Islam ini, semua pihak menyadari adanya pertanggungjawaban di hari akhirat atas semua perilaku di dunia. Kesadaran ini akan mencegah seseorang untuk melakukan tindak kejahatan atau melindungi perilaku jahat.

Islam juga memerintahkan setiap individu untuk peduli kepada nasib sesamanya di dunia dan menjanjikan keberuntungan yang besar di akhirat kelak. Sungguh, perlindungan anak secara paripurna hanya akan terwujud ketika aturan Islam diterapkan secara kaffah dalam kehidupan.
Wallahu’alam bishawab.[]

Comment