Wajah Buruk Demokrasi, Syiar Islam Kembali Diusik

Opini550 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Lagi-lagi kaum Muslimin dibuat kecewa dengan pernyataan Menteri Agama saat menjawab pertanyaan wartawan terkait Surat Edaran Menteri Agama Nomor 5 Tahun 2022 tentang pedoman penggunaan pengeras suara di Masjid dan Mushola Di Pekanbaru Rabu (23/2022).

Edaran ini mengatur durasi takbiran menjelang Idul Fitri dan Idul Adha dengan penggunaan speaker luar hanya sampai pukul 22.00 waktu setempat, dan jika ada pengajian dan peringatan hari besar Islam penyelenggara bisa menggunakan speaker dalam dan jika membludak baru menggunakan speaker luar.

Dengan merujuk pada aturan tersebut dalam poin 3.b Surat Edaran, seperti dikutip Suara.com, 24/02/2022), Menag mengatakan bahwa adzan yang dikumandangkan menggunakan toa diatur volumenya sesuai dengan kebutuhan dan maksimal 100 desibel (dB), karena di daerah yang mayoritas muslim hampir setiap 100-200 meter terdapat Masjid dan hal ini jika dikumandangkan secara bersamaan ini bukan lagi syiar agama tapi ini justru gangguan.

Dengan dalih toleransi pemerintah membuat kebijakan membatasi volume adzan, padahal sudah menjadi syariat bagi agama Islam adzan dikumandangkan dengan keras dan merdu agar bisa terdengar jelas sehingga kaum Muslimin bisa berkumpul dan bersegera melaksanakan shalat.  Ketika adzan dikumandangkan, pada saat itu pulalah kaum muslimin disunahkan untuk menjawab adzan.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

“Jika adzan untuk shalat dikumandangkan, maka pintu-pintu langit dibuka, dan doa-doa akan dikabulkan” (HR. Ath-Thayalisi, silsilah Ash Shahihah no.1413).

Dalam pemerintahan Islam selama 13 abad, sejarah historis membuktikan bahwa kaum muslim dan nonmuslim hidup berdampingan dengan rukun. Salah satu contoh kerukunan antara kaum Muslimin dan nonmuslim bisa dilihat pada kota Andalusia yang penduduknya menganut tiga agama yaitu Islam, Nasrani dan Yahudi.

Di Kota tersebut di setiap sudutnya berdiri masjid-masjid yang setiap masuk waktu shalat adzan dikumandangkan meskipun begitu harmonisasi tetap terjaga.

Hal ini membuktikan kerukunan dan keharmonisan hanya bisa dirasakan ketika negara menggunakan Islam sebagai sistem yang mengatur setiap lini kehidupan, bukan malah memakai sistem yang meniadakan agama dalam pengaturannya. Wallahu a’lam bishshawab.[]

Comment