UU KIA,  Akankah Ibu dan Anak Sejahtera?

Opini169 Views

 

 

Penulis: Lilik Solekah. S.HI | Ibu Peduli Generasi

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Yakin UU KIA bisa mensejahterakan ibu dan anak? Bagi saya, hal tersebut belum mampu meyakini meskipun di berbagai laman media diberitakan bahwa banyak dukungan positif dari berbagai pihak termasuk Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang memberi merespons positif terhadap pengesahan Undang-Undang (UU) Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan (UU KIA) oleh DPR dalam rapat paripurna Selasa, 4 Juni 2024 lalu.

Begitupun Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Diah Pitaloka, yang menjamin bahwa Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (UU KIA), yang sudah disahkan dalam rapat paripurna itu tidak akan mendiskriminasi perempuan.

Tak luput juga Kementerian Ketenagakerjaan yang menyambut baik persetujuan DPR RI atas RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan menjadi undang-undang. Dirjen PHI dan Jamsos Kemnaker, Indah Anggoro Putri menyebutkan UU KIA diyakini akan semakin meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan bagi pekerja atau buruh.

Dari sini kita simpulkan bahwa dari semua lini penguasa negeri ini menyambut baik atas pengesahan RUU KIA menjadi UU. Sebab dianggap akan membawa angin segar bagi perempuan untuk dapat tetap bekerja karena mendapat cuti dan tetap bisa tenang bekerja, sehingga dapat meningkatkan pemberdayaan ekonomi perempuan sebagaimana paradigma kapitalisme bahwa perempuan produktif adalah perempuan yang bekerja.

Namun perlu dipahami bahwa cuti 6 bulan itu sebenarnya tidak cukup untuk mendampingi anak karena hal ini membutuhkan pengasuhan terbaik dari ibu hingga usia mumayyiz? Diperlukan waktu yang tidak sebatas 6 bulan saja.

Tak heran bahwa hal ini berlangsung di sebuah negeri yang menjadikan sistem kapitalisme liberal sebagai landasan berbuat termasuk menetapkan hukum positif. Dalam ide kapitalisme itu yang ada hanya kepentingan dan keuntungan yang berpihak.

Sehingga tidak ada kapitalisme yang ingin mencerdaskan bangsa mulai dari rumah-rumah warga. Kapitalisme justru berupaya bagaimana caranya agar dapat mengeluarkan penghuni rumah untuk bekerja dan menghasilkan uang.

Bagaimana mungkin generasi emas itu bisa tercipta dengan mengeluarkan kedua orang tua mereka dari rumah sebelum anak tersebut mumayyiz?

Sungguh hanya Islam yang tulus memperhatikan kesejahteraan ibu dan anak demi berjalannya fungsi strategis dan politis peran keibuan dan membangun profil generasi cemerlang untuk masa depan bangsa dan agama.

Dalam Islam seluruh elemen mendapat perhatian penuh. Kesejahteraan dalam islam, tak sekedar dilihat dari seorang perempuan dan atau seorang ibu bekerja. Dalam sistem ekonomi Islam menjamin tercapainya kesejahteraan rakyat termasuk perempuan tanpa meletakkan kewajiban mencari nafkah pada perempuan. Islam sangat memuliakan perempuan dengan semua peran fitrahnya, bukan dari berapa banyak uang yang dihasilkan.

Fitrah seorang perempuan adalah al umm warobatul bait yaitu sebagai ibu pendidik pertama bagi putra putrinya sekaligus pengurus rumah tangga. Sehingga pendidikan tinggi yang di dapat tidak sia-sia. Anak-anak harus dibina agar menjadi generasi emas, generasi tangguh. Tidak sekedar anak yang bisa bekerja sebagai buruh.

Itulah indahnya Islam jika dijadikan sebagai landasan dalam setiap kebijakan. Hanya dengan islam maka seluruh sistem berjalan sesuai dengan fitrahnya manusia. Sejahtera tanpa menzalimi, sejahtera tanpa keluar dari kodratnya manusia.

Maka tiada jalan lain kecuali mengupayakan tegaknya islam agar kesejahteraan ibu dan anak dapat terjamin. Bahkan kehidupan makhluk selain manusia pun akan terjamin kesejahteraan dengan sistem Islam tersebut.

Ingat quran surat Hud : 6 yang artinya: “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).”

Sehingga tidak ada korelasi antara perempuan bekerja di luar rumah akan terjamin kesejahteraannya karena rezeki itu sudah diatur oleh -Nya.

Harus kita yakin terhadap janji Allah dalam Al- Qur’an Surat At Talaq ayat 3 yang artinya: “Dan Allah memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.”[]

Comment