Oleh: Puput Hariyani, S.Si, Praktisi Pendidikan
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Bukan yang pertama, utang kembali dilakukan negeri ini. Mungkin sebagian besar masyarakat bertanya-tanya kenapa lagi-lagi menambah utang? Untuk apa dan untuk siapa?
Menteri Keuangan Sri Mulyani seperti dilansir cnnindonesia membeberkan alasan Pemerintah ajeg menambah utang. Ia mengatakan utang merupakan salah satu instrumen untuk menyelamatkan masyarakat dan perekonomian di masa pandemi Covid-19. APBN mengalami pelebaran defisit sehingga membutuhkan pembiayaan yang salah satunya bersumber dari utang.
Namun benarkah demikian? Benarkah tambahan utang difokuskan untuk menyelamatkan nyawa rakyat?
Belum lama ini pemerintah akan menyiapkan anggaran sebesar Rp 17 T, jumlah yang fantastis bukan? Dana ini akan digunakan untuk pengadaan produk teknologi informasi dan komunikasi yang berasal dari produk lokal khususnya laptop.
Menteri Koordinator Maritim dan Investasi mengatakan bahwa salah satu persoalan utama belanja pemerintah di bidang pendidikan adalah rendahnya belanja produk TIK dari buatan lokal dibandingkan barang impor.
Kalaupun benar tujuan negara terhadap pengadaan laptop ini untuk memenuhi kebutuhan pendidikan, seharusnya diproduksi sendiri oleh negara dan didistribusikan kepada satuan pendidikan sebagai bentuk pelayanan maksimal.
Kenyataanya, konsep pengadaan laptop ini adalah antara perguruan tinggi dan kalangan industri, sementara negara hanya hadir sebagai regulator semata. Padahal pengadaan item ini merupakan bagian dari tanggung jawab pemerintah kepada rakyat terkait pendidikan.
Produk ini nantinya tentu tidak lepas dari komersialisasi oleh korporasi yang sejatinya lebih mengedepankan profit oriented. Perhitungan sebuah korporasi tidak lepas dari dua hal, modal dan profit.
Apakah pemerintah telah secara mendalam mempertimbangkan kebijakan strategis dan proporsional terhadap rencana investasi pengadaan laptop dengan anggaran yang besar ini?
Apakah investasi untuk pengadaan laptop ini menjadi prioritas di tengah situasi pandemi yang belum menemukan titik akhir?
Layakkah kebijakan ini dibuat saat jutaan masyarakat menjerit karena kesulitan memenuhi kebutuhan dasar? Apalagi adanya PPKM yang panjang dengan episode yang terus berlanjut, kondisi rakyat semakin sulit mendapatkan akses perekonomian plus jaminan pemerintah yang tidak sepadan.
Di lain sisi kita juga menyaksikan kebutuhan akan obat-obatan, oksigen, dan alat-alat medis juga besar dan belum tercover sepenuhnya. Begitu juga faisilitas kesehatan yang hampir kolaps karena tidak mampu menangani kebutuhan masyarakat.
Bahkan insentif untuk tenaga kesehatan banyak yang belum dibayarkan oleh Pemerintah. Bukankah kebutuhan ini jauh lebih penting dilakoni dibandingkan investasi laptop mengingat belum menjadi kebutuhan mendesak?
Lalu apa yang menjadi dasar pertimbangan investasi pengadaan laptop ini sesungguhnya?
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri melayangkan kritik kepada Menteri BUMN Erick Thohir mengenai suntikan modal BUMN atau Penyertaan Modal Negara (PMN).
Secara total pemerintah memberikan suntikan modal Rp106 triliun bagi perusahaan pelat merah untuk 2021 dan 2022.
Melalui cuitannya Faisal Basri mengungkapkan bahwa Ketua Pelaksana Komite Kebijakan Penanganan Covid-19 dan PEN adalah Menteri BUMN. Bukannya utamakan selamatkan nyawa rakyat tapi sibuk urusi suntik BUMN ratusan triliun dan obat cacing. Bubarkan saja komite itu,” tutur Faisal melalui akun Twitter @FaisalBasri, Jumat (9/7).
Tahun ini sejumlah Rp 33,9 T dikucurkan kepada tiga BUMN. Pertama, PT Waskita Karya (Persero) Tbk sebesar Rp7,9 T. Kedua, PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau PT KAI sebesar Rp7 T, sebagai dukungan dalam menjalankan proyek strategis nasional (PSN) PT LRT Jakarta senilai Rp2,7 triliun dan pemenuhan base equity Kereta Cepat Indo-China (KCIC) senilai Rp4,3 triliun. Ketiga, PT Hutama Karya (Persero) sebesar Rp19 T.
Sedangkan, PMN 2022 sebesar Rp71,44 triliun akan diberikan kepada 12 BUMN.
Tidakkah dana sebesar itu lebih urgen untuk menyelamatkan nyawa rakyat dibandingkan untuk investor dan insentif BUMN? Lantas untuk siapa utang itu terus ditambah, untuk rakyat atau korporat? _Wallahu’alam bi-ash Showab.[]
Comment