UKT Antara Akses Pendidikan dan Realitas Komersialisasi

Opini291 Views

 

 

Penulis: Dian Sefianingrum | Mahasiswi Universitas Al-Azhar Indonesia

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) seperti ditulis cnn indonesia (18/5/2024) sedang ramai dibicarakan di beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN), termasuk Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Universitas Negeri Riau (Unri), hingga Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Tjitjik Sri Tjahjandarie mengatakan bahwa bukan UKTnya yang naik, melainkan kelompok UKTnya yang bertambah. Tjitjik juga menjelaskan bahwa pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier. Oleh karena itu, pemerintah tidak memberikan prioritas dalam alokasi dana untuk perguruan tinggi.

Kesulitan yang dialami mahasiswa menghadapi biaya UKT yang tinggi sebenarnya dampak dari transformasi PT menjadi PTN-BH. Transformasi ini mengakibatkan lepasnya tanggung jawab negara dalam pembiayaan pendidikan tinggi, sehingga perguruan tinggi harus mencari sumber pendanaan secara mandiri.

Sementara semua biaya di Perguruan Tinggi Negeri disesuaikan dengan Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT). SSBOPT ditetapkan dengan memperhitungkan capaian Standar Nasional Pendidikan Tinggi, jenis program studi, dan indeks kemahalan wilayah. Akhirnya, komersialisasi pendidikan tinggi tidak terhindarkan.

Di sisi lain, sistem pendidikan saat ini juga gagal melahirkan generasi berkualitas. Sebab, di perguruan tinggi para mahasiswa diberikan kurikulum yang memehuni tuntutan dunia industri. Tuntunan ini ada sebagai konsekuensi logis program WCU (Word Class University) terhadap PT.

Program ini menetapkan persyaratan khusus yang membutuhkan biaya tinggi, termasuk konsep triple helix yang mendorong kerja sama antara pemerintah, perusahaan dan perguruan tinggi. Akibatnya, fokus perguruan tinggi bukan lagi pada pendidikan, tetapi untuk memenuhi tuntutan dunia industri.

Kenaikan UKT beserta faktor yang mempengaruhinya merupakan kebatilan dari sistem Kapitalisme. Sistem yang berorientasi materi ini menjadikan sektor layanan publik seperti pendidikan sebagai ladang bisnis.

Seiring waktu, arah pendidikan semakin terasa hanya sebagai alat untuk mencari pekerjaan dan keuntungan finansial, bukan untuk memperluas pengetahuan. Oleh karena itu, selama sistem kapitalisme eksis memayungi dunia pendidikan, permasalahan biaya kuliah pasti akan semakin mencekik. Impian tentang pendidikan berkualitas dan gratis hanya menjadi sebuah khayalan.

Sistem Pendidikan dalam Islam

Sistem Islam mampu mewujudkan pendidikan gratis dan berkualitas karena mengikuti tuntunan syariat. Pertama, Islam memiliki tujuan politik di bidang pendidikan yaitu menjaga akal manusia sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah dalam surah al-Maidah ayat 90-91, surah az-Zumar ayat 9, dan surah al-Mujadalah ayat 11.

Kedua, pendidikan merupakan wasilah seseorang memiliki ilmu. Dengan ilmu, manusia akan jauh dari kebodohan dan kekufuran. Dengan ilmu pula, manusia akan melakukan tadabbur, ijtihad, dan berbagai perkara yang bisa mengembangkan potensi akal manusia dan memuji eksistensi orang-orang yang berilmu.

Ketiga, tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan dalam islam telah dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad ketika beliau menjabat sebagai kepala negara di Madinah.

Pada waktu itu, tahanan perang Badar diminta untuk mengajari kaum muslimin baca tulis sebagai tebusan mereka. Tindakan ini bukan semata-mata kebaikan beliau secara personal, tetapi ada makna politis yakni perhatian negara terhadap pendidikan.

Keempat, pendidikan dalam Islam dipandang sebagai kebutuhan dasar publik, bukan barang komersil apalagi dianggap barang tersier. Karena Islam mewajibkan semua manusia berilmu.

Tuntunan syariah ini menjadi konsep penyelenggaraan pendidikan dalam sistem Islam. Hal tersebut juga dijelaskan oleh seorang mujtahid mutlak dan ulama terkenal yaitu Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Muqaddimah Dustur pasal 173.

“Negara wajib menyelenggarakan pendidikan berdasarkan apa yang dibutuhkan manusia di dalam kancah kehidupan bagi setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan dalam dua jenjang pendidikan, yakni pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Negara wajib menyelnggarakan pendidikan bagi seluruh warga negara secara cuma-cuma. Mereka diberi kesempatan seluas-luasnya untuk melanjutkan pendidikan tinggi secara cuma-cuma.”

Hanya saja, dalam upaya mewujudkan pendidikan yang demikian dibutuhkan dukungan dana yang besar. Sistem pendidikan Islam didukung oleh sistem ekonomi Islam.

Dalam sistem ekonomi Islam, sumber keuangan negara berpusat pada sistem Baitul Mal. Baitul Mal memiliki pos pendapatan yaitu pos kepemilikan negara, pos kepemilikan umum, dan pos zakat. Setiap pos memiliki sumber pemasukan dan alokasi dana.

Sistem Islam dapat mengalokasikan dana dari pos kepemilikan umum untuk biaya sarana dan prasarana pendidikan. Sehingga, negara dapat membangun gedung kampus berikut perpustakaan, laboratorium, aula, klinik, asrama mahasiswa serta sarana dan prasarana pendidikan lainnya.

Sistem Islam juga dapat memberi beasiswa kepada seluruh mahasiswa tanpa syarat baik itu mahasiswa dari keluarga miskin atau kaya, berprestasi atau biasa saja. Semua akan mendapatkan layanan yang berkualitas dan gratis.

Sementara untuk gaji para dosen dan tenaga administrasi, sistem Islam dapat mengalokasikan anggarannya dari pos kepemilikan negara Baitul Mal. Sumber pendanaan yang kokoh dan stabil Baitul Mal mampu menunjang independesi pendidikan agar sesuai syariat Islam. Para peserta didik menjadi manusia berilmu dengan kepribadian Islam.

Sepanjang sistem peradaban Islam berdiri selama 1300 tahun, banyak sekali ilmuwan, pemikir, ulama dan politikus yang bekerja siang malam membangun kapasitas keilmuan untuk umat. Bukan memenuhi tuntutan industri seperti saat ini. Pendidikan seperti inilah yang diidam-idamkan oleh rakyat dan umat.[]

Comment