Toleransi Kebablasan, Umat Islam Harus Waspada

Opini9 Views

 

Penulis: Imas Sunengsih, S.E., M.E
Aktivis Muslimah Intelektual

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Menjelang Nataru (Natal dan Tahun Baru), opini terkait toleransi terus berkembang. Opini ini ditujukan kepada umat Islam sebagai mayoritas di Indonesia. Namun, toleransi yang terus didengungkan justru kebablasan dengan berbagai alasan yang dibuat agar umat Islam khususnya mengikuti Nataru tersebut. Dalam konteks ini umat Islam harus waspada agar tidak terjerumus dengan istilah toleransi yang bertentangan dengan syar’i.

Toleransi yang diopinikan justru tanpa sadar mengarah dan mengikuti ritual ibadah seperti mengucapkan natal, hadir dalam perayaan, memakai baju natal dan mengikuti berbagai rangkaian acara dan ibadahnya. Ini jelas bertentangan dengan akidah umat Islam, sebab mengikuti ritual ibadah umat lain telah melanggar syari’at Islam.

Toleransi kebablasan muncul dari sebuah paham yang menjadikan semua agama itu benar dalam konsep pluralisme. Paham ini lahir dari sekulerisme dengan ideologi kapitalisme yang telah banyak memunculkan paham-paham bertentangan dengan akidah Islam.

Sekulerisme, memisahkan agama dari kehidupan yang diadopsi negeri muslim justru menimbulkan banyak permasalahan. Akidah umat Islam semakin jauh dari pemahaman umat Islam, padahal jelas yang harus dipahami umat Islam bahwa agama Islam satu-satunya agama yang benar.

Di sinilah diperlukan kecerdasan umat Islam menyikapi toleransi ini agar tidak terjebak dengan alasan yang semakin menjauhkan umat dari pemahaman Islam.

Dalam Islam, toleransi dipahami sebagai bentuk membiarkan umat lain untuk melakukan ibadah sesuai apa yang diyakini. Bagi umat Islam justru ketika memberikan kesempatan umat lain untuk beribadah atau merayakan hari raya natal atau lainnya, itulah yang dinamakan toleransi. Allah Swt pun telah menjelaskan dalam Al Qur’an surat Al-Kafirun ayat 6 yang berbunyi:

“لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ”

Artinya “Untukmu agamamu dan untukku agamaku”.

Dari ayat ini, Islam dan umat Islam sangat toleransi. Tidak perlu untuk selalu diingatkan dan juga digiring untuk mengikuti perayaan agama lain, karena dalam Islam sudah jelas batasan aturan mana toleransi dan mana yang melanggar akidah. Ini harus difahami oleh umat Islam dengan benar, jangan sampai mengikuti arus opini toleransi beragama yang kebablasan yang justru akan mendatangkan dosa bagi pelakunya ketika mengikuti ritual agama lain.

Sangat miris juga ketika melihat perayaan agama lain diciptakan begitu meriah, dengan berbagai pernak-perniknya sehingga menjadikan syiar untuk agamanya. Kondisi seperti ini tidak akan dibiarkan ketika negara menjadikan Islam kafah sebagai pondasi negara, sebab seorang khalifah akan menjaga akidah umat Islam dari berbagai opini atau syiar agama lain.

Dalam konteks islam,  negara mengatur dan memberikan aturan kepada umat lain untuk melakukan ibadah atau perayaan tapi tidak boleh untuk mensyiarkannya atau menyebarkannya. Mereka bebas untuk melakukan ibadah tapi di kalangan mereka, tidak boleh membuat opini untuk ikut dalam ibadah mereka. Jika terjadi, maka negara akan memberikan sanksi tegas.

Sebetulnya ini telah terbukti dalam sejarah, di mana selama tiga belas abad kehidupan antar umat beragama begitu sangat harmonis. Tidak perlu dipertanyakan lagi toleransi umat Islam, karena syariat Islam telah mengajarkannya seperti ayat di atas.

Jadi, umat Islam harus memahami Islam secara menyeluruh tidak setengah-setengah, agar tidak terjebak pada opini yang berkembang. Umat Islam harus menjadikan aturan Islam sebagai sebuah kepemimpinan berfikir untuk memutuskan segala sesuatu, karena akan berkonsekuensi kepada akidah, pahala dan dosa.

Bukankah yang kita cari di dunia ini adalah ridho Allah Swt? Maka untuk mendapatkan Ridho-Nya, taati semua yang diperintahkan dan tinggalkan yang dilarang-Nya. Wallahu’alam bish shawab.[]

Comment