Titik Kecenderungan Politik Identitas

Opini312 Views

 

Oleh: Titin Hanggasari, Lingkar Study Perempuan dan Peradaban

__________

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Politik identitas bisa katakan sebagai alat suatu kelompok untuk menunjukkan jati dirinya. Lalu di manakah letak titik kecenderungan politik identitas itu? Bisa diletakkan di posisi sangat baik, bisa juga bergeser lengser ke tempat sebaliknya. Tergantung kekuatan ke mana ia berpihak.

Sebut saja politik identitas yang berbasis agama (Islam). Di sini banyak pihak (terutama elit politik sekuler) yang menolak menggunakan isu politik identitas itu. Maka kita harus memahami secara benar apa fakta maknanya. Sebab dari mereka inilah kita bisa menilai ke mana makna politik identitas bergeser, ke arah positif atau negatif.

Anehnya para elite politik sering menyerang simbol-simbol Islam namun untuk kepentingan politiknya mereka menggunakan simbol Islam tersebut. Seiring perkembangan waktu, tanpa kita sadari simbol Islam marak dipakai secara masif menjelang pemilu. Dengan memobilisasi simbol-simbol Islam biar seolah-olah tampak “islami” demi tujuan tertentu.

Pada sisi lain mereka memosisikan simbol-simbol syariah Islam secara negatif. Kemudian berlanjut, isu politik identitas ini cenderung digunakan untuk menyerang Islam. Selanjutnya gerakan mendeklarasikan untuk kemenangan pemilu secara intelek.

Bukankah ini masuk katagori kepentingan di balik tudingan? Bahwa tudingan politik Identitas sebagai tameng mengokohkan ideologi kapitalisme sekuler, yaitu asas keuntungan.

Tudingan selanjutnya adalah isu politik identitas akan dijadikan kampanye hitam dari lawan politik. Seperti menyerang lawan politiknya dengan kebohongan (hoaks). Berbeda dengan kampanye negatif yang diserang adalah fakta kelemahan dari ide atau kebijakan yang dilakukan.

Seperti inilah realita yang dapat disaksikan dalam perpolitikan pada sistem demokrasi sekuler. Rakyat bisa terpecah-belah bingung arah. Agar kita berada pada alur perpolitikan yang benar bagaimana caranya?

Satu hal yang pasti kita harus mengelola kesadaran politik. Kesadaran ini akan terlihat pada diri seseorang jika ia terjun dan berjuang melawan semua orientasi (arah pandang) yang bertentangan dengan orientasinya dan melawan semua pemahaman yang bertentangan dengan pemahamannya. Ia tidak akan menyia-nyiakan waktu berjuang demi kokohnya pemahaman dan menanamkan orientasinya itu.

Ia terjaga oleh dua arah jalan pada saat bersamaan, lurus memperjuangkannya karena dua hal yang sama itu tidak bisa dipisahkan. Dia meruntuhkan dan juga menegakkan, menghancurkan dan juga membangun, memupus kegelapan dan juga menyalakan cahaya. Upayanya termasuk menerapkan pemikiran atas fakta semuanya tidak terlepas peristiwa politik dan ia tidak menggunakan logika untuk menggeneralisir berbagai peristiwa politik.

Orang yang mempunyai kesadaran politik sudah merasa biasa akan berbenturan dengan berbagai problem, bersinggungan dengan fakta, manusia, dan problem hidup. Tetapi ia tetap bersungguh-sungguh. Selalu bersikap hati- hati, dan tetap berpegang pada kebenaran (fakta) secara objektif diiringi oleh pandangannya yang bersifat inderawi maupun pemikiran.

Begitu pun terjadinya isu politik identitas yang menyerang Islam dan Muslim, ia tetap anggun menjelaskan, memahamkan dalam dakwah, akan pentingnya politik identitas. Bahwa identitas itu adalah penting. Seperti yang disebut surat al-maidah ayat 51.

Jadi jelaslah pentingnya titik kecenderungan yang khas, unik dan menarik adalah politik identitas Muslim. Karena di sana nilai substansi politik identitasnya dilatarbelakangi semangat perlawanan terhadap ketidakadilan, baik berupa perilaku maupun struktur sistem yang tidak adil. Sebab keadilan hakiki hanya ada pada sistem penyelenggaraan negara berdasarkan syariah yang diterapkan secara sempurna.

Keadilan seperti itu akan terwujud ketika peraturan yang ditetapkan berasal dari Sang Pencipta. Peraturan yang diterapkan dalam sebuah sistem yang telah terbukti berabad silam mampu membawa masyarakatnya pada puncak kegemilangan, bahkan berhasil menjadi mercusuar dunia. Wallahu a’lam bishawwab [SP]

Comment