Teror Pinjol Menghantui, Pengutang Bunuh Diri Hingga Masuk Bui

Opini696 Views

 

 

Ina Agustiani, S.Pd, Praktisi Pendidikan

_________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Derita masyarakat kian panjang, dari sederet kesedihan kaum menengah ke bawah terjadi saat pandemi, mengenai masalah kesejahteraan yang mereka tidak dapatkan secara penuh dari pemilik kebijakan.

Segudang cara untuk menghidupi kebutuhan dilakukan, termasuk cara meminjam secara online sebagai solusi. Tapi nahas, bukannya kemudahan yang didapat, tetapi masalah berbuntut panjang. Ada yang menyerah dengan masuk bui, tak jarang berakhir bunuh diri. Akibat tekanan hidup yang bertubi-tubi.

Masalah pinjaman online (pinjol) kembali terkuat ke permukaan, tertangkapnya 7 karyawan pinjol ilegal oleh polisi, setelah meneror seorang pengutang di Wonogiri, Jawa Tengah hingga mengakhiri hidupnya. Pengakuan mereka yang digaji cukup tinggi, mampu meraup hampir 20 juta per bulan.

Menurut Bareskrim Polri Brigjen Pol Helmy Santika, pendanaan pinjol ilegal didanai oleh warga negara asing (WNA). Ia menangkap jaringan pinjaman online (pinjol) ilegal yang sempat menyebabkan seorang ibu rumah tangga berinisial WPS (38) mengakhiri hidup. WPS bunuh diri akibat tidak tahan diteror dan terlilit utang di 25 pinjol ilegal. Dia ditemukan warga dalam kondisi meninggal gantung diri di rumahnya.

Dilansir dari finansal.bisnis.com Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G.Plate akan melakukan peninjauan ulang terhadap segala jenis penyelenggara sistem elektronik atas pinjaman online, ini juga atas arahan langsung Presiden Jokowi.

Menkominfo hingga saat ini telah menutup 4.874 akun pinjol. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan ada 107 lembaga penyedia jasa pinjol, dan akan melakukan moratorium penerbitan izin fintech (financial technology) atas pinjol yang baru.

Perhatian khusus terhadap masalah ini adalah sebanyak 68 juta tercatat memanfaatkan layanan ini dengan omset mencapai Rp 260 triliun.

Pinjol legal dan ilegal

Negara yang akses layanannya masih menggunakan sistem kapitalis liberal, ukuran legal dan ilegal bukan pada standar hukum syara. Persoalannya adalah bermanfaat atau tidak, apalagi ekonomi menjadi soal utama berfokus pada perputaran uang yang terus bertambah dengan bunga ribawi.

Bukan pada dasar hukum halal atau haram, negara juga tidak terlalu peduli legal dan ilegal sama saja keduanya haram. Bila di pinjol legal bunganya 0.8 persen per hari, sementara di ilegal bunganya tak masuk akal. Tak masuk akalnya ini yang menjadi masalah, bukan halal haramnya.

Justru legalisasi dari negara inilah yang membuka jalan keharaman, rakyat difasilitasi untuk makin terjerumus ke dalam dosa ribawi. Fakta yang ada membuka pintu keburukan fatal, transaksi berdasarkan riba pasti akan menghisap aset umat sampai pada level kemiskinan dan keputusasaan. Bukannya kesejahteraan yang didapat, yang ada adalah penjajahan melalui uang.

Banyak yang memilih pinjol karena dana cepat cair, persyaratan mudah dipenuhi, anti-ribet, dan tanpa agunan, ternyata solusi ini pun menuai petaka.

Masyarakat sudah hilang harapan, sulitnya mencari pekerjaan, pandemi tak berkseudahan dan memberi beban semakin berat, kebutuhan hidup semakin mendesak harus dipenuhi. Pada siapa lagi pengharapan mereka? Potret kehidupan seperti inilah yang dialami rakyat saat ini.

Islam Memberi Harapan

Tidak akan berkah suatu negeri jika praktik-praktik ribawi masih menjadi tiang perekonomian. Berbagai keburukan dan kejahatan akan mengiringi, Rasulullah saw. Melarang riba “jauhi tujuh hal yang membinasakan! Para sahabat berkata, ‘Wahai, Rasulullah! apakah itu?’ Beliau bersabda, ‘Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah tanpa hak, memakan harta riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang, dan menuduh berzina pada wanita beriman yang Ialai.’” (HR Bukhari-Muslim).

Allah Swt.juga menegaskan haramnya riba dalam surah Al-Baqarah: 275, “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”

Kunci keberkahan atau tidak, ada di tangan para pemimpin, butuh peran negara mewujudkan cita-cita mulia, memberi kesejahteraan. Dan caranya hanya satu, melepaskan riba.

Kewajiban memenuhi kebutuhan dasar masyarakat sandang, pangan, papan adalah hak mutlak yang diberikan. Dari pengelolaan mandiri sumber daya alam oleh warga negara, tanpa campur tangan asing. Itulah pengelolaan ekonomi dalam sistem Islam Kaffah. Negara tidak akan melakukan utang riba, apalagi utang luar negeri. Bila berutang cukup membayar pokonya, ribanya akan terhapus.

Jika masyarakat butuh dana, akan diklasifikasikan terlebih dahulu apakah dia termasuk golongan yang mampu atau tidak mampu.

Jika golongan fakir dan miskin maka baitulmal selaku lembaga keuangan negara akan memfasilitasi dengan memberi dana zakat dan bantuan berupa sembako, pelatihan keterampilan, pekerjaan.

Jika ia golongan mampu dan butuh dana untuk perniagaannya, otoritas negara akan memberikan modal tanpa bunga.
Begitulah ketika syariah diterapkan, kebutuhan rakyat terpenuhi, kriminalitas menurun. Pada akhirnya yang tersisa adalah ketenangan hidup sebagai manivestasi menjalankan tiang-tiang agama.

Al Imam al ‘Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah berkata : “…Sesungguhnya, hati tidak akan (merasakan) ketenangan, ketenteraman, dan kedamaian, melainkan jika pemiliknya berhubungan dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala (dengan melakukan ketaatan kepadaNya) sehingga, barangsiapa yang tujuan utama (dalam hidupnya), kecintaannya, rasa takutnya, dan ketergantungannya hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka ia telah mendapatkan kenikmatan dariNya, kelezatan dariNya, kemuliaan dariNya, dan kebahagiaan dari-Nya untuk selama-lamanya.” Wallahu a’lam.[]

https://finansial.bisnis.com/read/20211015/563/1454895/jokowi-setop-sementara-izin-pinjol-baru
https://m.tribunnews.com/nasional/2021/10/15/karyawan-pinjol-ilegal-peneror-ibu-di-wonogiri-hingga-akhiri-hidup-digaji-rp-20-juta-per-bulan

Comment