Oleh : Dinda Kakana Helmi Barus, S.S, Aktivis Dakwah Muslimah
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Miris, tanggal 25 November 2022 seharusnya menjadi hari bahagia yang dinantikan oleh guru dan dunia pendidikan alhasil menjadi hari yang menyayat hati bagi para pendidik generasi tersebut. Betapa tidak, sekelompok pelajar di Medan terlibat tawuran tepat di hari guru.
Dikutip dari tribun medan, peristiwa itu terjadi di sebuah SPBU, Jalan Kapten Sumarsono Desa Helvetia Kecamatan Sunggal, Jumat (25/11/2022) siang. Kejadian tersebut menyebabkan 1 orang pelajar SMK Negeri 9 Medan meninggal karena salah sasaran pelaku tawuran.
Pada waktu yang sama penyerangan oleh sekelompok pelajar juga terjadi di Jalan Tengku Rizal Nurdin, Kelurahan Batang Terap, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai yang menyebabkan dua pelajar terkena luka bacok seperti ditulis tribun-medan.com.
Kekerasan antar pelajar ini bukan pertama kali terjadi, ada banyak kasus serupa yang dilakukan oleh pemuda terpelajar. Hal-hal sepele yang menjadi pemicu terjadinya kekerasan antar pelajar menjadi bukti bahwa ada yang salah dari generasi hari ini. Padahal pemuda adalah generasi yang diharapkan oleh masyarakat untuk membangun negeri dengan ilmunya. Tetapi faktanya hari ini berbalik menjadi generasi yang berperilaku meresahkan masyarakat.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan generasi hari ini menjadi generasi minim ilmu dan adab. Pola asuh orangtua yang abai menjadi salah satu faktor rusaknya generasi padahal orangtua adalah sekolah pertama bagi anak untuk mendapatkan ilmu dan adab. Tidak bisa dipungkiri bahwa hancurnya keluarga, terjadinya kekerasan dalam rumahtangga mempunyai pengaruh besar terhadap rusaknya mental dan perilaku seorang anak di dalam maupun di luar rumah.
Sistem pendidikan yang sekuleristik (memisahkan agama dengan kehidupan) juga menjadikan pelajar tidak lagi menyesuaikan perilakunya dengan nilai-nilai islam. Semua ini terjadi karena negara hari ini menerapkan sistem kapitalisme-sekuler. Negara memberi kebebasan kepada masyarakat dalam bersikap dan tidak memperhatikan keutuhan keluarga serta mengadopsi sistem pendidikan dengan asas sekulerime.
Islam memandang pemuda dengan sangat istimewa, perannya sangat besar untuk kemuliaan islam dan kaum muslim. Banyak sahabat dan tokoh-tokoh hebat dari kalangan muda di masa kejayaan islam seperti Ali bin Abi thalib misalnya.
Ali masuk islam sejak usia 10 tahun dan sudah mulai berdakwah di barisan perjuangan Rasulullah. Usamah bin Zaid pada usia 18 tahun menjadi komandan pasukan ketika menyerbu wilayah Syam (saat itu merupakan wilayah roma) dan masih banyak lagi pemuda yang sudah berkontribusi dalam perjuangan islam di usia muda.
Anak hebat di saat usia muda tentu bukan kebetulan, pasti ada sosok hebat pula di belakangnya. Dalam penggalan sabdanya Rasulullah bersabda: “Al-Ummu madrasatul ūla (ibu adalah madrasah/sekolah pertama) bagi seorang anak.”
Ibu adalah orang pertama yang mengajarkan anak segala sesuatu yang ada di dunia ini termasuk tauhid, akhlak dan adab. Kerusakan dalam rumah tangga membuat fungsi rumah dan orangtua tidak berjalan maksimal sehingga keutuhan rumah tangga juga harus mendapatkan perhatian khusus dari negara.
Di sisi lain islam punya sistem pendidikan yang sangat keren, kurikulumnya dibangun berdasarkan al-Qur’an dan as-sunnah dengan tujuan membentuk syakhsiyah islam (kepribadian islam). Segala hal yang bertentangan dengan kurikulum dan tujuan pendidikan akan dicampakkan sejauh mungkin.
Negara satu satunya institusi yang bisa membangun lingkungan kondusif dengan cara memperhatikan rakyat dari segala aspek, menerapkan sistem pendidikan, sistem pergaulan bahkan lingkup yang paling terkecil yaitu keluarga harus sesuai dengan aturan islam.
Islam satu satunya aturan yang berasal dari Allah sang khalik (pencipta) dan mudabbir (Maha Pengatur). Aturan dari Allah adalah aturan yang telah terbukti menyejahterakan umat manusia di 2/3 dunia selama 13 abad. Allahu a’lam bish shawwab.[]
Comment