Penulis: Puput Hariyani, S.Si | Pendidik Generasi
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Dunia pendidikan kembali dirundung duka. Tahun ajaran baru diawali dengan fenomena tawuran pelajar yang terjadi di berbagai kota.
Sebut saja kasus terbaru yang terjadi di Bogor sebagaimana dilansir beritasatu.com, sebanyak 20 pelajar menangis massal dan bersimpuh di kaki orang tua mereka saat dipertemukan di Polsek Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (23/7/2023).
Disusul kasus yang terjadi di Jakarta Utara. Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Metro Penjaringan Kompol Harry Gasgari mengungkapkan bahwa motif tawuran yang dilakukan kelompok pelajar di Jembatan Bandengan, Jakarta Utara hanyalah sekadar ingin mencari pengakuan atau eksistensi di media sosial (Antaranews.com)
Masih di bulan yang sama tawuran pelajar terjadi di Kota Tangerang, Kapolsek Teluknaga AKP Zuhri Mustofa mengatakan aksi tawuran terjadi pada Sabtu, 22 Juli 2023, pukul 16.00 WIB. Korban mengalami luka parah usai terkena sabetan senjata tajam (Tangerangnews.com).
Dilansir media jogja.tribunnews.com, aksi tawuran antar pelajar yang terjadi di Jalan Purworejo-Magelang KM 16, Dusun Simpu, Desa Ketosari, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, pada Senin (17/7/2023) sore semakin melengkapi kerusakan yang sudah akut dari tahun ke tahun.
Tawuran pelajar seolah menjadi tradisi yang mengakar di dunia pendidikan. Kejadian yang terus berulang memunculkan sejumlah pertanyaan publik, ada apa dengan generasi kita? Sekaligus mempertanyakan bagaimana kabar pendidikan kita hari ini, bukankah pergantian kurikulum senantiasa dilakukan, lantas mengapa belum memberikan kontribusi yang signifikan dan berkorelasi terhadap perbaikan generasi?
Pertanyaan ini tentu harus segera mendapatkan jawaban agar mampu dirumuskan solusi yang tepat. Setidaknya ada dua faktor utama yang menyebabkan tawuran pelajar terus terjadi. Pertama adalah faktor internal dan kedua adalah faktor eksternal.
Faktor internal meliputi beberapa hal diantaranya pola pikir yang rendah, krisis identitas, juga kontrol diri yang lemah.
Pola pikir generasi kita hari ini sangat lemah padahal pola pikir ini mempengaruhi sikap seseorang dan pilihan tingkah laku yang akan dilakukan. Kalau pola pikirnya belum matang maka sangat wajar jika sangat gegabah ketika hendak bersikap.
Krisis identitas, jamak dipahami bahwa remaja kita hari ini kehilangan arah dan jati diri sebagai hamba Allah. Kepribadian mereka tergerus arus kehidupan sekuler liberal yang mengagungkan kebebasan. Kehidupan dipersembahkan untuk hidup sesukanya, having fun, demi meraih kepuasan materi dan eksistensi diri.
Kontrol diri, lemahnya kontrol diri karena basic keimanan dan ketakwaan generasi yang juga tidak kuat. Akidah sekuler mengikis kekokohan bangunan akidah Islam generasi. Jiwanya kering dari nilai-nilai agama. Sehingga mereka menjadi generasi yang bermental sumbu pendek, mudah frustasi, galau, bunuh diri, tawuran, pengeroyokan hingga pembunuhan.
Faktor eksternal, pertama adalah keluarga yang menjadi tempat tumbuh kembang pertama bagi generasi. Keluarga lah yang menanamkan akidah Islam agar terbentuk generasi yang memiliki keimanan yang kokoh dan ketaatan kepada Allah Ta’ala.
Kedua, sekolah dan masyarakat. Setelah keluarga, tempat kedua bagi generasi adalah sekolah dan masyarakat. Sekolah menjadi tempat mereka menuntut ilmu dan masyarakat menjadi tempat mereka belajar bersosialisasi dan mengembangkan diri.
Sementara kita pahami hari ini sistem pendidikan kita tidak berkiblat pada landasan akidah Islam secara utuh. Sistem pergaulan kita hari ini juga acapkali memberi pengaruh negatif terhadap tumbuh kembang generasi.
Ketiga, negara. Negara harus mengambil peran sentral dalam upaya mensinergikan berbagai komponen baik keluarga, sekolah maupun masyarakat. Menerapkan hukum-hukum Islam sekaligus memberikan sanksi bagi pelanggaran. Menutup segala akses media yang mempertontonkan tayangan yang tidak baik.
Oleh karenanya, menyelesaikan persoalan generasi harus melibatkan seluruh pihak untuk saling bekerjasama dan bahu membahu baik keluarga, sekolah-masyarakat juga negara. Kesemuanya akan terwujud jika negara mengambil peran penuh dengan menggunakan aturan Islam dan sanksi yang tegas agar memberikan efek jera.
Dengan demikian semoga terwujud generasi yang shalih shalihah, pemuda cinta ilmu, bertakwa dan menjadi pelopor perubahan dalam asuhan sistem kehidupan Islam. _Wallahu alam bi ash showab.[]
Comment