RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Ketika kehidupan dunia sudah tidak diatur dengan syariah Allah akan mengakibatkan manusia lalai akan tujuan hidup, lupa akan hari akhir dan kedahsyatannya, lupa bahwa kehidupan ini adalah sawah dan ladang beramal untuk akhirat.
Akibatnya suburlah pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup (hedonisme) dan serba-boleh (permisif). Masyarakat berubah haluan menjadi pemburu kesenangan dan kepuasan dalam hidupnya.
Kasus yang menyeret AM (46), pengajar sebuah pondok pesantren di Bangkalan Madura, Jawa Timur menjadi perbincagan di media sosial. AM diringkus pihak kepolisian usai terbukti mengedarkan sabu-sabu kepada santrinya.
Kepada pihak kepolisian, AM mengklaim dirinya mengedarkan sabu-sabu kepada santri karena tidak ada larangan dalam kitab suci Al-quran. Pelaku juga mengatakan, sabu-sabu membuat orang lebih semangat membaca Al-quran. (Suarajatim.id, 23/1/2020)
Astaghfirullah, kenapa bisa seorang pendidik malah merusak anak didiknya? Bagaimana bisa orang akan bersemangat membaca ayat Allah sedangkan apa yang dikonsumsinya adalah sesuatu yang diharamkan Allah?
Narkoba adalah segala materi (zat) yang menyebabkan hilangnya kesadaran pada manusia atau hewan dengan derajat berbeda-beda, seperti hasyisy (ganja), opium, dan lain-lain. (maaddatun tusabbibu fil insan aw al hayawan fuqdan al wayi bidarajaatin mutafawitah). (Ibrahim Anis dkk, Al Mujam Al Wasith, hlm. 220).
Syaikh Saaduddin Musid Hilali mendefisinikan narkoba sebagai segala materi (zat) yang menyebabkan hilangnya atau lemahnya kesadaran/penginderaan. (Saaduddin Musid Hilali, At Ta`shil As Syari li Al Kahmr wa Al Mukhaddirat, hlm. 142).
Tak ada perbedaan di kalangan ulama mengenai haramnya narkoba dalam berbagai jenisnya, baik itu ganja, opium, morfin, mariyuana, kokain, ecstasy, dan sebagainya.
Sebagian ulama mengharamkan narkoba karena diqiyaskan dengan haramnya khamr, karena ada kesamaan illat (alasan hukum) yaitu sama-sama memabukkan (muskir).
Sebagian menyatakan haramnya narkoba bukan karena diqiyaskan dengan khamr, melainkan karena dua alasan; Pertama, ada nash yang mengharamkan narkoba, Kedua, karena menimbulkan bahaya (dharar) bagi manusia. (Syaikh Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, juz IV, hlm. 177)
Dari Ummu Salamah r.a , ia berkata:
“Rasulullah saw melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah)” (HR. Abu Daud no. 3686 dan Ahmad 6: 309)
Yang dimaksud mufattir, adalah zat yang menimbulkan rasa tenang/rileks (istirkha`) dan malas (tatsaqul) pada tubuh manusia. (Rawwas Qal’ahjie, Mu’jam Lughah Al Fuqoha`, hlm. 342).
Dari Ibnu ‘Abbas r.a, Rasulullah saw bersabda: “tidak boleh berbuat madlarat dan hal yang menimbulkan madlarat.” (HR. Ibnu Majah no. 2340, Ad Daruquthni 3: 77, Al Baihaqi 6: 69, Al Hakim 2: 66).
Disamping nash, haramnya narkoba juga dapat didasarkan pada kaidah fiqih tentang bahaya (dharar) yang berbunyi: Al ashlu fi al madhaar at tahrim (hukum asal benda yang berbahaya [mudharat] adalah haram). (Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyah Al Islamiyah, 3/457; Muhammad Shidqi bin Ahmad Al Burnu, Mausuah Al Qawaid Al Fiqhiyah, 1/24).
Kaidah ini berarti bahwa segala sesuatu materi (benda) yang berbahaya, hukumnya haram, sebab syariah Islam telah mengharamkan terjadinya bahaya. Dengan demikian, narkoba diharamkan berdasarkan kaidah fiqih ini karena terbukti menimbulkan bahaya bagi penggunanya.
Sanksi (uqubat) bagi mereka yang menggunakan narkoba adalah tazir, yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh Qadhi, misalnya dipenjara, dicambuk, dan sebagainya.
Sanksi tazir dapat berbeda-beda sesuai tingkat kesalahannya. Pengguna narkoba yang baru beda hukumannya dengan pengguna narkoba yang sudah lama. Beda pula dengan pengedar narkoba, dan beda pula dengan pemilik pabrik narkoba. Tazir dapat sampai pada tingkatan hukuman mati. (Saud Al Utaibi, Al Mausuah Al Jina`iyah Al Islamiyah, 1/708-709; Abdurrahman Maliki, Nizhamul Uqubat, 1990, hlm. 81 & 98).
Dalil keharaman narkoba sudah sangat jelas. Maraknya narkoba hingga masuk dikalangan pesantren adalah buah penerapan sistem sekularisme di negeri ini, akidah yang memisahkan aturan agama dalam kehidupan. Standar perbuatan dilihat dari aspek manfaat dan materi semata. Bukan berdasarkan halal dan haram.
Jika itu menguntungkan bahkan bisa menghasilkan materi maka akan diambil, sekalipun bertentangan dengan syariah.
Sudah saatnya kita mencabut akar masalah dari segala sumber masalah yang menjangkiti umat hari ini. Buang sekularisme! Terapkan Islam kaffah dalam mengatur kehidupan ini. Agar hidup berkah, selamat dunia dan akhirat. Wallahua’lam[].
*Penulis Muslimah Revowriter Majalengka
Comment