Tatik Utomo: Harapan Kosong Dan Keadilan Dalam Sistem Demokrasi

Opini529 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Upaya mencari dan menuntut keadilan adalah hal yang biasa bagi setiap manusia yang merasa terdzolimi, tapi masih bisakah keadilan ini didapatkan dalam carut marut sistem peradilan di negara ini?

Sebagaimana baru-baru ini , Jaksa menuntut dua penyerang Novel Baswedan dengan hukuman pidana selama 1 tahun penjara. Apa alasan JPU memberikan tuntutan yang dinilai publik sangat ringan itu?

Dalam pertimbangan tuntutan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (KPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jalan Gajah Mada, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (11/6/2020), jaksa menyebut kedua terdakwa tidak sengaja menyiramkan air keras ke bagian wajah Novel.

Menurut jaksa, kedua terdakwa hanya ingin menyiramkan cairan keras ke badan Novel. “Bahwa dalam fakta persidangan, terdakwa tidak pernah menginginkan melakukan penganiayaan berat. Terdakwa hanya akan memberikan pelajaran kepada saksi Novel Baswedan dengan melakukan penyiraman cairan air keras ke bagian badan Novel Baswedan namun mengenai kepala korban.

Akibat perbuatan terdakwa tersebut mengakibatkan mata kiri Novel Baswedan hingga cacat permanen,” ujar jaksa saat membacakan tuntutan. (Detiknews/11/6/2020)

Tuntutan satu tahun terhadap penyerang penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, mendapat perhatian publik termasuk Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (KKRI).

Ketua Komisi Kejaksaan RI Barita Simanjuntak mengatakan, pihaknya bisa memahami kekecewaaan masyarakat atas tuntutan dalam perkara penyerangan terhadap Novel Baswedan. Pihaknya berjanji akan memberikan sejumlah rekomendasi setelah persidangan berakhir .

Hal itu sesuai dengan Perpres 18 Tahun 2011 Tentang KKRI. Mengutip pasal 13, disebutkan bahwa dalam menjalankan tugas dan kewenangannya KKRI tidak boleh mengganggu tugas kedinasan dan mempengaruhi kemandirian Jaksa dalam melakukan penuntutan, sehingga untuk materi maupun teknis penuntutan adalah ranah Kejaksaan.(liputan6.com,14/6/2020)

Pengamat politik Rocky Gerung mengibaratkan air keras yang digunakan pelaku saat menyiramkan ke mata penyidik KPK Novel Baswedan adalah air keras kekuasaan.

Untuk itu, ia meminta agar mata publik tidak buta dengan proses peradilannya. Apalagi jaksa penuntut umum (JPU) dalam persidangan itu justru menuntut hukuman pidana penjara hanya satu tahun kepada kedua terdakwa. Hal ini disampaikan oleh Rocky Gerung pasca menyambangi kediaman Novel Baswedan bersama sejumlah tokoh lainnya di Jalan Deposito T8, RT 03/10, Kelapa Gading, Jakarta Utara pada Minggu, 14 Juni 2020.

Rocky Gerung seperti dikutip vivanews (14/6/2020) mengaku sengaja datang ke kediaman Novel Baswedan untuk melihat apa di balik butanya mata Pak Novel ini.

Kita tahu Pak Novel sendiri sudah tidak peduli dengan butanya mata dia karena sudah bertahun-tahun. Jadi yang bahaya hari ini adalah tuntutan jaksa ini sebagai air keras baru buat mata publik dan mata keadilanj.

Tidak berlebihan kiranya bila kita pun mempunyai pendapat/pikiran yang sama bahwa insiden ini makin menambah catatan buruk tentang penegakan hukum di negeri kita.

Hukum yang dibuat seharusnya memberikan rasa keadilan bagi setiap warga negara yang menjadi korban kesewenang-wenangan . Namun nyatanya keadilan yang diharapkan hanya akan menjadi harapan kosong belaka .

Apa yang melandasi ringannya tuntutan jaksa terhadap kedua terdakwa Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis perlu kita pertanyakan.

Bagaimana bisa jaksa hanya menekankan bahwa penyiraman itu tidak disengaja mengenai kepala dari tujuan awal menyiram badan.

Apapun alasannya tidak sepatutnya jaksa memberikan tuntutan hukuman yang tidak masuk akal atau irasional. Coba kita bandingkan dengan kasus serupa yang mana tuntutan jaksa lebih tinggi dan lebih memenuhi rasa keadilan.

Seperti misalnya kasus Ruslam yang menyiram air keras terhadap istri dan mertuanya, pada tahun 2018,  jaksa menuntut Ruslam dengan pidana penjara 8 tahun dipotong masa tahanan tapi hakim akhirnya memutuskan hukuman yang jauh lebih berat yakni 10 tahun penjara .

Rasa keadilan telah menjadi barang langka di negeri ini, karena banyaknya kasus peradilan yang carut marut . Lembaga peradilan yang tidak menghasilkan keadilan, layaknya pisau tumpul keatas dan tajam ke bawah.

Hukum hanya berpihak kepada penguasa dan pemilik uang. Jadilah praktek dan pelaksanaan hukum di negeri ini mayoritas dijalankan seperti layaknya hukum rimba, siapa kuat maka dialah pemenangnya.

Dalam negeri sekuler kapitalis hukum yang dipakai tentu tidak berlandaskan dengan hukum syara yakni Al-Quran dan As-Sunah tetapi hukum buatan manusia itu sendiri.

Padahal akal manusia itu lemah dan terbatas. Dan tentu saja hukum ini hanya berdasar naluri dan perasaan .
Karenanya hukum buatan manusia ini tentu akan selalu berubah-ubah tergantung lingkungan dan pesanan mereka yang berkepentingan dan yang pasti tidak membuat jera bagi pelaku kejahatan.

Sehingga bisa dipastikan tidak akan mampu mencegah tindak kejahatan sehingga akan terus berulang oleh pelaku yang sama ataupun orang yang berbeda.

Tentu sangat berbeda dengan hukum dalam negara islam, di mana hukum dalam negara islam mempunyai dua sifat yakni memberi efek jera dan menjadi penebus dosa di akhirat .

Lalu bagaimana rasa keadilan di tengah masyarakat bisa terwujud? Tentulah kita harus kembali kepada yang membuat hukum yaitu Allah SWT yang menyatakan tentang kesempurnaan islam seperti dalam TSQ.Al-maidah (5)ayat 3:

“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku-ridhoi islam itu jadi agama bagimu.”

Dalil ini dapat dinyatakan sebagai sistem hukum dan peradilan dalam islam, satu kesatuan sistem islam yang terpancar dari aqidah islam, bahwa tidak ada pembuat hukum yang wajib ditaati kecuali Allah SWT. Karena hanya Allah SWT yang lebih mengetahui tentang makhluk cipataanNYA.

Allah SWT menciptakan manusia beserta seperangkat aturan yang tentu saja lebih baik bagi manusia itu sendiri .
Karenanya dalam islam dikenal dengan qishash . “dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas)nya, maka itu (menjadi) penebus dosa baginya.

Kemudian pada ayat lain Allah SWT berfirman “Dan dalam kisas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagi kalian, hai orang-orang yang berakal, supaya kalian bertakwa.” (Q.S Al-Baqarah:179)

Tapi dalam sistem negara sekuler kapitalis yang memisahkan agama dari kehidupan dan aturan islam tidak dipakai seluruhnya karena umat islam kebanyakan tidak berislam secara kaffah atau menyeluruh, maka jadilah syariat islam dianggap sebagai prasmanan. Aturan yang disukai maka akan dipakai tapi aturan yang sekiranya memberatkan akan ditinggalkan .

Menjalankan sebagian syariat islam dan meninggalkan sebagian yang lain, Allah SWT telah menegaskan bahwa manusia akan hidup dalam kenistaan selama di dunia. Sebagaimana firman Allah SWT : “Apakah kalian mengimani sebagian isi Kitab lalu ingkar terhadap sebagian yang lain? Tidak ada balasan (yang pantas) bagi orang yang berbuat demikian di antara kalian, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia. Dan pada hari kiamat kelak mereka akan dimasukkan ke dalam azab neraka yang sangat pedih. Allah sama sekali tidak lengah mencatat semua perbuatan kalian.” QS. Al-Baqarah (2): 85.

Maka seharusnya kita menerapkan hukum syara dalam seluruh aspek kehidupan.

Karena saat kita berislam secara kaffah maka itu akan mencegah kita dari mengikuti langkah-langkah syetan .Sebagaimana firman Allah SWT : “Wahai orang-orang yang beriman, masuk Islam lah kalian secara kâffah (totalitas), dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kalian”. QS. Al-Baqarah (2): 208.

Demikianlah bagaimana perbedaan negara dalam sistem sekuler kapitalis dan negara yang dibangun berdasarkan syariat islam, dalam menegakkan keadilan bagi umatnya. Hanya sistem islam yang mampu memberikan keamanan dan kemaslahatan bagi umat, bukan hanya kepada kaum muslim sendiri tapi juga kepada nonmuslim.

Karena pada dasarnya dalam sistem islam semua memiliki hak dalam memperoleh keadilan. Karena dalam negara islam semua orang mempunyai kedudukan yang sama dimata hukum .
Wallahu a’lam bi’showab.[]

 

Comment