Tarif Tol Naik, Komersialisasi Layanan Publik dan Kapitalisme

Opini114 Views

 

Penulis: Heidy Sofiyantri |Aktivis Dakwah

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Dilansir dari Kompas.com, Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) mengatakan tentang rencana kenaikan tarif untuk 13 ruas jalan tol pada kuartal 1 -2024, Senin (15/1/2024).

Rencana ini termasuk ruas-ruas tol yang sebelumnya dijadwalkan untuk penyesuaian tarif pada tahun 2023 namun masih dalam proses.

Kepala BPJT Miftachul Munir menyatakan, kenaikan tarif tol akan dilakukan setelah memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk setiap ruas tol. Ruas tol baru akan mengalami penyesuaian setelah memenuhi Standar Operasional Prosedur (SOP).

“Penyesuaian tarif jalan tol akan dilakukan secara bertahap dan untuk penetapan dan pemberlakuannya menunggu arahan dari Bapak Menteri PUPR Basuki Hadimuljono”, jelas Munir.

Aturan terkait penyesuaian tarif tol sudah ditetapkan dalam UU jalan No. 2 tahun 2022 tentang jalan. Perubahan kedua atas UU No. 38 tahun 2004 tentang jalan. Dalam pasal 48 ayat 3 tertulis bahwa evaluasi dan penyesuaian tarif tol dilakukan setiap 2 tahun sekali berdasarkan pengaruh laju inflasi dan evaluasi terhadap pemenuhan SPM jalan tol.

Rencana kenaikan tarif ini menunjukan komersialisasi jalan tol. Kenaikan secara berkala dengan alasan penyesuaian ini tentunya akan menambah beban masyarakat khususnya pengguna jalan tol.

Sejatinya, fasilitas jalan dan sarana publik lainnya merupakan kewajiban pemerintah dalam rangka memenuhi kebutuhan rakyat yang disediakan negara secara cuma-cuma.
Namun kapitalisme saat ini menyerahkan tanggung jawab tata kelola pelayanan publik kepada korporasi atau swasta, termasuk jalan tol.

Pemerintah diposisikan sebagai regulator untuk memberikan kemudahan regulasi kepada korporasi dan mendukung kenaikan tarif tol berulang-ulang untuk mendapatkan keuntungan yang besar secara terus menerus dan menjaga kepercayaan investor yang menyebabkan pemerintah hanya berorientasi pada kelangsungan bisnis korporasi.Jalan publik dikomersialisasi, tarif tol akan terus naik dan tentunya akan membuat masyarakat semakin sulit.

Berbeda dengan islam. Jalan dibangun untuk kemaslahatan umat, bukan untuk kemaslahatan korporasi, dan untuk memudahkan jalur transportasi, jalan adalah milik umum, negara dilarang untuk mengkomersialisasi kebutuhan rakyat.

Islam memandang jalan raya adalah bagian dari pelayanan negara dalam upaya memenuhi kebutuhan pokok rakyat. Tidak ada biaya yang dibebankan kepada publik, atau gratis, karena tujuannya bukan mencari keuntungan. Negara tidak menyerahkan tanggung jawab tata kelola pelayanan publik kepada korporasi termasuk jalan tol.

Negara menjamin baik sarana maupun prasarana yang memungkinkan umat dapat beraktivitas dengan mudah aman dan nyaman. Pembangunan infrastruktur publik dibangun dengan standar yang berkualitas menggunakan teknologi mutakhir.

Pemanfaatan tehnologi merupakan bentuk pelayanan kepada umat bukan untuk meraup keuntungan materi dari pengguna jalan.

Pembangunan jalan disesuaikan dengan kebutuhan rakyat dengan jumlah penduduk dan kebutuhan akses, bukan karena kepentingan bisnis tapi sebagai pelayanan untuk rakyat, karena negara bertanggung jawab terhadap rakyatnya.
Rasulullah Saw bersabda:

“Seorang Imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai petanggungjawabannya atas urusan rakyatnya” (HR. Bukhari dan Muslim). Wallahu ‘alam bishowab.[]

Comment