Penulis: dr. Airah Amir | Dokter IGD RSUD Kota Makassar
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Seberapa banyak anda mengetahui tentang kebijakan Kota Layak Anak (KLA)? Kebijakan KLA telah berjalan selama tujuh belas tahun dan telah memberikan sepuluh kali penghargaan bagi kabupaten/kota yang masuk dalam kriteria KLA.
Tujuan kebijakan ini adalah untuk mewujudkan Indonesia Layak Anak (Idola) tahun 2030 dan Indonesia Emas tahun 2045 mengingat Indonesia akan mengalami bonus demografi 2030 dan jumlah penduduk Indonesia sepertiganya adalah kategori anak. Sehingga kualitasnya harus terus ditingkatkan.
Anak, dalam proses tumbuh kembangnya menjadi manusia dewasa memerlukan sarana dan perlindungan agar dapat optimal tumbuh sebagai manusia dewasa, baik fisik, mental maupun sosialnya. Mewujudkan kota layak anak adalah salah satu solusinya.
Pada tanggal 23 Juli 2023, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) memberikan penghargaan KLA pada kabupaten/kota kepada 360 kabupaten/kota.
Menurut Menteri KemenPPPA, Bintang Puspayoga, penghargaan KLA tahun ini menunjukkan peningkatan yang cukup tajam di masing-masing kategori dari tahun sebelumnya. KemenPPPA pada tahun 2006 untuk pertama kalinya memperkenalkan kebijakan kabupaten/kota layak anak atau kota ramah anak dengan tujuan untuk mentransformasikan hak anak ke dalam proses pembangunan.
Namun capaian penghargaan yang diperoleh kabupaten/kota belum signifikan menjamin hak-hak anak telah terpenuhi. Apalagi masih banyak anak yang menjadi korban dari berbagai kasus di daerah. Menyediakan lingkungan yang nyaman dan aman untuk tumbuh kembang anak, mencari solusi bagi anak yang bekerja di jalanan, mencegah anak dari eksploitasi seksual adalah pekerjaan rumah besar saat ini. Belum lagi masalah mal administrasi yang menyebabkan anak kehilangan hak pendidikan dan hak mendapatkan pelayanan kesehatan.
Data dari KPAI tahun 2022 menyebutkan terdapat 5 juta anak tidak memiliki akta kelahiran yang menghambat anak untuk akses kesehatan dan pendidikan. Malangnya, kebanyakan dari mereka berasal dari keluarga miskin yang karena ketiadaan akta kelahiran menyebabkan identitasnya tidak diakui oleh negara sehingga menyebabkan kehidupannya semakin sulit.
Berapa banyak anak yang bekerja di jalanan? Di Indonesia berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada tahun 2022 diketahui 9 juta anak Indonesia bekerja. (liputan6.com). Maraknya eksploitasi anak terutama menjadi pekerja merupakan hal yang jamak dijumpai dalam kondisi perekonomian sulit saat ini.
Kasus tindak kekerasan seksual dengan pelaku dan korban yang masih di bawah umur masih terus menghantui, ditengarai akibat akses anak terhadap konten pornografi yang makin mudah. Fakta ini sesuai dengan data yang dirilis Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) yang menyatakan bahwa 34,5 persen anak laki-laki dan 25 persen anak perempuan sudah pernah melakukan kegiatan seksual. Terdapat pula 66 persen anak laki-laki pernah menonton kegiatan seksual melalui game online.
Perlu mengetahui ragam ancaman seksual pada anak meliputi video online seks yaitu anak dilibatkan dalam aktivitas seksual lewat siaran webcam, pornografi anak yaitu anak dilibatkan dalam aktivitas seksual yang ditayangkan dalam media, online grooming yaitu pelaku berkomunikasi dengan anak dengan tujuan menghasut korban agar terlibat dalam aktivitas seksual, sexting yaitu dengan sengaja membagikan pesan seks atau gambar sensualitas diri sendiri dan sextortion yaitu korban dipaksa memberikan layanan seksual atau memproduksi materi seksual.
Meningkatnya kasus eksploitasi dan kekerasan terhadap anak menjadi indikasi untuk memperkuat sistem perlindungan anak, sebab penanganan pekerja anak dan perlindungan anak dari kekerasan menjadi salah satu indikator dalam skema kabupaten/kota layak anak.
Mewujudkan kota layak anak dan membebaskan anak dari risiko kekerasan membutuhkan solusi menyeluruh. Keluarga sebagai madrasah pertama dan utama tidak boleh lalai dalam menjalankan fungsi pendidikan utamanya – pendidikan agama, sebagai benteng anak menjalani hidup. Kesulitan ekonomi kerap memaksa kedua orangtua untuk bekerja dan meninggalkan anak tanpa pengawasan optimal dalam masa tumbuh kembangnya.
Masyarakat memiliki peran mengontrol pelanggaran hukum yang terjadi di masyarakat. Dalam sistem Islam terdapat Qodhi Hisbah di tempat umum sehingga anak terjaga keamanannya meski berada di area Publik.
Sanksi tegaspun diberlakukan terhadap pelaku kekerasan anak sebagai pencegah dan penebus dosa dari kejahatan yang dilakukan. Demikianlah Islam menjamin perlindungan bagi masyarakat, utamanya bagi anak.[]
Comment