Oleh: Mutiara Aini, Aktivis Dakwah
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Bukan hanya tahun ini, tahun tahun sebelumnya pun kasus penistaan terhadap agama terus bermunculan. Kali ini dilakukan oleh seorang youtuber bernama Sindy Paul Soerjomoelyono alias Joseph Paul Zhang yang mengaku sebagai nabi ke-26.
Dalam pengakuannya yang diunggah melalui kanal YouTube miliknya itu, dalam sebuah forum diskusi zoom berdurasi 182 menit dengan tema “Puasa Lalim Islam” itu Paul Zhang juga menghina nabi Muhammad dan Allah SWT sebagaimana dilansir inews.id (17/4/21).
Tak hanya itu, Zhang juga menantang untuk dilaporkan ke pihak kepolisian sebagai penista agama dan berjanji akan memberikan sejumlah uang kepada lima pelapor.
Kejadian yang Terus Berulang
Bukan hal baru, kasus penghinaan terhadap agama terus terjadi dan semakin marak di negeri mayoritas muslim. Publik pun menganggap bahwa kejadian ini merupakan hal yang biasa di negeri sekuler yang menjamin berbagai kebebasan. Siapa pun bebas berkata semaunya meski menyinggung atau mengolok-olok agama lain. Hukum yang ada tidak membuat jera pelaku. Islam dikesampingkan dan tidak dijadikan sebagai aturan.
Jika nonmuslim mengalami kerugian, pemerintah begitu cepat menyuarakan dan mengatakan “intoleran” namun sebaliknya jika umat Islam yang yang dihinakan, diminta untuk tetap bersabar.
Padahal penistaan agama termasuk kejahatan serius yang harus segera ditindak dan diurus. Lantas di manakah bukti pengamalan toleransi beragama?
Penista Agama dampak Penerapan Sistem Sekularisme
Melihat kejadian ini, pemerintah kurang sigap bertindak walaupun umat telah mendesak agar kasus ini segera diusut. nyatanya publik hanya disuguhi wacana-wacana kosong tanpa aksi nyata. Bahkan, umat Islam dianggap terlalu berlebihan menuntut keadilan dari pemerintah atas kasus ini.
Maka, mustahil jika umat Islam berharap pada sistem sekuler untuk mengatasi hal ini. Umat diminta untuk terus bersabar, tidak reaktif dan bertindak anarkis menghadapi para penista.
Lantas apakah yang dimaksud dengan sabar? Apakah hanya berdiam diri? Bukankah sabar itu mengerahkan segala daya upaya atas semua perkara?
jika demikian, mestinya pemerintah harus bisa mengerahkan segala daya upaya untuk mengatasinya baik dari segi hukum Dan atau melalui aparat. Jika dibiarkan, para penista akan tetap beraksi dan mengulangi lagi.
Patut kita renungi perkataan Buya Hamka berikut,
“Apabila girah telah tak ada lagi, ucapkanlah takbir empat kali ke dalam tubuh umat Islam itu. Kencangkanlah kain kafannya, lalu masukkan ke dalam keranda, dan antarkan ke kuburan. Jika agamamu, nabimu, dan kitabmu dihina, kamu berdiam diri saja, jelaslah girah telah hilang dari dirimu. Jika girah telah hilang dari hati, gantinya hanya satu, yaitu kain kafan tiga lapis. Sebab, kehilangan girah sama dengan mati.”
Islam Sebagai Solusi
Beginilah jika negara tidak menjadikan Islam sebagai sumber aturan. Keadilan dan keamanan tidak akan pernah didapatkan oleh warga negara jika aturan kehidupan yang diterapkan masih menggunakan aturan selain Islam dan kasus ini pun akan terus terjadi sepanjang masa.
Padahal, para Khalifah telah memberi teladan kepada umat Islam dalam menyikapi para penista agama. Salah satu contoh Khalifah Abu Bakar ash- Shiddiq yang memerintahkan untuk membunuh penghina Rasulullah saw.
Hal yang sama juga dilakukan Khalifah Umar bin Kaththab ra. Beliau pernah mengatakan, “Barang siapa mencerca Allah atau mencaci salah satu Nabi, maka bunuhlah ia!” (Diriwayatkan oleh Al-Karmani rahimahullah yang bersumber dari Mujahid rahimahullah)
Begitulah sikap para pemimpin Islam, tegas dalam menindak para penista agama demi menjaga kemuliaan agama Allah, tanpa kompromi atau bersikap lemah di hadapan penista. Sebab, salah satu tujuan-tujuan syariat adalah menjaga agama.Wallahu àlam bisshawwab.[]
_____
Comment