Oleh: Puput Hariyani, S.Si, Pendidik Generasi
__________
RADARINDONESIANEWS..COM, JAKARTA — It is Enough! Kedudukan orang tua dalam Islam tak perlu diragukan. Betapa Islam memposisikan malaikat berwujud manusia ini dengan penuh kemuliaan. Surga berada di bawah telapak kakinya. Bikin hati siapapun yang mendengar meleleh karenanya.
Surat cinta Allah terkhusus untuknya. Al Isra’ ayat 23-24 menjadi bukti otentik yang mengisahkan betapa seorang anak wajib memperlakukan kedua orang tua dengan sebaik-baiknya.
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada Ibu Bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”
Kata “ah” saja dilarang, apalagi membentak, menyakiti, membuang atau menelantarkannya. Hati orang tua itu tipis, mudah robek dan cepat hancur. Mereka tak butuh apapun kecuali cinta kasih tulus putra putrinya.
Birrul walidain atau merawat orang tua merupakan amalan yang utama dan amalan ini merupakan hak orang tua atas anak-anaknya. Keberadaan mereka menjadi pintu gerbang untuk masuk ke dalam surga. Bukankah setiap manusia merindukan surga sebagai tempat kembalinya? Dan salah satu pintu surga itu ada di rumah kita.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Muslim, Rasulullah SAW bersabda; “Celaka seseorang itu(diulang tiga kali), sahabat bertanya: siapa yang celaka wahai Rasulullah? Beliau menjawab: orang yang mendapati salah satu orang tuanya atau dua-duanya dalam keadaan tua, kemudian (anak tersebut) tidak masuk surga.”
Banyak orang yang menyesali sisa hidupnya tersebab tak mampu merawat kedua orangtuanya. Karena baginya ia telah melewatkan surga. Namun kini, surga yang dirindukan itu justru ditelantarkan.
Tak sedikit orang tua yang hari ini tersakiti perasaan, tersayat hatinya dan menangis karena ulah the most beloved child. Bayi yang dulu ia besarkan dengan penuh cinta kini menyingkirkannya.
Kisah pilu seorang ibu di usianya yang ke-80 tahun ditinggal anaknya di jalan. Ia tunggu anaknya hingga larut malam tapi tak kunjung datang. Disusul kisah tragis seorang ayah yang berusia lanjut pada akhirnya meninggal di salah satu lokasi di Banda Aceh. Posturnya yang kurus, lemah, nafas terengah-engah dan tangan membengkak sama sekali tak menggetarkan sedikitpun bagi sang anak.
Ada juga ayah bunda yang sengaja dititipkan di panti jompo dengan alasan tak mampu merawat karena keterbatasan ekonomi.
Terenggutnya nurani seorang anak yang tega terhadap orang tuanya bukan terjadi secara tiba-tiba. Sebagaimana kemiskinan massal yang yang dialami sebagian besar masyarakat.
Tidak berlebih jika dikatakan bahwa sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini adalah biang kerok persoalan, muara dari segala kerusakan. Sistem yang menjadikan sekulerisme sebagai landasan dan keuntungan sebagai goal setting benar-benar mengabaikan kesejahteraan, mematikan rasa dan menafikkan tercapainya keadilan yang merata.
Model kepemimpinan yang bertolak belakang dari tatanan Islam ini menelanjangi diri dengan melepaskan tanggung jawab negara terhadap kewajiban meriayah rakyat. Membiarkan masyarakat berjuang sendiri mencari penghidupan yang kian rumit.
Seorang ayah sebagai penanggung jawab nafkah kesulitan mendapat akses lapangan kerja. Sementara seorang ibu diberi ruang untuk bertarung di tengah kerasnya hidup dengan meninggalkan keluarga, itupun dengan imbalan yang tak sebanding dengan besarnya kebutuhan. Inilah realitas yang tak terbantahkan.
Kondisi ini harus segera diakhiri. Kaum muslimin wajib mengambil Islam sebagai solusi. Bukan solusi individual semata tetapi solusi sistemik. Yakni sistem Islam yang biasa dikenal dengan istilah sistem Khilafah Islamiyah.
Negara model Khilafah akan menjamin lahirnya insan yang paham akan tanggung jawab terhadap orang tua dan menutup kran lahirnya anak durhaka. Dimulai dari pendidikan sejak dini baik di level keluarga maupun satuan pendidikan dan diperketat dengan kontrol sosial di masyarakat.
Edukasi berantai di berbagai komponen jelas akan berimbas pada penguatan identitasnya sebagai seorang hamba yang setia menjalankan penghambaannya secara totalitas kepada Allah semata. Berbakti kepada orang tua tidak dipandang sekedar balas budi tetapi karena Allah mewajibkannya.
Begitupun negara Khilafah akan bertanggung jawab memastikan terpenuhinya kebutuhan seluruh rakyat sehingga tidak ada alasan untuk menelantarkan orang tua hanya karena tak mampu secara finansial. Sehingga setiap insan mampu menjalani kehidupan secara dinamis di satu sisi dan menempatkan orang tua pada kedudukan yang semestinya sebagaimana Islam mengajarkan. Wallahu’alam bi ash-showab.[]
Comment