Sumiati |
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Baru-baru ini, Indonesia diributkan lagi dengan kebijakan baru terkait PPDB yang menggunakan jalur-jalur tertentu, di antaranya zonasi. Cukup membuat tercengang para orang tua, apalagi kericuhan di tengah antrian para orang tua sudah banyak terjadi.
Fakta yang bisa kita saksikan hari ini antara lain antrian ratusan orangtua siswa rela berdiri dan berpanas-panasan untuk melakukan pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di SMKN 7 Baleendah, Kabupaten Bandung.
Pantauan detikcom, Senin (17/6/201) ratusan orangtua siswa itu datang sejak pagi hari, sebagian di antaranya yang tidak mendapatkan tempat duduk rela berdiri di bawah pohon. Mereka juga rela panas-panasan di bawah terik sinar matahari.
Ade (45) salah satu orangtua siswa mengatakan, ia datang ke SMKN 7 Baleendah sekitar Pukul 07.00 WIB bersama anaknya Fikiran (16). “Datang tadi pagi Pukul 07.00 WIB. Mau daftar dapat nomor antrean 71. Pengen masuk Jurusan Teknik Gambar Bangunan,” katanya kepada detikcom.
Ade mengatakan meski harus berdiri dan tersorot sinar matahari ia rela demi mendaftarkan anaknya ke SMKN 7 Baleendah. “Iya enggak kenapa-kenapa yang penting bisa daftar hari ini,” ujarnya.
Selain berdiri dan tersorot sinar matahari, sejumlah orangtua siswa juga duduk di selasar lapangan sekolah.
Pemandangan serupa pun terlihat di SMAN 1 Soreang, sudah sejak pagi hingga siang orangtua siswa mengantre untuk melakukan pendaftaran PPDB. Setelah menyerahkan berkas lengkap, mereka juga harus mengantre kembali untuk menggugah data ke server web Disdik Jabar yang dilakukan operator sekolah dan didampingi orangtua siswa.
Pihak sekolah mengatakan, antrean warga di hari pertama pendaftaran PPDB membeludak. “Hari ini membludak, pendaftaran mencapai 200. Kita batasi, hari ini 200 orang dulu. Tapi yang membawa formulir mencapai 400 lebih,” kata Wakil Kepala Sekolah Bidang Tata Usaha (TU) SMAN 1 Soreang Iyus Rusdita di SMAN 1 Soreang.
Ia mengaku kewalahan dengan membludaknya pendaftaran calon Siswa SMAN 1 Soreang. “Membludak, alhamdulillah pendaftaran hari pertama berjalan lancar,” ujarnya.
Iyus menerangkan, sesuai kebijakan Pergub tentang PPDB ada tiga jalur, di antaranya zonasi, ini dibagi tiga murni, kombinasi dan SKTM dan anak berkebutuhan khusus (ABK). Ada juga jalur prestasi.
“Zonasi murni 55 persen, kombinasi 15 persen, SKTM dan ABK 20 persen,” jelasnua.
Ia menambahkan, zonasi kombinasi gabungan nilai UN dan zonasi. “Nilai 70 persen dan zonasi 30 persen,” tambahnya.
Untuk seluruh jalur, SMAN 1 Soreang menyiapkan kuota untuk 400 orang siswa. “Kuotanya 400 orang, ada 12 (rombongan belaja) per rombelnya sekitar 36 orang,” pungkasnya. (ern/ern)
Kebijakan PPDB tahun ini, semakin membuat sistem pendidikan di Indonesia semakin tidak jelas, inilah hasil dari sistem Kapitalis Demokrasi. Segala sesuatu tidak pernah menjadi solusi, yang ada semakin menambah masalah dan masalah baru.
Walaupun klaim pembuat kebijakan untuk kemerataan agar tidak ada sekolah favorit, sehingga ada sekolah lain yang terpinggirkan. Namun kondisi ini tetap bukan solusi, dan ini ibarat bom waktu, dari hari ke hari, setiap kebijakan terus menumbuhkan rasa tidak percaya kepada penguasa maupun sistem yang ada.
Hal ini menyebabkan orang tua bingung ketika ingin memilih sekolah sesuai keinginan, karena akan terkait dengan zonasi tadi. Hingga ungkapan miris dari berbagai kalangan pun terlontar, di antaranya adalah jika ingin menyekolahkan anak di salah satu sekolah, namun jarak tidak pas dengan kebijakan baru ini, anak tersebut bisa tidak di terima. Dan memaksa orang tua menyekolahkan anak-anak mereka sesuai keinginan kebijakan tersebut. Ini termasuk pemaksaan dari pihak terkait. Karena para orang tua banyak memilih sekolah terbaik untuk anak-anak. Walaupun ada yang dekat, jika tidak cocok dengan hati, tentu tidak akan terpilih.
Tahun 2019 ini sungguh miris, di terimanya sekolah bukan lagi dengan nilai terbaik, namun dengan meteran, begitu celoteh warga net yang bosan dengan kebijakan ngawur ini. Akhirnya masyarakat kembali di bingungkan, di resahkan dengan situasi dan kondisi yang ada. Energi habis untuk memikirkan hal yang harusnya menjadi kewajiban negara memutuskannya.
Sebelumnya, warga Rancaekek misalnya, banyak yang bersekolah di SMAN 4 Bandung, dengan harapan pulang pergi menggunakan Kereta Api yang biayanya terjangkau, juga bisa bersekolah di sekolah favorit impian mereka.
Sekarang tentu hal itu tidak bisa lagi. Penerapan PPDB dengan sistem zonasi, tidak memungkinkan mereka bisa bersekolah ke Bandung kota. Pemandangan lama di Kereta yang di penuhi anak-anak berseragam abu putih tidak akan terlihat lagi. Sungguh hal ini menyebabkan pilu hati para orang tua.
Bagaimana dengan sistem Islam memandang hal ini?
Dalam Islam tentu tidak akan menyulitkan masyarakat ketika ingin menyekolahkan anak-anak mereka, tidak akan ada aturan yang menyusahkan rakyat. Bahkan Islam akan fokus meriayah masyarakat agar bisa menyekolahkan anak-anak mereka dengan mudah, murah, dan berkualitas, bahkan gratis, karena itu kewajiban negara. Sekolah atau menuntut ilmu hak dan kewajiban masyarakat, Negara akan memfasilitasinya dengan sebaik-baiknya periayahan.
Untuk pemerataan sekolah, di dalam Islam bukan dengan sistem zonasi, namun dengan meningkatkan kualitas guru dan sekolah itu sendiri, sehingga masyarakat bersekolah di manapun mereka nyaman karena sesuai dengan hati. Wallaahu a’lam bishawab.[]
*Member AMK Bandung
Comment