Suhaeni, M.Si*: Liberalisme Biang Keladi Masalah Predator Seksual

Opini638 Views

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Dunia geger. Seorang Mahasiswa kandidat Doktor asal Indonesia didakwa melakukan pemerkosaan berantai terhadap sedikitnya 195 pria di Inggris, negara tempatnya menimba ilmu.

Ya, dia adalah Reyhand Sinaga pemuda 36 tahun, yang terbukti melakukan 159 kasus pemerkosaan dan serangan seksual terhadap 48 pria, dijatuhi hukuman mati, seumur hidup oleh pengadilan Manchester, baru-baru ini.

Tiap kali melakukan aksinya dia terlebih dahulu membius sang korban seperti dilansir Tirto.id (8/01/2020).

Ironisnya tak ada raut wajah penyesalan dari pelaku dalam menghadapi 136 dakwaan di pengadilan. Ia berdalih melakukan perbuatan bejad tersebut atas dasar suka sama suka.

Meskipun berusaha keras menyanggah atas segala dakwaan hakim, namun hakim tetap memutuskan bersalah. Bahkan banyak warga Inggris yang menyumpahinya agar membusuk di neraka. Tidak sedikit pula warga mengecam atas aksi bejadnya.

Sesak rasanya dada ini melihat begitu bobroknya fakta ini. Mari kita berkaca pada kasus Reynhard, ternyata pendidikan tinggi tak menjamin seseorang berlaku akhlak mulia. Apalagi tempat menimba ilmu tersebut adalah Inggris, negara pengusung liberalisme (kebebasan).

Perilaku seksual sejenis di Inggris memang dilegalkan. Tidak dilarang. Asal dilakukan tanpa paksaan. Para pelaku LGBT di Inggris pun menjadi pilihan normal. Sehingga siapapun yang menjadi LGBT di negara tersebut dibiarkan bahkan dilindungi. Karena di Inggris kebebasan berprilaku dilindungi.

Minuman keras (khamr) menjadi faktor lain yang memberikan peluang terbukanya tindakan kejahatan ini. Di Inggris, minuman keras berbagai jenis, bentuk dan merk di Inggris dilegakkan. Warga yang berusia dewasa boleh mengonsumsinya sampai mabuk.

Bebas memperjualbelikannya. Peraturannya hanya batasan umur saja. Miris, kan? Hal ini dikarenakan berkaitan dengan kebebasan kepemilikan yang dilindungi. Ditambah lagi dengan banyaknya pemuda yang doyan pergi ke club malam. Dengan perilaku seperti ini, maka si predator seksual dengan sangat mudah untuk mendapatkan mangsanya.

Gaya hidup individualisme yang menjadi ciri khas masyarakat Barat. Semakin membuka peluang menumbuhsuburkan prilaku bobrok ini. Misal pada kasus ini, Reynhard dengan bangga memperkenalkan jati dirinya sebagai seorang gay. Bahkan dengan penuh kebanggaan memamerkan korban-korbannya sebagai pacar kepada teman-temannya. Namun, teman-temannya membiarkannya karena mengganggap bahwa hal tersebut adalah urusan pribadi Reynhard.

Masyarakat yang memiliki paham sukulerisme juga menjadi faktor penting yang melatarbelakangi prilaku bejat tersebut.

Paham ini memisahkan aturan agama dari kehidupan. Tuhan hanya ada di tempat-tempat peribadatan saja. Agama tidak perlu mengutur urusan dunia. Sehingga tidak jarang kita temukan orang yang rajin datang ke tempat peribadatan namun melakukan perbuatan yang dilarang agama. Mislanya Reynhard, yang dikabarkan rajin datang ke Gereja, ternyata kelakuannya lebih rendah dari pada binatang.

Paham sekuler inilah yang melegalkan adanya prilaku LGBT, minuman keras, dan individualis. Sebenarnya hukuman seumur hidup yang divoniskan kepada pelaku predator seksual seperti Reyhard masih dikategorikan ringan. Apalagi kejahatan ini dikategorikan sebagai kejahatan terbesar dalam sejarah Inggris.

Hukum Islam sangat keras terhadap pelaku LGBT. Bukan malah dilegalkan. Tentu jika hukuman bagi pelaku LGBT sesuai dengan hukum Islam, maka orang seperti Reynhard tidak akan punya ide untuk memperkosa ratusan pria. Bisa jadi tindakan kejahatan ini mustahil terjadi.

Islam juga melarang keras menenggak dan memperjualbelikan meninuman keras. Sehingga otak tetap bisa berfikir waras. Tidak mudah untuk dibawa sembarangan ke tempat tinggal orang lain. Islam juga memerintahkan untuk beramar ma’ruf nahi munkar. Peka terhadap sekitar. Tidak individualis. Tentu kejadian pemerkosaan berantai tersebut bisa dihindari.

Namun semuanya sudah terjadi. Tidak bisa diubah lagi. Tugas kita sebagai seorang muslim adalah mengambil pelajaran dari kajdian tersebut. Jangan seperti keledai yang jatuh pada lubang yang sama.

Kasus ini menjadi bukti bahwa liberalisme dengan segala ide kebebasannya menjadikan manusia berperilaku bukan layaknya sebagai manusia. Liberalisme hanya akan membawa petaka bagi manusia dan kemanusiaan.

Sudah saatnya semua aturan hidup diserahkan kepada Islam. Islam menjamin kejahatan seperti ini tidak akan terjadi di negara yang menerapkan aturan Islam secara kaffah.

Sudah saatnya kita mengopinikan kepada teman, keluarga dan masyarakat bahwa biangkeladi masalah predator seksual ini adalah liberalisme. Jangan sampai ditunda lagi.

Karena dengan menundanya berarti kita memberikan peluang kejahatan seperti Reynhard akan terulang kembali. Naudzubillah.

*Penulis adalah seorang dosen

Comment