RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Seorang pria paruh baya ditemukan tewas di sebuah kos-kosan di Jalan Jamin Ginting, Komplek Pamen, Medan Selayang, Sabtu (13/6/2020).
Sekitar pukul 17.10 WIB, personel polisi dari Polsek Medan Baru dan Tim Inafis Polrestabes Medan sedang mengindentifikasi mayat.
Seorang tetangga kost. korban, bernama Nisa mengatakan, korban tewas bunuh diri dengan menggunakan sarung yang digantung.
Lalu, istrinya menuturkan bahwa suaminya sudah dua bulan tidak bekerja, sehingga untuk makan, dirinya harus meminjam uang dari tetangga.
“Baru saya mau pergi ke luar saya bilang, saya mau cari uang pinjaman sama teman, belum ada ketemu. Saya naik angkot, biasanya dia jemput saya, tapi enggak dijemput di situ saya curiga,” tuturnya.
Lebih lanjut, Sri menceritakan, dirinya pulang sekitar pukul 15.40 WIB, namun kondisi rumah sudah terkunci. Rupanya setelah didobrak suaminya sudah tergantung di kamar mandi.
Ia membeberkan dirinya dengan suaminya itu memiliki masalah ekonomi untuk makan sehari-hari. Bahkan uang kost-kostan bulan ini tak juga dibayarkan.
“Karena kemarin ada masalah lapar karena keuangan, karena kami enggak dapat beras. Mau bayar uang kost ini juga enggak ada, sudah sebulan ini belum bayar,” ungkapnya.
Sri menjelaskan, suaminya berniat bekerja merantau ke Batam, namun di tengah masa pandemi ini membuatnya tak bisa pergi karena tidak memiliki kartu keterangan sehat. Tapi katanya harus ngurus surat bebas Covid-19 itu harganya 500 ribu, kami enggak punya uang untuk bayar itu,” katanya. (13/06/2020, Tribun-Medan.com)
Hal demikian adalah salah satu dari berbagai kasus angka kemiskinan di negeri ini yang tidak menemukan solusi hingga bunuh diri menjadi pilihan dalam menyelesaikan kesulitan ekonomi yang menjeratnya.
Sungguh ironis kondisi negeri ini, negara kaya dengan berlimpah kekayaan alam namun kondisi rakyatnya sulit dan pahit untuk mendapatkan pekerjaan, bahkan hidup mereka penuh dengan kesengsaraan dalam segala aspek kehidupan.
Wabah tengah mendera negeri ini namun negara tidak hadir secara total memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan masyarakat dan menyediakan lapangan pekerjaan yang layak untuk masing-masing daerah.
Pemerintah kurang maksimal memberikan perhatian kepada rakyat yang berada dalam kondisi ekonomi morat marit dan angka persaingan dunia kerja yang sangat tinggi dibandingkan lapangan pekerjaan yang tersedia.
Bansos yang dibagikan pun tidak merata hingga masih banyak masyarakat yang kelaparan dan tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup di masa pandemi yang belum diketahui kapan berakhir ini.
Dengan adanya new normal sebagai solusi negara untuk menghidupkan ekonomi para kapitalis namun tidak berlaku bagi masyarakat yang bertaruh nyawa dan harus berhadapan dengan virus demi memenuhi kebutuhan hidup karena negara tidak secara bulat membantu dan menyokong kebutuhan hidupnya.
Kemudian setelah diberlakukan kebijakan tersebut pemerintah mengijinkan rakyatnya untuk berpergian ke luar kota dengan syarat harus melakukan tes kesehatan mandiri yaitu rapid test atau swab yang harganya tidak murah.
Untuk rapid test saja Rp 200.000 hingga Rp 500.000 sementara swab test Rp 1,5 jt sampai Rp 2,5 jt belum lagi biaya-biaya lain.
Pada saat pandemik ini masih saja ada pihak yang ingin mengambil keuntungan yang seharusnya digratiskan bagi warganya bukan membiarkan masyarakat membayar mandiri.
Ini membuat rakyat terbebani dan mengeluh hingga akhirnya rakyat mengalami stres bahkan ada yang tidak berpikir panjang untuk menghabisi dirinya sendiri dengan gantung diri.
Semakin berat, saat masyarakat dalam kondisi ekonomi lemah dan hendak ke melakukan tugas luar kota dibebani lagi dengan tes kesehatan mandiri dengan biaya yang cukup tinggi.
Inilah kondisi dalam sistem kapitalis-liberal. Negara hanya berfungsi sebagai regulator.
Jika bepergian keluar kota, harus ada surat keterangan sehat dan untuk mendapatkan surat tersebut masyarakat harus membayar dengan biaya yang tinggi.
Semua yang diukur hanya dengan pertimbangan untung – rugi, apapun pasti akan dikorbankan sebab materi semata yang menjadi tujuan. Pemimpin pada posisi ini berada dalam posisi yang tidak memihak dan mengayomi rakyat.
Sungguh prinsip kapitalisme membiarkan rakyat hidup miskin dan menderita. Ini membuktikan bahwa pemerintah pada hakikatnya telah gagal menjamin kesejahteraan dan kesehatan rakyatnya.
Kesejahteraan dalam seluruh aspek dan sendi kehidupan hanya ada dalam Islam. Dalam sistem islam, negara dan atau pemerintah faham betul tupoksi sebagai pengurus dan pelindung dengan seluruh tanggung jawabnya kepada rakyat, hingga satu orang saja yang kelaparan, pemimpin menhtahuinya.
Negara menjamin aspek kesehatan yang didapat dengan cuma-cuma tanpa pungutan biaya.
Seorang Imam/Pemimpin selalu khawatir jika mengabaikan tanggung jawabnya sebab dia paham kelak di hadapan Allah akan dimintai pertanggung jawaban.
Oleh karena itu Rasulullah Saw bersabda “Siapa pun yang bertanggung jawab atas urusan umat Islam, dan menarik diri tanpa menyelesaikan kebutuhan, kemiskinan, dan keinginan mereka, Allah menarik diri-Nya pada Hari Pengadilan dari kebutuhan, keinginan dan kemiskinan”. (HR Abu Daud).
Kepedulian seorang pemimpin sebagai perisai dan pengurus rakyat mustahil akan dirasakan dalam sistem kapitalisme.
Hal tersebut hanya bisa terwujud bila kembali kepada aturan Islam secara kaffah. Sebab seorang pemimpin tidak lagi berlandaskan untung dan rugi melainkan taqwa yang menjadi tujuan. Wallahu a’lam bish-shawab.[]
*Anggota Komunitas Extraordinary Muslimah Community (EMC) Medan, Alumni UMSU Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen
Comment