Suara Masjid Dibatasi,  Islam Dikriminalisasi?

Opini653 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Baru-baru ini pemerintah lewat Menteri Agama mengeluarkan Surat Edaran (SE) yang mengatur pengeras suara masjid dan musala. Salah satu poin penting dalam SE tersebut adalah mengenai volume pengeras suara masjid/musala.

Hampir semua umat Islam menyoroti hal ini, bahkan banyak dari masyarakat yang menolak SE tersebut. Salah satunya dari Sekretaris Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kabupaten Bandung, Tarya Witarsa. Menurutnya, SE Menag Yaqut Cholil terkait aturan pengeras suara di masjid adalah hal yang sebenarnya tidak diperlukan karena bila masuk ke ranah keagamaan atau keyakinan akan susah diaturnya. (inilahkoran.com, 22/02/22)

Pertanyaannya, mengapa baru sekarang Menag mempermasalahkan pengeras suara masjid? Apakah selama ini kehidupan beragama menjadi tidak harmonis hanya karena pengeras suara masjid dan musala?

Dengan dalih toleransi, dibuatlah regulasi untuk mengatur hal yang padahal selama ini tidak pernah menjadi masalah dalam kehidupan beragama di Indonesia. Lagi, toleransi dan intoleransi hanya ditekan dan sisematkan kepada umat Islam. Tidakkah kita melihat fakta yang terjadi di India dan berbagai belahan bumi lainnya, siapakah yang bersikap intoleransi?

Belum lagi isu moderasi beragama yang hasilnya mengacak-ngacak ajaran Islam. Lagi dan lagi ajaran Islam telah dikebiri oleh musuh Islam dengan menggunakan tangan generasi muslim sendiri lewat jabatan dunia yang telah mengikis akidah mereka, di mana seharusnya bisa bersuara lantang membela Islam malah mendadak sumbang karena jabatan bahkan mereka menjadi begitu fobia terhadap syariat agama mereka sendiri. Bagaimana mungkin suara adzan yang merdu dan indah diserupakan dengan suara gonggongan anjing?

Kriminalisasi yang terus menerus terjadi terhadap ajaran Islam ini semakin menampakkan bahwa Indonesia berada dalam kungkungan sistem sekuler yang memisahkan agama dari negara dan kehidupan. Bila selama ini dalam perkara ekonomi, pemerintahan dan politik sudah jelas tidak pernah menggunakan syariat Islam, kini dalam perkara ibadah pun ikut ditekan tidak boleh terlalu menonjol sekalipun Islam adalah mayoritas. Inilah pluralisme, produk dari sekulerisme.

Kondisi inilah yang Rasulullah saw. gambarkan dalam salah satu hadistsnya. Beliau bersabda : “Berbagai bangsa nyaris saling memanggil untuk melawan kalian sebagaimana orang-orang saling memanggil untuk menyantap hidangan mereka.” Salah seorang bertanya, ‘Apakah karena kami ketika itu sedikit?’ Rasul menjawab, ‘Bahkan kalian pada hari itu banyak. Akan tetapi, kalian laksana buih di lautan. Sungguh Allah mencabut ketakutan dan kegentaran terhadap kalian dari dada musuh-musuh kalian. Allah pun menanamkan di hati kalian al-wahn.’ Salah seorang bertanya, ‘Apakah al-wahn itu, ya Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Cinta dunia dan benci kematian’.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Rasul saw. menjelaskan bahwa apa yang umat Islam hadapi saat ini adalah petaka yang terjadi bukan karena sedikitnya jumlah kaum muslim. Bahkan sebaliknya, jumlah kaum muslim banyak, tetapi mereka laksana buih di lautan. Banyak, tetapi tidak berbobot. Lemah dan tidak terjalin dalam ikatan yang kuat sehingga mudah tercerai berai.

Oleh karena itu, kembali ke SE Menag, penolakan yang muncul dari masyarakat hakikatnya wajar karena selama ini pemerintah tidak pernah berperan dan memiliki andil dalam meriayah masjid-masjid yang ada. Mayoritas pembangunan dan pemeliharaan masjid dilakukan secara swadaya masyarakat setempat. Namun tiba-tiba pemerintah mengeluarkan aturan yang memojokkan umat Islam.

Hanya perlu direnungi, sikap penolakan kita yang parsial tanpa diikuti perubahan mindset yang mengakar hanya akan memperkeruh situasi. Mengganti mindset dan mengedukasi ummat dengan Islam kaffah, inilah solusi hakikinya.

Islam bukan sebatas agama yang mengatur masalah ibadah saja, akan tetapi lebih luas dari itu, Islam pun mengatur politik bernegara lewat Daulah Khilafah. Dengan demikian, atas izin Allah Ta’ala, Islam akan terus terjaga martabatnya dan sikap toleransi akan benar adanya tanpa memaksa dan menekan salah satu agama. Tak perlu diragukan lagi karena semua telah terbukti dalam kurun waktu 14 abad lamanya.Wallahu a’lam bish shawab.[]

Comment