Oleh: Mutiara Aini, Pegiat Literasi
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Netizen heboh usai Kementerian Agama Yaqut Cholil Qoumas mengeluarkan Surat Edaran (SE) yang mengatur pengeras suara masjid dan musala. Salah satu poin penting dalam surat edaran tersebut adalah mengenai volume pengeras suara masjid paling besar hanya 100 desibel.
Yaqut menyebut bahwa aturan yang dibuatnya bertujuan agar masyarakat semakin harmonis. Karena Indonesia merupakan mayoritas muslim sehingga hampir setiap 100-200 meter ada Masjid atau Musala.
Oleh karena itu, dalam surat edaran tersebut, Yaqut mengatur agar pengeras suara di Masjid dan Musala maksimal 100 dB atau desibel.
Sungguh, krisis identitas yang terjadi pada para cendekiawan muslim abad ini telah berujung pada upaya mengutak-atik syariat dan menjadikan umat Islam sebagai korban dengan dalih toleransi dan moderasi beragama.
Padahal, toleransi dalam Islam konsepnya sangat jelas, yakni dengan memberikan kebebasan masing-masing agama untuk menjalankan ajaran mereka. Demikian pula umat Islam bebas menjalankan syari’atnya.
Sejatinya, adzan merupakan panggilan suci nan mulia untuk mengajak kaum Muslim menunaikan sholat. Maka dalam hal ini, menyamakan atau membandingkan suara adzan dengan suara yang lain terlebih suara binatang bisa dikategorikan sebagai bentuk pelecehan terhadap agama.
Sebagai sebuah syiar agama, adzan harus dijaga dan dipelihara sakralitasnya, dan itu adalah bagian dari tanda ketakwaan hati.
ذَٰلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ
Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS Al-Hajj: 32).
Keagungan adzan sebagai syiar agama juga dirasakan orang yang mengumandangkannya (muazin).
Tidak hanya itu, adzan bermanfaat mengusir syetan, sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu alaihi wasallam:
“Apabila diserukan adzan untuk sholat, syaitan pergi berlalu dalam keadaan ia kentut hingga tidak mendengar adzan.
Bila mu’adzin selesai mengumandangkan adzan, ia datang hingga ketika diserukan iqomat, ia berlalu lagi.” (HR Bukhori, Muslim).
Wallahu àlam bisshowwab.[]
Comment