Stunting Makin Genting, Upaya Pemerintah Belum Signifikan

Opini884 Views

 

 

Oleh: Bazlina Adani, Mahasiswi UMN Medan

__________

RADARINDONESIANRWS.COM, JAKARTA — Stunting masih menjadi momok besar di negeri ini. Tak tanggung-tanggung, per 2022 di Kota Medan sendiri masih terdapat 550 balita penderita stunting yang saat ini tersebar di 20 kecamatan. Bahkan Ketua komisi II DPRD Medan, Sudari, sempat mempertanyakan keseriusan kinerja Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Medan soal penanganan kasus penderita stunting di Kota Medan.

Dari kondisi yang cukup memprihatinkan ini, Pemko Medan telah berupaya melakukan percepatan penurunan stunting melalui kolaborasi program dan kegiatan antar OPD.

Seperti dilansir laman pemkomedan.go.id (01/06/2022), Wali Kota Medan, Bobby Nasution terus mempercepat penurunan angka stunting. Tahun 2022 ini, Pemko Medan telah menyusun 15 program, 16 kegiatan dan 29 sub kegiatan intervensi penurunan stunting terintegrasi yang dilaksanakan 10 OPD dan 30 kelurahan dengan gelontoran dana sampai ratusan milyaran rupiah.

Permasalahan stunting pada akhirnya sangat penting menjadi perhatian sebab hal tersebut tidak hanya berkaitan dengan kondisi kesehatan masyarakat saja.

Apabila kita amati tingginya angka stunting bahkan sampai tak kunjung terselesaikannya masalah ini, hal itu tidak terlepas dari problem kemiskinan yang menimpa kehidupan keluarga dewasa ini.

Misalnya saja di Kota Medan sendiri, Belawan merupakan kecamatan dengan jumlah balita stunting paling banyak sebesar 6,40%. Sementara kondisi pemukiman di wilayah tersebut memang cukup memprihatinkan sebagai kawasan pemukiman ekstrim dengan status kemiskinan absolut. Sehingga wajar dikatakan jika banyak ditemukan warga yang bermukim disana memiliki masalah kesehatan.

Tak cukup sampai di situ. Dalam keadaan yang masih terpuruk setelah bertaruh nyawa di tengah pandemi, masih ada saja sebagian masyarakat yang tertekan dengan tuntutan kebutuhan hidup yang semakin mahal dan diperparah dengan melambungnya harga pangan.

Kondisi ini kemudian membuat keluarga sulit mendapatkan makanan bergizi ataupun sekeadar memenuhi kebutuhan perut, sebab penghasilan yang didapatkan tidak mencukupi.

Dengan kondisi ini, mau tidak mau menuntut perempuan juga turut andil  mencari nafkah dan membanting tulang demi terpenuhinya kebutuhan gizi keluarga.

Tumpukan derita ini tentu tidak hanya berpengaruh pada satu persoalan namun berdampak kepada kesejahteraann hidup masyarakat. Alhasil mereka hidup berjibaku menahan peliknya kehidupan, disamping bantuan sosial yang diterima tidak mampu menutupi persoalan bahkan juga akibat yang didapatkan.

Kondisi seperti ini menimbulkan persoalan multidimensi. Cukupkah bila penanganan berikut pencegahan stunting dilakukan dengan program serta kegiatan intervensi yang mencakup pemberdayaan, sosialisasi, dll?

Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam menangani kasus stunting tampaknya belum membuahkan hasil yang signifikan. Walaupun pada 2021 lalu telah diklaim penurunan angka prevalensi stunting di Kota Medan, namun kondisi tersebut justru kembali memprihatinkan dengan status prevalensi stunting meningkat di atas 30%.

Hal ini menandakan bahwa solusi yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam menangani stunting belum menyentuh akar persoalannya. Sehingga upaya-upaya yang dilakukan terkesan tidak serius dan bersifat sementara. Wajar saja jika kasus stunting tak kunjung membaik, masyarakat masih hidup dalam kesenjangan dan bahkan, kemiskinan itu sendiri semakin menghantui kehidupan mereka.

Apabila kita telisik lagi, sebenarnya persoalan tersebut terjadi disebabkan karena sistem kapitalisme yang masih membelenggu negeri ini. Sistem inilah yang kemudian memberi ruang bagi negara untuk membuka lebar pintu privatisasi SDA, sementara SDA tersebut notabenenya adalah milik umum. Sehingga siapa saja berhak mengelola bahkan memiliki SDA dengan alasan kebebasan dan kepentingan.

Dari konsep ini, negara tidak lain hanya sebatas regulator dengan berbagai kebijakan yang dikeluarkan, salah satunya dari kebijakan tersebut negara justru memfasilitasi siapa saja untuk menabung dolar di negeri ini.

Alhasil rakyat tidak bisa menikmati hasilnya dan tak sedikit dari mereka pada akhirnya hidup serba kekurangan di negeri yang penuh dengan limpahan kekayaan alam.

Hal inilah yang mengakibatkan kemiskinan merajalela, hidup jauh dari sejahtera, dan deraan ini pula yang menyebabkan persoalan stunting tak berakhir. Gelontoran dana begitu banyak dianggarkan nyatanya tak berpengaruh pada penanganan yang tuntas.

Maka dari itu, untuk mengakhiri persoalan kompleks ini harus sampai kepada pokok permasalahannya. Karena sejatinya permasalahan stunting adalah permasalah cabang akibat tidak diterapkannya sistem aturan yang bersandar pada Islam.

Meskipun persoalan ini dikatakan menjadi program prioritas untuk segera ditangani, namun faktanya rakyat masih tenggelam dalam kemiskinan, kebutuhan pangan tak sepenuhnya terpenuhi.

Untuk itu diperlukan sistem aturan dengan paradigma Islam yang akan menjalankan seluruh kebijakan serta penyelesaikan persoalan berdasarkan kemashlahatan ummat.

Islam telah memberikan gambaran secara gamblang berkaitan dengan hak kepemilikan melalui penerapan sistem perekonomian. Yaitu baik hak kepemilikan umum, hak kepemilikan negara, serta hak kepemilikan individu. Sumber daya alam yang menjadi hak kepemilikan umum dikelola oleh negara secara independen tanpa campur tangan swasta ataupun asing, sehingga hasil yang diperoleh nantinya akan didistribusikan kepada masyarakat. Islam melarang keras adanya praktik privatisasi SDA.

Di samping negara menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan, melalui mekanisme ini, tentu kebutuhan rakyat akan terpenuhi. Dengan begitu,  tidak ada lagi rakyat yang kesulitan memenuhi kebutuhan pokoknya termasuk kebutuhan gizi.

Namun jika masih ada individu-individu yang mengalami stunting, tentu negara akan sigap memberikan pelayanan dan pengobatan terbaik dengan ketersediaan akses kesehatan dibarengi sarana dan fasilitas yang memadai.

Mekanisme ini akan membuat masyarakat sejahtera dan terwujudnya keluarga yang sehat, sehingga persoalan stunting dapat terselesaikan.

Kebutuhan rakyat baik sandang, pangan dan gizi dapat dirasakan bila Islam  terimplementasikan dalam segala bidang kehidupan. Wallahua’lam bishshawab.[]

Comment