Oleh: dr. Airah Amir, Dokter Umum RSUD Kota Makassar
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Et causa (ec) adalah istilah yang sering digunakan dalam dunia medis yang berarti “disebabkan oleh” contohnya jika pasien mengalami nyeri perut yang disebabkan oleh usus buntu maka penulisan diagnosanya adalah abdominal pain et causa (ec) appendicitis acuta. Demikian juga kasus stunting, erat disebabkan oleh kemiskinan.
Kemiskinan membuat orang tua memiliki daya beli rendah bahkan untuk kebutuhan dasar seperti makanan. Kemiskinan pula yang memaksa kaum Ibu keluar rumah bekerja untuk menambah pemasukan keluarga sehingga pengurusan anak menjadi tidak optimal. Kemiskinan erat pula kaitannya dengan taraf pendidikan sehingga menjadi sulit untuk berharap pemberian gizi secara optimal.
Beberapa kali penulis menemui pasien bayi yang tidak mendapat ASI ekslusif tersebab Ibu yang tak paham tentang pemberian ASI ekslusif.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy seperti ditulis e-paper MediaIndonesia, mengungkapkan bahwa permasalahan kemiskinan ekstrem dan stunting saling beririsan. Penyebab stunting dilatarbelakangi oleh fenomena kemiskinan ekstrem seperti kendala mengakses kebutuhan dasar, akses air bersih, fasilitas sanitasi dan lainnya.
Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes, dr.Maria Endang Sumiwi, MPH di laman kemkes.go.id – mengatakan stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada balita karena kurangnya asupan gizi atau asupan gizi yang tidak adekuat. Penyebab lainnya juga karena kurangnya stimulasi asupan gizi. Saat ini Indonesia menjadi negara dengan angka stunting tertinggi ke-2 di kawasan Asia Tenggara dan ke-5 di dunia.
Indonesia yang tengah menyambut bonus demografi pada 2030 nanti menjadi gamang dengan masih tingginya angka stunting pada generasi produktifnya. Rencana kolaborasi penanganan stunting haruslah dilakukan dengan tepat dan dengan peran yang akurat sebeb 2030 tidaklah lagi menjadi waktu yang lama.
Jika ingin membangun peradaban di dalamnya maka sudah saatnya peningkatan kualitas anak-anak saat ini dilakukan. Sebab peradaban yang lahir dari generasi muda terdidik dalam ilmu dan iman akan sulit dicapai jika sebab awal stunting masih mendominasi.
Stunting seperti ditulis laman fajar.co.id, masih menjadi momok di Indonesia. Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tingkat nasional, tahun 2021 angka stunting secara nasional turun sebesar 3,3 persen pertahun, yakni dari 27,7 persen pada 2019 menjadi 24,4 persen pada 2021. Penurunan tersebut dinilai belum signifikan karena masih diatas standar WHO yakni 20 persen.
Pemerintah pusat mengharapkan angka stunting tahun 2024 di angka 14 persen. Sementara pemerintah mengklaim telah berupaya keras menurunkan kemiskinan dan stunting.
Kemiskinan yang terjadi saat ini adalah kemiskinan sistemik yang terjadi akibat para kapital legal menguasai kekayaan alam yang notabene harta kekayaan alam tersebut merupakan harta kepemilikan umum. Hasil yang melimpah yang berasal dari sektor kekayaan alam dimiliki oleh korporat sehingga negara tidak memiliki dana untuk mengurus rakyat. Di sisi lain rakyat juga kesulitan untuk mencari pekerjaan yang layak yang berakibat tidak mampu menjangkau kebutuhan dasar seperti makanan.
Anak-anak saat ini adalah cikal bakal penggerak masa depan umat sehingga kolaborasi berbagai pilar dalam kehidupan dibutuhkan dan saling menguatkan untuk mewujudkan generasi emas pembangun peradaban. Hal yang sulit dilakukan jika persoalan stunting dan kemiskinan ekstrem masih terus menjadi masalah prioritas pada tahun 2023 ini.
Karena tidak adanya kemajuan yang cukup berarti dalam perbaikan dua hal besar ini dan masih menjadi problema yang tak akan pernah selesai dalam sistem saat ini.
Solusinya bukan diserahkan kepada orangtua semata namun bagaimana penguasa memberikan support system agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dan terpenuhi segala kebutuhannya.
Oleh karenanya dibutuhkan sistem ekonomi alternatif yang mampu memberikan solusi problem kronis yang mampu menuntaskan problem stunting yang diakibatkan oleh kemiskinan tak hanya di negeri ini tapi juga di seluruh dunia.
Hal ini hanya bisa terjadi jika pemimpin negara betul-betul menjalankan fungsi dan mengurus rakyat dengan landasan iman dan memiliki sifat amanah atas setiap tanggung jawab kepemimpinan baik di dunia maupun di akhirat kelak.[]
Comment