Oleh : Annisa Al Maghfirah, Relawan Media
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Sudah sering kita melihat banyak berita dan kejadian yang menyuguhkan berbagai macam kasus-kasus pelecehan dan kekerasan pada kaum perempuan dan anak. Tak kunjung memudar, di ranah privat yang seharusnya tempat teraman malah menjadi momok menakutkan.
Berdasarkan pelaporan pada Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak, tahun ini hingga 3 Juni 2021 terdapat 3.122 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dari data itu, angka kekerasan seksual masih mendominasi. Dan data ini agaknya semakin bertambah.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (DP3A) Baubau, Wa Ode Muhibbah Suryani, mengungkapkan Data bidang kekerasan perempuan dan anak menyebutkan bahwa selama Januari hingga pertengahan November hanya ada 16 kasus kekerasan seksual terhadap anak di kota Baubau. Sementara KDRT ada 2 kasus yang kini telah ditangani satgas PPA. Tahun 2021 kasusnya lebih cenderung sedikit dibanding tahun 2020 lalu.
Datanya bisa jadi masih ada yang belum terhitung. Sebab banyak kasus kekerasan, korbannya takut untuk melapor ataupun tidak mencuat ke permukaan.
Dalam upaya mengurangi kasus-kasus kekerasan perempuan dan anak, DP3A Baubau mengandalkan dua program. Pertama, Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga). Kedua, ada UPTD perlindungan perempuan dan perlindungan anak.
Pihak DP3A mengimbau setiap perempuan dan anak yang memiliki masalah dan mengalami kekerasan agar datang ke UPTD PPA agar didampingi permasalahannya hingga tuntas.
Adapun layanan hotline Puspaga yang dapat diakses warga di nomor 0823 4566 8822 layanan tersebut gratis bagi seluruh masyarakat kota Baubau. Perempuan dan anak bisa berkonsultasi ataupun berbagi curhat (curahan hati).
Sebagian kalangan menganggap bahwa kekerasan yang menimpa perempuan saat ini terjadi karena adanya diskriminasi terhadap perempuan yang turun menurun. Jika kita telusuri mendalam, permasalahan ini sebenarnya muncul karena tidak adanya perlindungan terhadap perempuan, baik oleh negara, masyarakat, maupun keluarga.
Tidak adanya pemahaman yang jelas tentang hak-hak dan kewajiban negara, masyarakat, ataupun anggota keluarga, serta tidak diterapkannya aturan-aturan yang baku di tengah-tengah masyarakat memperparah keadaan.
Akibatnya, setiap manusia mengatur dirinya sesuai dengan aturan yang dibuat sendiri. Aturan yang dibuat puun kontradiktif dan berpolemik. Misal RUU PKS yang saat ini digaungkan, konon bisa menuntaskan kekerasaan terhadap perempuan. Beberapa pasalnya, kita bisa dapati adanya pertentangan dengan syariat Islam serta tidak akan mampu menuntaskan kekerasan terhadap perempuan.
Berkembangnya ideologi sekuler kapitalisme di tengah-tengah kita, menjadikan kaum muslimin kehilangan gambaran yang nyata tentang kehidupan Islam yang sesungguhnya serta linglung mencari solusi tuntas. Mengapa demikian? Karena corak hidup sekuler kapitalisme tidak memiliki standar baku yang bisa dijadikan pijakan untuk menilai segala sesuatu. Hanya mengagungkan nilai kemanusiaan yang semu, padahal sifatnya relatif.
Tak heran, seperti mendengar curhat, memberi saran, atau mengadakan pelayanan perlindungan perempuan dan anak menjadi andalan. Padahal ada hal sistemik yang bisa menuntaskan kekerasan pada perempuan dan anak dan problematika yang melanda negeri hingga ke akarnya.
Satu-satunya harapan perempuan, anak bahkan manusia untuk menyelesaikan kekerasan ini adalah kembali kepada Islam, aturan yang datang dari Allah Al-Khalik Al Mudabbir. Sang Pencipta Yang Maha Pengatur.
Dalam Islam, perempuan benar-benar terjaga dan terjamin. Adapun larangan-larangan yang berlaku semata-mata untuk menjaga perempuan. Bagi Islam, perempuan itu bagai permata. Berharga dan mulia, tiangnya negara. Darinya melahirkan generasi bangsa (anak) yang menjadi tonggak peradaban suatu bangsa.
Di hadapan Allah, laki-laki dan perempuan sama. Yaitu, mereka adalah hamba Allah yang wajib taat kepada-Nya. Sebagai hamba, ketakwaanlah yang menjadi barometer tingkat ketinggian derajat seseorang, baik laki-laki maupun perempuan.
Menuntaskan problem kekerasan pada perempuan dan anak harus dilakukan secara komprehensif. Ada upaya pencegahan hingga penindakan. Pencegahan itu berupa penegakan sistem pergaulan Islam yang meliputi kewajiban menutup aurat dan pakaian yang syar’i (jilbab dan kerudung); kewajiban menjaga kemaluan bagi laki-laki dan perempuan, larangan khalwat, tabaruj, dan ikhtilat; kebolehan interaksi laki-laki dan perempuan hanya dalam perkara muamalah yang dibenarkan syariat Islam, larangan berzina, dan lain-lain.
Negara juga akan menutup rapat pintu-pintu yang memicu naluri jinsiyah seperti konten-konten porno, atau tayangan yang membangkitkan naluri seksual. Sebab hal ini juga yang menjadikan keluarga/mahram seorang perempuan dan anak tega melakukan kekerasan seksual kepada orang yang seharusnya terlindungi di ranah privat.
Jika masih ada pelanggaran, negara akan melakukan penindakan secara adil dengan menegakkan sistem sanksi tegas kepada pelaku kejahatan seksual atau tindak kriminal lainnya. Seperti hukuman bagi pezina dengan dicambuk 100 kali bagi pezina yang belum menikah. Jika sudah menikah, dirajam sampai mati. Ada juga hukuman mati bagi pelaku homo, dan sebagainya.
Ada pula kekerasan yang dikarenakan aspek ekonomi. Maka negara harus berperan memenuhi kebutuhan rakyatnya. Juga perlu adanya pembinaan pada individu, keluarga, masyarakat agar bertakwa.
Perlukan tiga pilar tegaknya hukum Islam diterapkan, yaitu pembinaan individu yang mengarah kepada pembinaan masyarakat, kontrol masyarakat, dan adanya suatu sistem terpadu dalam sebuah sistem pemerintahan. Dengan penerapan Islam secara kaffah, laki-laki maupun perempuan serta anak-anak akan terjaga dan terlindungi. Wallahu a’lam bishowwab.[]
Comment