Stop Kriminalisasi Terhadap Ajaran Islam

Opini704 Views

 

 

Oleh: Puput Hariyani, S.Si, Pendidik Generasi

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Bukan yang pertama, kriminalisasi simbol-simbol Islam terus terjadi. Kali ini terjadi saat acara gelaran deklarasi Anies sebagai calon presiden (capres) 2024 dengan judul ‘Sang Presiden Kami Anies Baswedan ‘ di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu (8/6/2022).

Dalam moment tersebut terjadi ketegangan ketika acara hendak dimulai disebabkan adanya bendera berkalimat tauhid yakni bertuliskan Laillahaillallah Muhammad Rasulullah. Panitia mengatakan pemasangan bendera tersebut akan mencoreng Anies Baswedan dan ditakutkan akan membuat persepsi yang keliru seperti dikutip Fajar.co.id.

Pada saat yang sama dinarasikan seolah seorang ulama turut mengamini upaya pengkriminalisasian simbol atau ajaran Islam. Mereka menyebut bahwa Aktivitas dakwah dan pengajian hanyalah sistem penjaringan yang biasa dilakukan kelompok radikal-terorisme sebagaimana yang diungkap oleh pengurus Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme MUI Makmun Rasyid dalam keterangannya, Kamis (9/6/2022) melalui laman pemberitaan detikNews.com.

Bahkan tuduhan melebar pada ajaran Islam yang mulia yakni Khilafah Islam serta organisasi Islam yang selama ini konsisten mengusungnya dengan sebutan terorisme. Dari sini dapat dipahami bahwa penggiringan opini publik terus dimassifkan dalam arus monsterisasi ajaran Islam.

Mirisnya lagi mereka menggunakan moment hiruk pikuk pencapresan untuk semakin mengkriminalisasi dan men stigmatisasi negatif simbol Islam bendera tauhid dan ajaran Islam khilafah.

Padahal jika ditelisik lebih dalam, di mana letak keburukan dari simbol Islam? Di mana letak berbahayanya ajaran Islam Khilafah? Apakah mungkin ajaran Islam yang terdapat di buku-buku fikih, diajarkan turun temurun lintas generasi dan ditulis oleh ulama Muktabar merupakan sesuatu yang berbahaya dan merupakan ajaran teroris? Jelas bukan!

Bagaimana mungkin ajaran Islam Khilafah yang pernah diterapkan berbilang abad dalam catatan sejarah sangat gemilang, menyejahterakan seluruh rakyat baik muslim dan non-muslim bahkan diakui dan dikagumi oleh ilmuwan barat, hari ini justru diopinikan negatif dan berbahaya?

Sebaliknya, efek domino kerusakan yang diakibatkan oleh penerapan kapitalisme sekuler beserta turunannya yang terakomodir dalam sistem demokrasi sekuler dan secara nyata menyengsarakan rakyat mengapa tetap digenggam erat? Padahal kurang rusak dan zalim di mananya?

Penjarahan SDA terjadi di mana-mana, penguasaan asing terus menguat, harga berbagai kebutuhan pokok tak terkendali, kesejahteraan sulit dijangkau masyarakat, utang terus membesar, fakta kerusakan generasi tak terbantah lagi dan se-ambrek persoalan negeri yang belum kunjung tersolusi. Mengapa selalu Islam yang menjadi kambing hitam?

Bukankah hal ini membuktikan bahwa politik demokrasi sangat antipatif terhadap Islam dan hanya memberikan satu pilihan pada kontestan mana pun dengan juklak mandatori, harus tunduk pada prosedur politik demokrasi, siapapun yang melenggang dalam pemerintahan harus anti Khilafah (anti Islam).

Situasi ini sudah semestinya membuka ruang kesadaran kaum muslimin bahwa hari ini mereka hidup dalam kondisi yang tidak ideal akibat penerapan sistem kehidupan yang bersumber dari pemikiran manusia dan mencampakkan hukum buatan Allah. Kondisi yang jauh dari habitat asli seorang muslim yang seharusnya aman, tentram, sejahtera, penuh kerahmatan menjadi negeri baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur.

Semoga kaum muslimin tergerak untuk bersegera mengambil kemulian Islam dengan bersungguh-sungguh menggencarkan upaya mengembalikan kehidupan Islam yang akan menyejahterahkan semua umat manusia tanpa kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam. Sebagaimana firman Allah dalam Surat al-Anbiya’ ayat 107:

”Dan tiadalah kami mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (rahmatan lilalamin)”. Wallahu’alam bi ash-shawab.[]

Comment