Stop Kenakalan Remaja dengan Penegakan Hukum Islam

Opini66 Views

 

 

Penulis:  Alfaqir Nuuihya | Ibu Pemerhati Masyarakat

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Sepanjang 2023, banyak kasus penyimpangan yang dilakukan remaja. Dimulai dengan kasus anak yang menggorok leher bapaknya hingga tewas, hanya karena diingatkan untuk bekerja sebagaimana fitis beritasatu.com (10/9/2023).

Bahkan alasan tawuran antarpelajar sudah di luar nalar. Mereka pun tawuran sambil live Instagram. Sering kali, alasannya sepele, misalnya karena memperebutkan perempuan. Untuk tawuran mereka membuat janji di WA, sehingga terlihat merupakan suatu hal yang direncanakan. Ada pula pelajar salah satu SMK di Bekasi, memilih tempat tawuran di Bandung Barat. Jarak yang lumayan jauh. Astagfirullah, ini hanya segelintir dari sekian banyak  kisah memilukan remaja kita.

Di luar sana, masih banyak lagi peristiwa memilukan di negeri ini. Menilik kejadian ini, ada hal yang patut disoroti. Mengapa remaja kita bisa melakukan hal-hal yang menurut kita tabu, penuh kekerasan?

Padahal usia remaja adalah usia emas yang dipersiapkan agar kelak mereka mampu menerima estafet kepemimpinan. Usia yang seharusnya digunakan untuk menggali potensi agar kelak mumpuni menjadi generasi yang mampu membawa perubahan signifikan dan positif dalam masyarakat bahkan negara.

Melihat kondisi demikian, sebagai individu dan masyarakat, cukupkah kita hanya mengelus dada atau sekadar berujar “Kok bisa?” Tentu saja tidak! Lalu, apa yang semestinya kita lakukan?

Di dalam keluarga, remaja sering kali diabaikan sehingga merasa tidak nyaman. Akhirnya, ketika di luar mereka menemukan circle yang nyaman, mereka bergabung tanpa peduli itu batil atau tidak.

Sering kali, di dalam keluarga mereka adalah anak-anak yang broken home, diabaikan oleh keluarga, bahkan tanpa apresiasi dari setiap pencapaiannya. Sehingga, anak tumbuh dengan polanya sendiri, bahkan menemukan jati diri di luar keluarga, yaitu di circle yang menurut mereka nyaman. Di sini, mereka merasa eksis dan diakui.

Masyarakat pun harus menghidupkan amar ma’ruf nahi munkar. Tidak cukup hanya merasa gelisah terhadap kenakalan remaja. Kita sebagai bagian masyarakat, bisa mengambil peran dengan mengingatkan atau mengarahkan mereka untuk perubahan yang positif.

Remaja dengan idealisme yang tinggi, dan eksistensi yang ingin diakui, bisa dialihkan dengan mengembangkan bakat positif mereka. Masyarakat juga bisa bersama-sama menghentikan penyebab kenakalan remaja, misal tontonan yang tidak berfaedah.

Salah satu penyebab kenakalan remaja adalah tontonan yang menampilkan kekerasan. Di sini, negara seharusnya bisa menghentikan setiap tontonan yang berisi konten-konten kekerasan. Negara memiliki wewenang untuk menyensor setiap tayangan yang membahayakan rakyat. Bahkan jika urusan tersebut terkait banyaknya pengangguran maka  negara berkewajiban menyelesaikan persoalan ini.

Negara wajib menyiapkan lapangan pekerjaan. Di samping menyiapkan pemuda untuk menjadi SDM yang mumpuni dalam bidang tertentu sehingga memiliki kapabilitas dan kapasitas untuk siap bekerja di lapangan kerja yang disiapkan oleh pemerintah.

Dari sini masalah dan solusi terurai satu per satu. Namun tentunya, negara seperti apa yang mampu menciptakan keadaan kondusif seperti demikian?

Islam sebagai way of life, sebagai sebuah ideologi, memiliki konsep yang jelas dalam hal mendidik remaja. Remaja harus disiapkan agar ketika mereka baligh, mereka siap menerima taklif hukum syara’.

Pendidikan dan persiapan ini dimulai dari keluarga. Ibu sebagai pendidik utama, harus memprioritaskan rumah tangga, mendidik anak-anak sehingga energi dan idealisme yang tinggi para remaja dapat diarahkan kepada hal – hal positif.

Fungsi ibu sebagai al-ummu warabatul bait menekankan bahwa setiap ibu  menyiapkan anak-anaknya agar memiliki fondasi keimanan yang kuat.

Begitu pun dalam pendidikan sekolah.  Kurikulum sekolah disusun berlandaskan akidah dan syariat Islam. Syariat Islam dipelajari tidak hanya dua jam saja seperti sekarang.

Di sekolah, mereka tidak hanya diajarkan tentang ibadah mahdah saja tetapi juga ajaran Islam secara syumul (menyeluruh). Oleh karena itu, kita butuh negara yang mendukung agar setiap proses ini berjalan.

Bila demikian, meraka akan memiliki akidah yang kokoh. Ketika para remaja sadar bahwa mereka telah terkena taklif maka mereka akan menjadikan hukum syara’ sebagai patokan dari setiap perilakunya. Dengan izin Allah, tidak akan ada lagi kenakalan remaja yang meresahkan di masyarakat. Wallah’alam bissawab.[]

Comment