Sriyanti |
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Stand up komedi menjadi tontonan yang cukup diminati kaum muda. Namun, tanpa disadari dalam candaan itu tersirat serangan berbahaya bagi pemirsanya. Para komika berusaha mengemas bahan monolog agar penonton tertawa. Ada yang bagus, berisi kritikan menghibur (meski hanya sedikit sekali). Ada pula yang sangat buruk, karena berisi kata-kata kotor, olok-olok hingga konten menghina Islam. Untuk yang terakhir ini bahkan sudah beberapa kali terjadi. Tercatat, seperti komika Uus, Ge Pamungkas dan Joshua tersandung kasus menghina Islam. Tak belajar dari komika-komika tadi, kali ini giliran duo komika yaitu Tretan Muslim dan Coki Pardede yang berulah. Mereka berdua nyata-nyata mempermainkan hukum Islam.
Edisi memasak daging babi dicampur kurma, hingga memunculkan istilah mualaf bagi cacing pita (padahal tidak mungkin terjadi, red), daging ngomong “neraka” dan sebagainya menjadi bahan lawakan. Hanya ingin penonton tertawa, mereka bereksperimen memasak makanan haram -meski katanya tidak harus dicicipi. Lalu mempertanyakan, apakah hukum haram benda tersebut akan berubah?
Sungguh keterlaluan. Sebab, kepastian hukum Islam tidak seharusnya dipertanyakan lagi kebenarannya. Apalagi hanya untuk membuat tertawa. Komika liberal memang tidak menggunakan halal haram sebagai standar dalam berpikir, termasuk dalam mengemas bahan canda. Akibatnya, yang salah bisa menjadi benar, haram bisa berubah menjadi halal atau sebaliknya. Atau setidaknya bisa terjadi kekaburan hukum. Meski hanya dalam ranah bergurau.
Bukan saja menghina hukum, pemilihan konten semacam itu juga menunjukkan adanya framing yang mengesankan bahwa hukum Islam kaku, serius dan tidak menyenangkan khususnya bagi kalangan muda yang konon ingin mencoba segala hal. Bisa saja, nantinya bahan candaan bukan hanya menyerang masalah makanan, tapi menjalar ke masalah pakaian, perilaku (pola hidup) juga ranah pemikiran Islam (politik, ekonomi, sosial-budaya dan sebagainya).
Menjadikan agama sebagai bahan candaan adalah sebuah kesalahan fatal. Apalagi bagi muslim yang seharusnya patuh dan membela hukum Allah SWT. Tak layak manusia memain-mainkannya. Allah SWT juga menyinggung perilaku orang-orang munafik yang gemar berkata-kata keji meski mereka mengaku hanya sebagai senda gurau. Allah SWT berfirman:
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” (TQS. at taubah [9]:65-66)
Hukum Allah SWT bukanlah bahan candaan. Ia adalah aturan hidup yang harus diamalkan dengan penuh keridhoan.
Bercanda atau bergurau memang tidak terlarang dalam Islam. Rasulullah SAW juga pernah melakukannya. Nabi biasa bercanda dengan istri dan sahabat-sahabatnya. Kita tentu ingat gurauan Rasulullah SAW kepada nenek tua yang minta didoakan masuk surga. Sedang Rasulullah SAW menjawab bahwa surga tidak dihuni oleh nenek tua. Hingga nenek tersebut menangis. Namun Rasulullah kemudian menjelaskan maksudnya dengan ayat Alquran untuk membesarkan hati sang nenek. Demikianlah, Rasulullah SAW hanya bercanda dengan kejujuran dan bukan kekejian.
Meski boleh, Islam mengatur masalah canda ini dengan beberapa ketentuan. Di antaranya pertama, jauh dari dusta. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya aku juga bercanda, namun aku tidak mengatakan kecuali yang benar.” (HR. Ath-Thabrani).
Kedua, jauh dari kebatilan seperti dengan meng-ghibah (membicarakan kejelekan orang) dan sejenisnya.
Ketiga, tidak berlebihan. Rasulullah SAW mengingatkan, “Janganlah kalian banyak tertawa. Sesungguhnya banyak tertawa dapat mematikan hati.” (HR. At-Tirmidzi).
Keempat, tidak memperolok-olok agama. Tindakan duo komika tersebut jelas-jelas menyalahi poin ini.
Canda duo komika tersebut terbukti bukan hanya menghina Islam tapi juga menyerang pemikiran melalui framing Islam yang keliru. Ini tentu sangat berbahaya. Terlebih, komedi model stand up belakangan amat digandrungi kaum muda, terpelajar pula.
Framing Islam yang keliru berlangsung secara halus. Bergaya gurauan, sehingga tanpa sadar merusak pemikiran Islam yang sahih. Inilah cara halus -namun keji- untuk memformat pemikiran. Generasi muslim juga dilenakan dengan banyak canda dan tawa. Sehingga mereka terpalingkan dari agenda utamanya yaitu generasi muda yang kritis terhadap kemungkaran. pemuda yang giat belajar menggali ilmu kehidupan dan tsaqofah Islam.
Perang pemikiran menjadi metode baru setelah perang secara konvensional dalam sejarahnya tidak berhasil menundukkan Islam. Barat harus menempuh jalan lain (bukan militer) yaitu jalan ideologi dengan mencabut akar manhaj dengan menghancurkan konsep-konsep dasar islam dan menjauhkan kaum muslim dari Islam
Maka, konten lawakan akan dikemas sedemikian rupa agar pemikiran umat Islam lambat laun jauh dari pemahaman sahih. Inilah senyata-nyata ancaman.
Di sisi lain, negara sebagai pelayan dan pelindung rakyat justru membiarkan semua bentuk penyesatan berpikir tersebut. Bahkan menyuburkan tumbuhnya komika-komika liberal melalui berbagai ajang lomba. Dalam sistem sekuler kapitalis yang dijadikan standar adalah manfaat, bukan hukum syariah. Maka dunia hiburan yang menyedot keuntungan pun akan disuburkan.
Kondisi ini menunjukkan kegagalan negara menjaga akidah dan pemikiran warga negaranya,utamanya muslim muda.
Maka, umat membutuhkan negara yang melindungi kaum muda dari penyesatan pemikiran. Negara Khilafah yang menerapkan hukum Syariah tidak hanya mengatur soal canda. Namun juga mengisi setiap relung jiwa kaum muda dengan segudang aktivitas membangun peradaban. Tentu saja, semua membutuhkan perjuangan. Agar Negara Khilafah Sang Pembebas dunia benar-benar nyata. Wallahu A’lam bi shawab.[]
Comment