RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — “Saya kasihan sama anak, enggak tega kalau anak disuruh-suruh ngaji ilmu Islam, mendingan saya ikutin dia kursus yang mendukung bakat dia kelak cita-citanya mau jadi apa”
“Anak saya baik-baik saja kok, mereka anteng di rumah sama handphone nya, nggak suka keluyuran seperti anak-anak yang lain, kalau libur sekolah mereka di rumah saja nonton drakor, tiktok-an atau main games”
“Enggak kerasa anak saya sudah ABG, cantik, dia lagi dekat sama cowok, cowoknya alhamdulillah sholeh banget suka mengingatkan dia untuk sholat, pokoknya saya dukung banget kalau mereka pacaran. Disuruh nikah? Aduh enggak deh, masih jauh, biarlah mereka pacaran, menikmati masa mudanya dulu”
“Nak,ganti kerudungnya, kamu lebih lebih keren pakai yang gaul deh, kalau pakai yang syar’i kelihatan tua”
Sering kita temukan dalam obrolan para bunda yang mungkin kebanyakan orang menganggapnya biasa, hal yang sepele, tidak ada yang salah, bahkan didukung oleh sebagian bunda-bunda yang lain. Orangtua lebih khawatir apabila anaknya sakit fisiknya, seperti demam tinggi, diare, maag akut, hingga cedera anggota badannya, dibandingkan anaknya yang mengalami krisis idola, rajin berpacaran, lalai menuntut ilmu, gemar melakukan perbuatan yang tidak berfaedah, semua itu dianggap hal biasa.
Orangtua membiarkan anaknya mengidolai sosok yang jauh dari nilai-nilai Islam, yang tidak beriman kepada Alloh, bahkan pelaku maksiat, hingga pelaku kriminal. Orang tua mendukung anaknya terjerumus dalam pergaulan bebas, berpacaran, mendekati perbuatan zina, padahal dalam Islam sekedar pacaran via chatting di dunia maya pun tidak diperbolehkan apalagi di dunia nyata.
Orangtua tidak memberi motivasi kepada anaknya untuk mengkaji ilmu Islam tetapi malah membiarkan anaknya menghabiskan masa muda dengan hal yang tidak berguna.
Sayang kehidupan sekuler saat ini membuat banyak orang tua melupakan peran utama mereka. Orangtua abai dalam menanamkan pendidikan dengan nilai-nilai Islam dan memantau perkembangan anak-anak mereka sesuai dengan aturan Islam.
Akibatnya banyak anak-anak, remaja kita yang terabaikan dan mudah terjerumus pada pergaulan yang rusak.
Fungsi Ibu yang Tercerabut
Keluarga merupakan madrasah yang pertama dan utama. Pondasi awal untuk mencetak generasi emas adalah keluarga. Dalam sebuah keluarga, kehidupan anak bermula.
Di sinilah ia mendapatkan pendidikan yang pertama dan utama. Di sini ia mendapatkan penanaman akidah sejak dini, pembiasaan pelaksanaan hukum Islam, keteladanan dan penguasaan pengetahuan dasar.
Gurunya adalah orangtua. Orangtua memiliki peran yang penting dalam pembentukan karakter, jiwa anak-anak dengan menjadi teladan dalam berkata dan bersikap.
Penanaman akidah, moral, dan ilmu-ilmu agama perlu diterapkan di lingkungan keluarga. Keimanan dan ketakwaan merupakan pondasi awal yang mesti dibangun di tengah-tengah keluarga sehingga mewujudkan keluarga yang kokoh.
Di antaranya suami, istri, dan anak-anak, hendaknya dibangun rasa harmonis, saling berkasih sayang dan saling mencintai, melaksanakan tanggung jawab terhadap peranan masing-masing, dan saling menasihati dan mengingatkan dalam kebaikan.
Hal ini dapat menghindari dan mencegah kerusakan dalam bangunan keluarga.
Islam sendiri telah memposisikan seorang Bunda dipandang sebagai bagian penting demi tegaknya agama. Maka, tidak ada yang lebih diharapkan selain tampilnya sosok bunda yang shalehah dan sanggup mengfungsikan dirinya nya sebagai Ummu Wa Robbatul Bait.
Rasulullah saw telah menggambarkan pentingnya fungsi Bunda dalam banyak hadis. Di antaranya beliau bersabda:
تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ إِنِّي مُكَاثِرٌ الْأَنْبِيَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Nikahilah oleh kalian wanita penyayang lagi subur, karena sungguh aku akan membanggakan banyaknya kalian di hadapan para nabi pada Hari Kiamat (HR Ahmad).
وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا
Seorang perempuan adalah pemelihara di rumah suaminya, ia akan dimintai pertanggung jawaban mengenai apa yang menjadi tanggung jawab pemeliharaannya (HR al-Bukhari).
Sayang, saat ini fungsi ibu sebagai pendidik anak telah bergeser. Para ibu disibukkan dengan upaya mencari nafkah. Sebagian karena dorongan kebutuhan ekonomi. Sebagian lagi termakan propaganda kesetaraan gender.
Akibatnya, pendidikan anak dalam keluarga tidak berjalan sempurna. Orangtua mencukup-kan pendidikan agama anak hanya dari sekolah yang jauh dari memadai. Tidak heran bila kemudian kerusakan anak justru berlangsung di keluarga.
Penanaman nilai-nilai kebebasan dan sekularisme lebih banyak berlangsung dari televisi dan internet di rumah. Merokok, narkoba dan seks bebas, sebagian besar ternyata juga dilakukan di rumah.
Fungsi Bunda yang tidak berjalan juga terjadi di kalangan Bunda yang tidak bekerja. Hal ini karena tidak adanya gambaran yang mereka miliki tentang fungsi keibuan yang mereka sandang. Mereka menikah dan punya anak seolah sebagai sebuah skenario yang mesti mereka jalani seperti air mengalir. Tidak ada target dalam mendidik anak.
Tidak pula merasa kelak akan diminta pertanggungjawaban di hadapan Allah.
Malahan kita dapat menemui Bunda yang justru menjerumuskan anaknya dalam kerusakan. Bunda yang mengajak anak kecilnya untuk menonton sinetron, infotainment, tayangan mistik dan sebagainya.
Bunda yang menuruti semua keinginan anak, tidak memberikan batasan benar salah, baik buruk dan abai terhadap agama dan akhlak anak.
Seorang Bunda memiliki peran besar dalam membentuk watak, karakter, dan pengetahuan anak. Maka kecerdasan, keuletan, dan perangai Bunda adalah faktor dominan bagi masa depan anak. Termasuk juga ibu susu. Karenanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam melarang para orang tua menyusukan bayi mereka pada wanita yang lemah akal. Karena air susu dapat mewariskan sifat-sifat ibu pada si bayi.
Dalam kitab Ar Raudhul Unuf disebutkan bahwa persusuan itu seperti hubungan darah (nasab), ia dapat mempengaruhi watak seseorang. Sebuah hadits dari ‘Aisyah radhiallahu’anha: “Janganlah kalian menyusukan bayi kalian kepada wanita bodoh, karena air susu akan mewariskan sifat sang ibu”.
Senyuman dan belaian tangan ibu akan mengobarkan semangatnya. Jari-jemari lembut yang senantiasa menengadah ke langit, teriring doa yang tulis dan deraian air mata bagi si buah hati, ada kunci kesuksesannya di hari esok.
Pertanggungjawaban di Akhirat
Kenapa kita harus bersikukuh untuk memberikan pengasuhan yang baik kepada anak-anak? Firman Allah dalam An Nissa:9 ,” Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.(Q.S. An Nissa:9)
Alloh SWT berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.(Q.S. At Tahrim:6)
Maka jelas bagi kita bahwa mengasuh anak sehingga mereka menjadi generasi kuat adalah perintah Allah yang tidak boleh diabaikan. Maka bersiaplah para orang tua untuk menjadi pengasuh terbaik bagi anak-anaknya.
Dalam kondisi seperti saat ini, kita, para Bunda, selayaknya menoleh kembali sejarah para ibu hebat pada masa lalu. Meneladani upaya mereka. Mengambil semangat perjuangan mereka. Mengikuti langkah mereka dalam mencetak generasi emas, khayru ummah ukhrijat linnâs, umat terbaik yang dilahirkan bagi manusia.
Membekali ilmu yang cukup untuk membersamai anak-anak dalam pengasuh dan pendidikan yang akan menghantarkan mereka kepada generasi yang dicintai bumi dan dicintai pula oleh Allah dan Rasul-Nya.
Semoga Allah mudahkan langkah Bunda semua, memberikan kekuatan seberat baja, dan memberikan kesabaran seluas lautan. Tidak ada kebahagiaan yang abadi kecuali ketika anak-anak kita menghadiahi Jannah-Nya.Wallahu a’lam bish showab.[]
*Ibu rumah tangga, tinggal di Bandung
Comment