Sri Nurhayati, S.PdI*: RKUHP Bukti PHP Demokrasi

Opini737 Views

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi topik yang sedang ramai dibahas di berbagai media, baik media televisi, cetak, ataupun di media sosial.

RKHUP yang akan disahkan oleh DPR ini, mendapatkan penolakan dari masyarakat. Tak pelak hal membuat mahasiswa bersama masyarakat turun ke jalan untuk melakukan aksi damai sebagai bentuk penolakan akan RKUHP ini.

Sebagian pihak menilai RKUHP ini memiliki pasal-pasal yang merugikan banyak pihak, terutama rakyat. Seperti Pasal Penghinaan Presiden dan Wakil Presiden. Salah satu pasal dalam RKUHP yang menjadi kontroversi yakni terkait penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat presiden dan wakil presiden yang diatur dalam pasal 218 sampai pasal 220.

Salah satu pasal yang menjadi sorotan yaitu pasal 219 yang berbunyi, Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Ade Wahyudi seperti dikutip liputan6, menilai pasal tersebut berpotensi melemahkan kebebasan pers di Indonesia.

Selain itu ada juga pasal tindak pidana korupsi, yang menuai kontroversi, karena hukuman koruptor yang diturunkan menjadi minimal dua tahun penjara. Padahal dalam KUHP lama, hukuman untuk pelaku tindak pidana korupsi minimal empat tahun tahun penjara.

Ada juga terkait pasal tentang hewan yang masuk ke pekarangan orang, gelandangan, dan lainnya. Pasal-pasal ini dinilai merugikan masyarakat.

Masalah gelandangan, harusnya menjadi perhatian pemerintah untuk memberikan solusi pada mereka yang tidak memiliki tempat tinggal, sehingga mereka  memiliki tempat tinggal. Tapi mereka yang harusnya mendapat uluran tangan para pemimpin, justru membayar denda karena kondisi yang mereka sendiri tidak menginginkannya.
Tak mengherankan, jika RKUHP ini mengundang penolakan dari masyarakat. Karena sejatinya masyarakat mengharapkan suatu keadilan tapi justru kedzoliman yang didapat. Ibarat panggang jauh dari api, sungguh hal ini adalah hal yang sulit untuk terwujud.

Hal ini tak lepas karena undang-undang hukum pidana lahir dari keterbatasan manusia. Terlebih sistem demokrasi yang diterapkan negeri ini telah nyata membawa kerusakan dan ketidakadilan. Jargon ‘dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat’ hanya janji manis yang penuh dengan harapan palsu. Aturan dan hukum yang terus direvisi menunjukkan ketidakmampuannya dalam memberikan keadilan. Adanya RKUHP hanya menambah PHP (Pemberi Harapan Palsu) akan keadilan yang tidak akan terwujud dalam demokrasi.

Saatnya Kembali Pada Aturan Sang Pencipta

Demokrasi memang sudah cacat dari lahir karena ia lahir dari ide sekulerisme (memisahkan agama dari kehidupan). Ide atau akidah sekulerisme ini telah menjauhkan manusia dari fitrah.

Manusia yang serba kekurangan, lemah dan terbatas ini menyamakan dirinya dengan Sang Pencipta yang telah memberikan aturan hidup manusia bahkan mereka mengganti aturan Sang Pencipta dengan aturan yang mereka buat sendiri.

Cacat demokrasi yang sudah ada dari lahir ini, hanya akan membawa kita pada kerusakan. Hal ini telah Sang Pencipta, Allah SWT sampaikan dalam firmannya: “Telah nyata kerusakan di daratan dan di lautan oleh karena tangan-tangan manusia”. (QS. Ar Rum: 41).

Sudah saatnya kita kembali kepada aturan dari Zat Yang Mengetahui setiap kebutuhan manusia. Allah SWT telah membuat aturan untuk kita yang dibawa oleh utusanNya, Muhammad SAW, yang telah diwariskan yang tidak hanya untuk kaum muslimin tetapi untuk setiap umat manusia. Karena Islam adalah rahmat bagi semesta alam.

Hukum Islam memiliki keistimewaan yang tak dimiliki aturan lain. Salah satu keistimewaan ini adalah sebagai jawabir (penebus) dan jawazir (pencegah). Sifat jawabir, yakni sebagai penubus siksa di akhirat adalah ketika hukum Islam ini diterapkan kepada orang-orang yang melalukan tindak criminal dan ketika mereka mendapatkan hukuman sesuai aturan Islam, maka dosa mereka terkait tindak kriminal itu telah terhapus.

Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari, “Kalian berbai’at kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anakmu, tidak membuat-buat dusta yang kalian ada-adakan sendiri dan tidak menolak melakukan perbuatan yang ma’ruf. Siapa saja menepatinya maka Allah akan menyediakan pahala dan siapa saja yang melanggarnya kemudian dihukum di dunia maka hukuman itu akan menjadi penebus (siksa akhirat) baginya. Dan siapa saja yang melanggarnya kemudian Allah menutupinya (lolos dari hukuman dunia), maka urusan itu diserahkan kepada Allah. Jika Allah berkehendak maka Dia akan menyiksanya; dan jika Dia berkehendak maka akan memaafkannya.” [HR Bukhari dari ‘Ubadah bin Shamit].

Sedangkan sifat jawazir adalah pencegah terjadinya tindakan kriminal yang baru terulang kembali. Hukum Islam yang tegas dan tak pandang bulu telah member efek jera. Tak ada tawar menawar seperti hukum saat ini yang bisa dibeli oleh uang dan lebih tajam ke bawah sedang tumpul ke atas. Seperti hukum qishash bagi pembunuh, adalah salah satu pencegah bagi keluarga yang dibunuh untuk membalas dendam, sehingga melakukan hal sama terhadap pembunuh salah satu keluarganya. Maka pembunuh dihukumi qishash yaitu dihukum mati.

Selain itu, pelaksanaan aturan ini tidak terlepas dari ketaqwaan individu sebagai dsalah satu pilar tegaknya aturan ini.

Sebagai contoh di masa Rasulullah SAW, pernah ada dua orang yang berzina. Mereka adalah Maiz Al-Aslami dan Al-Ghomidiyah. Masing-masing telah berzina dan tidak diketahui oleh siapapun tetapi karena dorongan ketaqwaan, akhirnya mereka menghadap Rasulullah SAW untuk meminta dihukum rajam dan disucikan. Hal ini karena mereka meyakini dengan hukuman rajam tersebut, maka dosa mereka akan terhapuskan.

Selain ketaqwaan sebagai pilarnya, kontrol masyarakat pun menjadi pilar tegaknya aturan ini. Adanya saling mengingatkan atau amar ma’ruf nahi munkar sebagai pilar yang akan menegakkan aturan ini agar bisa terlaksana dengan baik.

Selain kedua pilar itu, ada pilar yang sangat penting untuk menyempurnakan keduanya, yakni adanya penerapan aturan oleh Negara, karena ia berwenang sebagai pelaksana setiap aturan yang ada. Dialah yang akan menindak setiap pelanggaran yang dilakukan masyarakat, agar tercipta dan terwujudnya keadilan yang diinginkan setiap insan manusia.

Hal ini tidak lain agar tetap terjaganya aturan Islam secara menyeluruh di tengah masyarakat.

Haruslah kita fahami bahwa penerapan Islam ini hanya akan tegak dengan sebuah Negara yang diwariskan Rasulullah Saw dan para Khulafa ar Rasyidin kepada kita semua.

Hanya dengan penerapan Islam secara kaffah keadilan ini akan terwujud. Wallahu’alam bi ash – shawab.[]

*Pengisi Keputrian SMAT Krida Nusantara

Comment