Penulis: Tsaqifa Nafi’a | Aktivis Muslimah
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Terbaru, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) merombak sistem penerimaan siswa untuk tahun ajaran baru mendatang. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan system zonasi akan diganti dengan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB).
Dengan dalih untuk menciptakan sistem penerimaan siswa yang lebih transparan, objektif, akuntabilitas tinggi, serta lebih inklusif bagi semua calon siswa, diharapkan transformasi ini menjadi langkah progresif dalam memperbaiki sistem Pendidikan di Indonesia. (Kompas.com. 30/01/2025)
Dalam praktik SPMB, calon siswa yang aktif dalam organisasi seperti OSIS dan pramuka kini dapat masuk melalui jalur prestasi. Perubahan ini menggeser paradigma lama yang selama ini hanya menilai prestasi dari angka-angka rapor. Sistem ini terlihat memberi pengakuan pada kepemimpinan dan keterampilan social.
Sebab kini, dunia nyata tidak hanya lagi menghargai kecerdasan di atas kertas. Tetapi juga keterampilan yang dibangun di luar kelas. Data survei di Indonesia menunjukkan bahwa 72 persen Perusahaan lebih memilih kandidat dengan pengalaman kepemimpinan disbanding nilai akademik tinggi.
Dari sini muncul pertanyaan. Apakah dengan perubahan nama sistem penerimaan siswa ini dapat menjadi Solusi pemerataan Pendidikan? Memang secara teknis terlihat menjanjikan sebab dirasa telah memberikan kesempatan bagi semua jenis prestasi dan meninggalkan paradigma lama yang hanya melihat siswa pintar dari nilai rapor mereka.
Namun, hal ini meniscayakan adanya kesamaan standar dalam pengelolaan organisasi siwa di setiap sekolah. Karena jika setiap sekolah berbeda-beda kualitas organisasinya malah akan menimbulkan kesenjangan baru antara sekolah dengan fasilitasnya. Dengan begitu tidak akan bisa terwujud pemerataan Pendidikan.
Jalur aktivasi ini juga dapat berpeluang terjadinya kecurangan dan memudahkan praktik manipulasi seleksi jika dengan mekanisme yang kurang ketat. Sebab hal ini dapat dimanfaatkan oleh siswa yang hanya menumpang nama dalam organisasi tanpa kontribusi nyata.
Pun cara penyeleksiannya kurang akurat. Jika jalur akademik memiliki standar yang jelas seperti nilai ujian dan sertifikat lomba. Lalu, apa standar seorang siswa memiliki sebuah kepemimpinan? Apakah dengan surat rekomendasi dari guru? Sekali lagi, hal ini mengharuskan adanya kesamaan keaktifan organisasi di setiap sekolah. Namun faktanya, tentu tidak begitu.
Negara terlalu fokus terhadap masalah teknis dan melupakan apa yang menjadi penyebab terjadinya semua masalah ini. Yakni adanya kesenjangan kualitas antara sekolah-sekolah negeri. Entah dari segi fasilitas, kualitas pembelajaran, kompetensi guru, hingga sarananya.
Pelabelan sekolah unggulan atau favorit membuat orang-orang berambisi untuk memasukinya. Tidak sedikit dari mereka yang akhirnya memilih jalur curang. Jadi, selama masih ada label-label unggulan dll. Kecurangan ini akan terus berlanjut. Entah mau diganti nama sistem dengan apapun.
Jika kita melihat bagaimana Islam dalam mengatasi permasalahan pemerataan Pendidikan. Maka kita akan menemukan aturan yang begitu komplek untuk diterapkan Di manapun dan kapanpun. Islam memandang Pendidikan adalah hak setiap warga negara baik kaya maupun miskin. Pintar atau tidak.
Pendidikan termasuk layanan public menjadi tanggung jawab negara. Hal ini meniscayakan bahwa Pendidikan itu harus gratis sehingga dapat dijangkau oleh semua kalangan. Kualitasnya pun harus terjamin dengan kualitas terbaik.
Dari segi kurikulum juga harus pasti yakni berasas akidah islam. Yang bertujuan untuk membentuk kepribadian Islam. Sehingga terhindar dari keinginan untuk berbuat buruk seperti melakukan berbagai kecurangan
Tentu membutuhkan dana yang besar untuk dapat mewujudkan layanan terbaik, gratis, dan mudah diakses bagi setiap individu dan rakyat. Dalam hal ini Islam memiliki sumber dana yang besar dan beragam.
Dari pengelolaan SDA contohnya. SDA dikelola oleh negara dan tidak boleh diserahkan ke swasta/individu. Tentu menjadi pemasukan yang amat besar. Sumber lainnya seperti ghanimah, fa’I, jizyah dll. Semua dikelola dan didistribusikan sesuai maslahat umat.
Seperti inilah Islam mengatur kehidupan. Menawarkan solusi atas berbagai persoalan, termasuk di bidang pendidikan. Melalui penerapan nilai-nilai Islam, tercipta generasi cerdas dan berakhlak mulia. Masyarakat pun akan hidup dalam keadilan dan kesejahteraan. Dengan Islam, kehidupan yang harmonis dan penuh berkah dapat terwujud. Wallahu a’lam bi ash-shawaab.[]
Comment