Penulis: Dinar Aslamiyah | Mahasantriwati Cinta Quran Center
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Semakin hari masyarakat terus menerus dibuat mengelus dada, karena berita-berita yang muncul begitu miris. Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) melaporkan ada 101 korban kekerasan seksual di satuan pendidikan sepanjang tahun 2024. Sebesar 69% adalah anak laki-laki dan 31% anak perempuan. (Media Center Pemkab Peser, 30/8/2024).
Berita lain muncul dari seorang guru Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (PJOK) di sebuah sekolah dasar di Kecamatan Doreng, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), tega melakukan perbuatan keji mencabuli delapan pelajar yang menjadi anak didiknya. Aksi bejat guru olahraga ini diketahui telah berlangsung sejak korban berada di kelas 1 SD. Korban berjumlah delapan dengan usia 8-13 tahun. (Tirto.id, 6/4/2025)
Beredar pula sebuah berita terkait kasus pelecehan yang terjadi di sebuah SMK di Jakarta. Seorang oknum guru ramai di media sosial dan menghebohkan warganet. Pasalnya, siswa yang menjadi korban pelecehan oleh oknum sebanyak 40 siswa. Kejadian tersebut telah berlangsung sejak para korban berada di kelas 10 hingga saat ini. (Radar Kediri, 5/3/2025).
Berbagai fenomena di atas menggambarkan bahwa pelecehan seksual di lingkungan pendidikan masih saja terjadi. Fenomena ini juga menggambarkan betapa malang dunia pendidikan di Indonesia. Hal ini merupakan cermin dari diterapkannya sistem demokrasi sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan.
Terjadi Secara Sistemis
Peristiwa ini sungguh memilukan. Guru sebagai pembina dan panutan yang sejatinya memberi teladan mulia bagi para peserta didik lalai menjalankan perannya. Betapa memilukan pula para peserta didik yang seharusnya menjadi generasi mulia dan cemerlang justru dirusak oleh guru mereka sendiri.
Guru yang seharusnya menjadi teladan bagi para peserta didik dalam menjaga batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan justru menjadi orang yang melampaui batasan pergaulan hingga menjadi pelaku pelecehan terhadap para peserta didiknya.
Tindakan tercela oknum guru ini merupakan akibat tontonan media liberal yang mereka konsumsi, seperti tontonan bebas yang mengumbar aurat, dan konten pornografi yang dapat memicu tindakan pornoaksi. Tidak hanya itu, buruknya lingkungan pergaulan juga menjadi akibat dari buruknya perilaku oknum guru tersebut.
Tidak dipungkiri bahwa kurangnya budaya saling mengingatkan dapat menyebabkan seseorang lalai sehingga berani bertindak di luar batas norma yang beraku. Akibat yang paling parah dan menyebabkan hal-hal buruk tersebut terjadi adalah karena sekulerisme yang diterapkan saat ini.
Selama sekulerisme menjadi ruh dalam dunia pendidikan, kasus pelecehan seksual di dunia pendidikan akan terus terjadi secara sistemis. Seperti penerapan sistem pendidikan, dan sistem sanksi yang sekuler di dalamnya.
Islam, Solusi Sistemis
Islam memiliki mekanisme untuk menangani kasus pelecehan seksual, termasuk kasus pelecehan yang ada di lingkungan sekolah. Dalam penanganannya, dibutuhkan peran individu, masyarakat dan tentunya negara agar dapat menghadirkan solusi yang menyeluruh dan sistemis sehingga kasus pelecehan seksual di dunia pendidikan tidak terus berulang.
Sebagai langkah konkrit mewujudkan solusi menyeluruh, dibutuhkan individu bertakwa, masyarakat yang saling mengingatkan atau berdakwah, dan negara yang menerapkan Islam.
Islam juga memiliki mekanisme pencegahan yang sifatnya baku sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an dan As-sunnah. Keberadaan dan maraknya kasus pelecehan di dunia pendidikan sangat mungkin dicegah dalam Islam. Pencegahan itu dilakukan dengan beberapa mekanisme baku sebagai berikut, di antaranya adalah penerapan pendidikan Islam, pergaulan dalam Islam, sanksi yang tegas, dan media massa yang Islami yang akan menutup segala celah pelecehan seksual. Mekanisme tersebut dirincikan sebagai berikut:
Pertama, Islam menerapkan sistem pendidikan dengan dasar islam agar dapat mencetak peserta didik sekaligus para pendidiknya menjadi individu yang memiliki kepribadian Islam. Peserta didik dan para pendidik yang memiliki kepribadian Islam selalu berpikir dan bertindak sesuai standar Islam.
Dengan kepribadian Islam, para pendidik menjalankan amanahnya dengan penuh tanggung jawab karena pelaksanaannya dilandasi rasa takut kepada Allah SWT. Rasa takut mereka akan bayangan siksaan yang pedih di akhirat dapat mencegah para guru melakukan tindakan hina.
Dengan kepribadian Islam, para guru disibukkan dalam kebaikan mencetak generasi bertakwa yang berdaya membangun peradaban. Mereka sibuk menerangi para peserta didik dengan cahaya ilmu sehingga dapat membangun peradaban yang terang benderang, tegak di atas tonggak keilmuan. Para pendidik sibuk mencetak ulama handal dan berdaya yang terampil dalam sains dan teknologi.
Kedua, Islam menerapkan pergaulan Islami. Terdapat aturan Islam yang berlaku pada interaksi antara laki-laki dan perempuan baik dalam kehidupan bersosial maupun ranah privat. Segala sesuatu yang mengumbar aurat dan menimbulkan rangsangan sensualitas wajib dicegah dan haram ditayangkan.
Interaksi laki-laki dan perempuan dibatasi dengan hanya membolehkan adanya interaksi yang diperlukan pada kondisi-kondisi tertentu, seperti dalam suasana pendidikan (sekolah), ekonomi (perdagangan dan pasar), dan kesehatan (rumah sakit, klinik, dan puskesmas), dan lain sebagainya. Misalnya dalam suasana pendidikan, interaksi antara guru laki-laki dan murid perempuan dibatasi hanya pada hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan saja seperti membicarakan mata pelajaran, menanyakan hal yang tidak dimengerti, memberikan soal, menguji pengetahuan murid, dan lain semisalnya.
Tidak diperbolehkan adanya interaksi yang tidak penting dan tidak layak seperti merayu, atau menggoda antara non mahram, apalagi sampai bertindak keji.
Ketiga, Islam menerapkan sanksi tegas sehingga dapat memberikan efek jera pada pelaku pelecehan seksual dan dapat mencegah kasus pelecehan di dunia pendidikan agar tidak terulang. Contoh sanksi tegas yang diberlakukan Islam terhadap pelaku pelecehan dan pemerkosaan adalah had zina, yaitu pelaku dirajam atau dilempar batu hingga mati apabila pelaku tersebut statusnya muhshan (sudah menikah).
Baik masih memiliki pasangan ataupun sudah tidak memiliki pasangan. Pelaku yang statusnya ghairu muhshan (belum menikah) didera sebanyak 100 kali cambukan dan diasingkan selama setahun.
Terakhir, Islam mengendalikan media agar difungsikan sesuai ketentuan Islam. Media dikendalikan dengan bijak sebagai perlindungan dari kerusakan pemikiran yang tersaji dalam konten-konten atau tayangan dan sumber informasi yang dapat merusak pola pikir masyarakat hingga berujung pada kerusakan moral.
Negara memanfaatkan media untuk mengedukasi masyarakat dengan konten-konten edukatif atau konten-konten dakwah. Negara juga mengatur media agar dapat digunakan untuk memperlihatkan dan menyebarluaskan opini Islam, keagungan Islam dan kemuliaan kaum Muslimin seluas-luasnya.
Dengan begitu, masyarakat Islami yang memiliki pola pikir terjaga dapat terbentuk dan budaya saling mengingatkan menjadi hidup dalam interaksi masyarakat.
Maka demikian, mekanisme Islam menjadi solusi menyeluruh dalam upaya mencegah dan menangani kasus pelecehan seksual yang terjadi di dunia pendidikan maupun di lingkungan sosial lainnya. Konsep Islam mengharuskan penerapan solusi ini dilaksanakan di bawah pengurusan dan perlindungan pihak berwenang, yang sah pengangkatannya menurut syari’at Islam.
Semoga Allah mudahkan para pemimpin kita untuk menerapkan konsep Islam yang sempurna dalam bernegara agar berbagai permasalahan bisa diselesaikan dengan kacamata syariah. Wallahu’alam bishowab.[]
Comment