Solusi Mendasar Konflik Perampasan Ruang Hidup

Opini83 Views

 

Penulis: Triana Amalia, S.Pd.
| Aktivis Muslimah

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Setiap rakyat di sebuah negeri, wajib mendapatkan wilayah tempat tinggal layak. Namun, bagi rakyat yang tidak punya jabatan dan relasi, mampukah meraih lingkungan hidup yang sehat?

Masalah perampasan ruang hidup, sedang dialami oleh rakyat Indonesia di kawasan Minajaya, Desa Buniwangi, Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi. Mereka memprotes keras rencana pembuatan tambak udang Vaname yang mencakup area seluas 108 hektare.

Mengutip dari laman berita Detik.com (15/02/2025), Gubernur Jawa Barat terpilih, Dedi Mulyadi menanggapi penolakan keras warga di akun media sosialnya. Dedi mengomentari bahwa Dinas Penanaman Modal Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), telah diberikan peringatan kedua kepada PT Berkah Semesta Maritim, yang disebabkan kegiatan tanpa izin.

Penolakan Masyarakat dan Teguran dari DPR

Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PKS, drh Slamet yang telah melaksanakan rapat kerja dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 20 November 2024, Ia mempersoalkan kelayakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) tambak udang.

Drh Slamet melalui laman Detik Travel (16/02/2025) mengatakan bahwa sebelum izin dikeluarkan, pemerintah harus memastikan bahwa proyek ini tidak mengusik sektor pariwisata yang menjadi sumber ekonomi masyarakat setempat. Selain itu, tenaga kerja regional patut diprioritaskan.

Pihak masyarakat yang diwakili oleh Supriatin mengomentari terkait tambak udang itu. Perusahaan yang berencana membangun tambak udang itu ternyata tidak memberikan konfirmasi kepada warga Pasir Ipis.

Dampak Tambak Udang terhadap Ruang Hidup Masyarakat Sekitar

Tambak udang dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan dan kesehatan. Hal ini dibuktikan dengan penelitian dalam sebuah jurnal.

Berdasarkan Jurnal Ilmiah Mahasiswa Jurusan Hukum Ekonomi Syariah, dengan judul, “Penyelesaian Kasus Pencemaran Limbah Tambak Udang dalam Mewujudkan Keberlanjutan Perekonomian dan Kesehatan Masyarakat (Studi Desa Borong Tala Kabupaten Jenepoto). Ditulis oleh Ade Darmawan, Rais Asmar, Nurjannah, dan Mursil Aksham. Jurnal ini memaparkan dampak tambak udang terhadap kehidupan masyarakat sekitar.

Masyarakat Desa Borong Tala awalnya berprofesi sebagai pembudi daya rumput laut, terpaksa mengubahnya, akibat perusahaan tambak udang yang membuang limbah ke laut.

Bukti pencemaran limbah ini adalah produksi rumput laut di Desa Borong Tala menghadapi penurunan sebesar 50% dari 50 ton per-tahun sebelum pencemaran menjadi 25 ton per tahun setelah pencemaran.

Penjelasan dampak pencemaran lingkungan, yakni pencemaran air laut telah mengganggu pertumbuhan rumput laut, paparan amonia tinggi memungkinkan rumput laut mengalami stres fisiologis sehingga pertumbuhannya terhambat.

Dampak ekonominya, pendapatan warga yang membudidayakan rumput laut mengalami penurunan dari segi keuntungan. Adapun dampak kesehatan, 60% warga mengalami iritasi kulit dan 40% mengalami gatal-gatal akibat kontak dengan air laut yang tercemar.

Alhasil, dalam menyelesaikan konflik ini membutuhkan teknologi pengolahan limbah yang didukung penuh oleh pemerintah. Dalam hal ini termasuk pengawasan dan penegakan hukum.

Mampukah Sistem Pemerintahan Kapitalisme Menyelesaikan Konflik Ruang Hidup Ini?

PT BSM melalui perwakilannya bernama Mukhlis memberikan tanggapan, bahwa problematika ini terjadi disebabkan perbedaan persepsi antara warga dan perusahaan. Pembersihan lahan merupakan bagian dari kegiatan bersih-bersih, tidak melanggar aturan.
Setelah menyampaikan komentarnya. Tidak ada lagi kepastian mengenai kelanjutan proyek tambak udang ini.

Konflik perampasan ruang hidup antara warga lokal, perusahaan, dan pemangku kebijakan setempat, berasal dari ide keberhasilan dunia ialah dengan mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya atau kapitalis.

Pemikiran soal keuntungan hanya untuk diri sendiri dan kelompok – membuat sebuah perusahaan tidak memikirkan lingkungan sekitar. Meski sedikit peduli, para kapitalis ini hanya membayar kerugian di awal dan membiarkan limbah itu menganggu kenyamanan warga sekitar selamanya.

Kapitalis tidak memberikan solusi, justru menjadi akar masalah. Warga membutuhkan regulasi tegas dari pemimpin yang mengambil kabijakan dari aturan Sang Pencipta, Allah Swt.

Islam, sebagai Solusi Mengakar terhadap Perampasan Ruang Hidup

Laut dan sumber daya alamnya, dari sudut pandang Islam sebagai sistem pemerintahan, merupakan kepemilikan umum. Rakyat berhak mencari penghidupan sesuai tuntunan kehidupan seorang muslim.

Geopark Cileutuh dianggap sebagai kawasan pariwisata, dengan menjual keindahan alam, khususnya Pantai Ujung Genteng. Warga lokal di sana kebanyakan berprofesi sebagai nelayan dan petani. Terbayang apabila tambak udang dipaksakan pembangunannya.

Apa yang dialami warga Desa Borong Tala akan sama dengan warga kawasan Minajaya di Cileutuh. Mereka akan terdampak dari pencemaran lingkungan dan kesehatan.

Seorang pemimpin dalam sistem pemerintahan Islam akan memastikan ruang hidup yang layak bagi kesejahteraan warganya. Baik di bidang ekonomi maupun kesehatan. Hal ini berlandaskan Qur’an Surat Al-Hadid, berikut terjemahannya.

“Milik-Nyalah kerajaan langit dan bumi. Dia menghidupkan dan mematikan. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.”

Allah Swt. memerintahkan seorang penguasa muslim untuk mengelola sumber daya alam berdasarkan syariat Islam. Sejarah membuktikan bahwa sistem pemerintahan Islam ini dapat menata ruang hidup dengan baik. Khalifah dari Dinasti Umayah di wilayah Baghdad maupun Cordoba membangun sanitasi pembuangan najis di bawah tanah.

Masalah pencemaran lingkungan akan diselesaikan dengan pembangunan dan sistem hukum yang tegas. Tidak seperti penguasa kapitalis yang bermanis muka apabila diberi “uang jaminan” oleh penguasa nakal.

Kekayaan alam yang dimiliki laut dalam wilayah kekuasaan negara bersistem pemerintahan Islam akan mengelolanya sendiri.

Penguasa muslim tidak membutuhkan bantuan perusahaan swasta ataupun membiarkannya membangun tambak udang sembarangan. Hasil dari pengelolaan sumber daya kelautan itu akan masuk ke kas baitulmal dan dimanfaatkan hanya untuk kemaslahatan umat.

Sistem hukum pemerintahan Islam untuk pelaku pembuang limbah sembarangan di sungai adalah takzir. Hukuman ini diserahkan kepada penguasa atau hakim. Sanksi ini tidak ditetapkan secara spesifik oleh Asy-Syari’. Sanksi di dalam sistem pemerintahan Islam berfungsi sebagai pencegahan (zawajir) dan jawabir yakni penebus dosa bagi pelaku pelanggaran.

Kesimpulan

Sudah saatnya elemen masyarakat mengkaji sistem pemerintahan Islam bukan sekadar sejarah atau dongeng masa lalu belaka. Dengan pemahaman umat, maka penerapan syariat Islam secara menyeluruh dan sempurna akan menghapuskan konflik perampasan ruang hidup. Seluruh rakyat pun bisa hidup damai dan sejahtera. Wallahu ‘alam bisshowab.[]

Comment