Oleh: Zahrotun Nurul, S.Pd,
__________
RADARINDONESIANEWS COM, JAKARTA– Kekerasan seksual pada anak terus terjadi di negeri hukum ini. Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti menyampaikan data kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan Indonesia dalam lima bulan di awal 2023 mengalami lonjakan, yang tercatat 22 kasus kejahatan seksual dengan 202 korban anak (6/6/23, solopos.com).
QDitambah kasus kekerasan anak di Sulawesi dengan tersangka 11 orang termasuk para pejabat, membuat kita semakin bertanya, kenapa hal ini terus terjadi? Bahkan mirisnya, pelaku merupakan mereka yang harusnya melindungi anak negeri. Lalu, bagaimanakah Islam memandang semua ini?
Dalam Islam, pemerkosaan adalah tindak kejahatan dan termasuk dosa besar dihadapan Allah. Namun, tingkat kekerasan seksual di negeri mayoritas muslim ini terus menjadi-jadi dan menjadi ancaman bagi generasi.
Dalam Islam, perbuatan zina apapun dilarang, baik tanpa kekerasan maupun dengan kekerasan. Pelakunya diberi sanksi berat berupa cambuk sebanyak 100 kali bagi pelaku yang belum menikah dan rajam sampai mati bagi pelaku yang telah menikah. Hukuman pun disaksikan oleh masyarakat umum agar bisa mencegah orang lain melakukan kejahatan yang sama.
Dalam kasus pemerkosaan, korban tidak akan dijatuhi sanksi apalagi fasilitas untuk memulihkan diri dan bangkit kembali misal dengan bantuan medis dan konseling psikologis. Bagi pelaku, hukuman pun bisa ditambah sesuai dengan ta’zir dari Khalifah. Imam Malik dalam Al-Muwatha’ berpendapat, orang yang memperkosa wanita selain dijatuhi hukuman had zina juga mendapat sanksi tambahan. Sang pelaku diharuskan membayar mahar kepada wanita. Sementara Imam Abu Hanifah berpendapat, pemerkosa hanya mendapatkan had zina saja tanpa kewajiban membayar mahar.
Dengan demikian, korban akan terlindungi dan masyarakat juga akan terjamin keamanannya karena orang akan takut melakukan zina apalagi pemerkosaan.
Sebelum zina terjadi, negara dalam Islam, juga akan melakukan pencegahan dengan penerapan sistem pergaulan dalam Islam di antaranya memerintahkan rakyat untuk menutup aurat dan menjaga pandangan, larangan berdua-duaan dengan non mahram, larangan campur baur tanpa alasan syar’i, hubungan seksual hanya legal untuk pasangan suami istri, melarang semua konten pornografi dan pornoaksi di seluruh media, dan lain sebagainya.
Dalam dunia pendidikan, anak-anak dicetak untuk menjadi orang yang bertakwa dan ahli dalam ilmu pengetahuan. Dalam keluarga, orang tua wajib memberikan pendidikan Islam dan menanamkan keimanan pada anak-anaknya. Sehingga aqidah tertanam kuat dalam diri setiap anak. Masyarakat pun senantiasa diliputi suasana amar makruf nahi mungkar, sehingga tidak akan membiarkan anggota masyarakatnya melakukan hal yang melanggar syariat.
Dengan demikian kasus zina bahkan kekerasan seksual terhadap anak akan terminimalisir, rakyat pun akan terjamin keamanannya.
Hal ini berbeda dengan kehidupan sekarang yang meninggikan kebebasan. Pornografi dan pornoaksi pun merajalela, pergaulan bebas tak dapat dihindarkan bahkan terus membabi buta, sehingga nafsu ditinggikan dan tidak dapat dikendalikan. Alhasil, kejahatan seksual terus meningkat bahkan mengancam para generasi muda.
Dalan lini negara, sanksi yang diberikan pun hanya berupa kurungan penjara yang membuat pelaku tidak jera. Pendidikan juga diarahkan sekedar untuk kerja dan materi sehingga lahirlah masyarakat yang hanya mementingkan uang dan nafsu dalam kehidupan serta minim keimanan.
Bahkan pelaku bisa jadi orang terdekat, para pejabat, bahkan pendidik korban. Hal ini karena agama dijauhkan dalam kehidupan dan hanya dianggap sebagai ritual bagi individu semata atau yang disebut sebagai sekulerisme.
Hal tersebut jelas bertentangan dengan Islam karena Islam berpandangan syariat adalah jalan kehidupan yang harus menjadi standar dalam aktivitas, baik ranah individu, masyarakat, bahkan negara. Sehingga syariatnya pun mencakup seluruh aspek kehidupan dan akan menjadi Rahmatan Lil aalamiin jika diterapkan secara keseluruhan. WaAllahu’alam.[]
Comment