Solidaritas Pemuda Papua dan Ras Melanesia: NKRI Harga Mati

Berita571 Views

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Pada masa transisi menuju demokrasi, banyak konflik yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. Konflik ini lahir dari kontradiksi-kontradiksi di antara masyarakat sendiri yang dipicu oleh berbagai argumen yang sangat intoleran terhadap kehidupan kebhinekaan.

Konflik yang demikian itu, salah satunya terjadi di Maluku pada tahun 1999, yakni konflik antar agama, dan ras. (Jurnalisme Keberagaman untuk konsolidasi demokrasi, Usaman Kansong).

Selain dari pada konflik horisontal (agama dan ras) atau semacamnya, juga terjadi aksi teror (pemboman) di beberapa wilayah. Aksi ini juga lahir dari pemikiran-pemikiran intoleran yang tidak punya rasa kemanusiaan, dan kebersamaan dalam pemikiran.

Sementara, wajah Indonesia pasca orde baru, adalah wajah demokratis dengan landasan demokrasi. Akan tetapi, masih terlihat konflik-konflik semacamnya terjadi. Lantas demokrasi seperti apa yang sebenarnya Indonesia miliki? Sementara banyak perbedaan yang terjadi di antara para ahli terhadap demokrasi Indonesia, antara lain ada yang menyebutkan : demokrasi Indonesia sebagai kolutif (collutive) atau delegatif (delegative). Ada yang menyebut demokrasi Indonesia terkonsolidasi (consolidated) tapi bersifat patrimonial ( patrimonial).

Ada juga yang mengatakan demokrasi di Indonesia berkualitas rendah(low quality). Ada lagi yang mengatakan demokrasi Indonesia sekular (secular), (Mietzner dan Aspinall, 2010).
Perbedaan pendapat seperti itulah yang mengakibatkan ketidakpastian dalam kehidupan berdemokrasi di Indonesia sendiri, sehingga masyarakat Indonesia-pun selalu mempertahankan sifat yang cenderung menciptakan argumen-argumen kontra yang pada akhirnya perpecahan terjadi. Hal ini terlihat dari beberapa masalah akhir-akhir ini.
Kemudian dari masalah itu pun banyak kebencian yang muncul dari masnyarakat yang di interpretasikan pada media sosial, untungnya keamanan negara cepat mengambil tindakan.

Jika kelengahan terjadi oleh keamanan. Penulis yakin, konflik-konflik yang pernah terjadi, akan kembali lahir.
Seperti yang terjadi nyatanya di Papua saat ini
terjadi kerusuhan yamg berujung ricuh. Sejumlah ruas jalan juga diblokade, yakni Jalan Yos Sudarso, Jalan Trikora Wosi, dan Jalan Manunggal Amban, Distrik Manokwari Barat, Kabupaten Manokwari.

Kerusuhan ini ini berawal dari aksi demonstrasi di sana. Demonstrasi digelar sebagai buntut perlakuan ormas dan aparat keamanan yang dianggap menghina mahasiswa Papua di Malang, Surabaya, dan Semarang.Yang menyinggung ras hitam dengan bahasa binatang yang menyebutkan monyet kepada mahasiswa Papua, serta terjadi pembakaran bendera merah putih sebagai lambang kenegaraan Indonesia.

Seperti yang di katakan  oleh Willy Hegemur pada acara yang di adakan di Balai Pustaka pada tanggal 31 Agustus 2019, mengenai Solidaritas Pemuda Papua dan Ras Melanesia
Merajut Kebersamaan, NKRI Harga Mati.

“Harus adanya dialog-dialog antar elemen masyarakat sehingga dalam permasalahan yang terjadi adalah mengenai perdamaian yang terjadi di Indonesia khususnya Papua dapat terealisasi dengan baik dan benar ada solusi”. Juga di katakan oleh Alan MS sebagai Presidium Lintas Suku Bangsa Bahwa di katakan “Ada beberapa solusi seperti dalam permasalahan yang terjadi harus ada solusi tepat seperti memberikan atmosfir positif dan persatuan terhadap bangsa, negara Indonesia khususnya bagi Papua”.Demikian adanya yang terjadi dalam solusi perkembangan konflik yang terjadi saat ini, solusi harus bisa menjadi hal utama dalam penyelesaian konflik.

Balai Pustaka-Jakarta, 31 Agustus 2019
Tia/Radar

Comment