SMPN 60 Bandung, Enam Tahun Tanpa Gedung, di Mana Peran Pemerintah?

Opini102 Views

 

 

Penulis: Nurfaidah | Aktivis Mahasiswi

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Dalam beberapa tahun terakhir infrastruktur di Indonesia telah mengalami kemajuan yang signifikan terutama melalui berbagai proyek yang dicanangkan Pemerintah.

Sejak beberapa tahun terakhir, Indonesia telah fokus pada pembangunan infrastruktur seperti: jalan tol, bandara, pelabuhan, dan transportasi umum, yang merupakan bagian dari program besar yang diharapkan dapat meningkatkan konektivitas dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Sayangnya, di tengah kemajuan pembangunan infrastruktur tersebut justru infrastruktur pendidikan masih mengalami kesulitan misal banyaknya sekolah di Negeri ini yang belum mempunyai gedung, salah satu di antaranya adalah SMPN 60 Bandung.

Siswa SMPN 60 Bandung menumpang di bangunan SDN 192 dan menggelar proses belajar mengajar di atas terpal sejak 2018 dengan sekitar 270 siswa terbagi dalam sembilan rombongan belajar (rombel) dan hanya tujuh rombel yang dapat diajar di ruang kelas SD147.

Hal ini menyebabkan ketidaknyamanan dan kesulitan dalam proses belajar mengajar. Orang tua dan siswa terus menanyakan kapan gedung sekolah akan dibangun, namun hingga kini belum ada kepastian dari pihak berwenang.

Rita Nurbaini, Humas SMPN 60, menyatakan bahwa pihaknya telah berupaya mengajukan pembangunan, tetapi masalah harga tanah di Kecamatan Regol menjadi kendala. Mirisnya, hal ini terjadi di sekolah negeri, yang seharusnya mendapatkan dukungan penuh dari negara.

Dinas Pendidikan memang sudah menyediakan kursi dan meja tetapi tentu fasilitas tersebut tak akan berguna jika tidak ada gedung. Harusnya gedung sebagai wadah yang lebih diutamakan baru fasilitas yang lain. Anak umur 7 tahun pun tahu bahwa sebelum nasi dan lauk harus ada piring dulu sebagai wadah.

Inilah potret Pendidikan di negeri berideologi kapitalisme, solusi yang diberikan tidak pernah menyelesaikan problem hingga akarnya.

Kondisi yang dialami SMPN 60 Bandung adalah cermin ketidakadilan dan minimnya perhatian negara terhadap kebutuhan fundamental rakyatnya, meski pendidikan diakui sebagai kebutuhan pokok.

Hal ini dikarenakan kapitalisme  cenderung mengabaikan kebutuhan dasar rakyat yang menurut mereka tidak menguntungkan secara ekonomi. Karena pada dasarnya orientasi pendidikan ala kapitalisme adalah materi. Bahkan bagi mereka,  pendidikan merupakan ladang bisnis.

Dengan orientasi materi, kapitalisme berhasil mengubah visi Pendidikan. Kini Pendidikan tidak lagi bertujuan untuk membentuk manusia unggul dan beradab tetapi pendidikan sekarang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pasar. Akibatnya sekolah hanya sebagai tempat mendapatkan ijazah agar bisa bekerja.

Bukan hanya visinya, tata kelolanya pun dikapitalisasi sehingga memalingkan perhatian utama pemerintah terhadap pendidikan bagi generasi bangsa. Penyediaan gedung, sarana dan prasarana sekolah adalah tanggung jawab negara dalam upaya menjamin hak Pendidikan rakyatnya.

Harusnya negara benar-benar memastikan hak tersebut terpenuhi terutama pada sekolah-sekolah yang berlabel negeri. Oleh karena itu, meskipun anggaran terus bertambah jika negara salah memprioritaskan penggunaan anggaran maka hal itu seolah-olah tak berguna.

Masalah ini menunjukkan kegagalan negara menjalankan tanggung jawabnya sebagai pengurus rakyat. Padahal, pendidikan adalah fondasi masa depan bangsa. Jika anak-anak bangsa tidak mendapatkan pendidikan yang layak dengan fasilitas minim dan ala kadarnya, bagaimana mungkin mereka bisa menjadi generasi unggul dan berkualitas?

Kasus seperti SMPN 60 Bandung adalah salah satu contoh bagaimana kebijakan pemerintah tidak benar-benar berpihak pada rakyat, khususnya dalam sektor Pendidikan.

Jauh berbeda dengan Islam. Dalam perspektif islam, pendidikan adalah kebutuhan pokok rakyat yang harus dipenuhi negara tanpa kompromi. Negara dalam konsep Islam bertanggung jawab penuh untuk memastikan sarana dan prasarana pendidikan tersedia, dananya bersifat mutlak, bahkan mengupayakan pendidikan yang dapat diakses rakyat secara mudah. Dalam islam pendidikan benar-benar bertujuan untuk membentuk generasi yang cerdas, unggul dan beradab bukan untuk pemenuhan materi.

Oleh karena itu ada beberapa hal yang akan dilakukan oleh negara untuk mencapai tujuan tersebut antara lain:

Pertama, negara memastikan semua sekolah memiliki fasilitas yang sama. Hal ini dilakukan agar semua peserta didik di setiap wilayah dapat menikmati fasilitas pendidikan.

Kedua, negara berperan aktif dalam melengkapi sarana-sarana fisik seperti gedung sekolah/kampus, ruang kelas,perpustakaan,laboratorium, ruang seminar dll hal ini dimaksudkan untuk mendorong terlaksanya program dan kegiatan Pendidikan sesuai dengan kebutuhan,kreativitas dan inovasi.

Bahkan dalam Sejarah dibawah kepemimpinan khalifah Sultan Nuruddin Muhammad Zanky pernah mendirikan madrasah yang didalamnya terdapat fasilitas lain seperti asrama siswa, tempat peristirahatan hingga perumahan bagi staf pengajar.

Ketiga, membangun sarana Pendidikan diluar sekolah seperti perpustakaan umum,laboratorium dll hal ini untuk memudahkan para siswa melakukan penelitian dalam berbagai disiplin ilmu. Masih banyak sarana-prasarana lain yang akan disediakan oleh negara. Yang jadi pertanyaan di benak kita adalah dari mana sumber pendapatan negara untuk memenuhi sarana-prasarana sekomplit itu?

Dalam islam, negara mempunyai sumber pendapatan yang sangat banyak mulai dari Baitul mal, pos fa’I, kharj, dan milkiyyah ‘amah. Oleh karena itu, tak jarang negara sepeserpun tidak menarik pungutan dari rakyat terutamnya dalam kebutuhan yang sifatnya pokok dan wajib dipenuhi.

Dengan demikian, solusi yang ditawarkan Islam lebih komprehensif, di mana negara bertindak sebagai raain (pelindung) yang memprioritaskan kepentingan rakyat. Hanya dengan sistem yang adil dan berlandaskan pada prinsip kesejahteraan rakyat, pendidikan bermartabat dan berkualitas dapat terwujud, sehingga generasi yang cerdas,unggul dan berakhlak mulia dapat dibina.[]

Comment