Siti Walizah, S.E: Korupsi Sistemik, Solusi Bikin Pesimis

Opini512 Views

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Terbongkarnya skandal korupsi Jiwasraya, Asabri, Pelindo, proyek fiktif di kemen PUPR, suap di KPU makin mengerikan dan menyakitkan hati rakyat.

Mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelia seperti dikutip laman Republika.co.id, 10/01/2020), memakai rompi oranye usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK.

KPK menahan Agustiani Tio Fridelia setelah terjaring operasi tangkap tangan terkait kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji pada penetapan anggota DPR terpilih 2019-2024.

Pemberantasan Korupsi (KPK) gagal menggeledah ruangan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristianto di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta lantaran penyidik diduga dihalangi petugas markas partai banteng.

Demikian disampaikan Ketua Divisi hukum Persaudaraan Alumni (PA) 212 nonaktif sekaligus Ketua Aliansi Anak Bangsa (AAB), Damai Hari Lubis.

Ia menjelaskan, tindakan tersebut bisa dikategorikan menghalang-halangi hukum dalam penyidikan KPK dan dapat dijerat Pasal 21 UU Tipikor 31/1999 Juncto UU 20/2001(rmol.id, 12/01/2020)

Belum selesai kasus PT Asuransi Jiwasraya, penegak hukum kini harus bersiap menangani kasus yang diperkirakan tak kalah besar. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan, ada informasi korupsi di PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI). Sebelumnya, Mahfud mengungkapkan, dirinya mendapat kabar terkait masalah yang membelit ASABRI.

”Yang itu mungkin tidak kalah fantastisnya dengan kasus Jiwasraya,” ujarnya. (Jawapos.com, 12/01/2020)

Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI), Ade Reza Hariyadi, kepada Kantor Berita Politik RMOL mengatakan bahwa kasus dugaan suap yang menimpa Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan (WS), menunjukkan perilaku koruptif yang tidak hanya merusak demokrasi, tapi juga mengkhianati kedaulatan politik rakyat.

Ade menambahkan, sebagai bagian dari evaluasi Pemilu lalu dan menghadapi Pilkada serentak, kasus WS semestinya menjadi entry point untuk membersihkan lembaga penyelenggara Pemilu dari pusat hingga daerah.

Selain kasus juwasraya, ada juga kasus korupsi yang terjadi di Pelindo. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna mengungkapkan empat proyek di lingkungan Pelindo II merugikan negara lebih dari Rp6 triliun. Hal itu terungkap berdasarkan laporan hasil pemeriksaan.

“Maka ini wewenang ada di aparat penegak hukum,” katanya usai menandatangani kerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta. (Faktakini.com, 7/1/2020).

Korupsi di lingkaran kekuasaan adalah penyakit bawaan sistem sekuler dan mustahil di berantas hanya dengan kerja lembaga semacam KPK.

Suap menyuap, menyalahgunakan kekuasaan, itu semua di anggap biasa, karna tidak ada campur tangan tuhan. Akhirnya, prinsip ini melahirkan gaya hidup serba boleh.

Wajar bila mengatasi korupsi dalam sistem demokrasi ini menjadi sangat sulit, bahkan mustahil, solusi yang di tawarkan semu, tidak pasti dan sangat pesimis sekali.

Korupsi adalah persoalan sistemik, maka penangannya pun harus sistemik. Selama negeri ini menerapkan demokrasi sekular, maka selamanya korupsi akan terus eksis.

Tidak ada jalan lain kecuali mengganti sistem sekular yang telah rapuh tersebut dengan sistem  islam yang kokoh dan telah terbukti.

Dengan syariat islam, masyarakat dan pejabat maupun birokrat terikat  dengan keimanan.

Ketakwaan menjadi landasan dalam setiap langkah kehidupan bukan hawa nafsu sesaat.

Sistem islam memberantas korupsi dengan lahirnya individu bertakwa, sistem yang tidak rawan kepentingan sehingga tidak terjadi penyalahgunaan wewenang dengan sanksi menjerakan yang berlaku tanpa tebang pilih.[]

 

Comment