RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Sekolah tatap muka akan berlaku mulai semester genap tahun ajaran 2020-2021, yakni pada bulan Januari 2021. Aturan ini dikeluarkan setelah Pemerintah merevisi Surat Keputusan Bersama ( SKB) tentang Panduan Pembelajaran Pada Tahun Ajaran Baru dan Tahun Akademi Baru di Masa Pandemi covid-19.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah, Kanwil atau Kantor Kemenag untuk membuka sekolah tatap muka. “Jadi Pemerintah daerah dan sekolah diharapkan dari sekarang kalau siap untuk melakukan tatap muka. Kalau ingin melakukan tatap muka harus segera meningkatkan kesiapannya untuk melaksanakan ini dari sekarang sampai akhir tahun,” kata Nadiem.
Sebelumnya, Pemerintah hanya mengizinkan pembukaan sekolah di wilayah zona kuning yang melakukan pembelajaran tatap muka. Untuk Balikpapan sendiri, ada dua kelurahan yang dipilih. Yakni Kelurahan Teritip di Balikpapan Timur dan Kelurahan Kariangau di Balikpapan Barat. Alasannya, dua kelurahan tersebut terendah penyebaran Covid-19 di Kota Minyak. Kepala Disdikbud Balikpapan Muhaimin menuturkan, dua kelurahan tersebut masuk tahap awal simulasi pembelajaran tatap muka. ( Kaltimpost)
Pembukaan sekolah tatap muka memang menjadi kebutuhan, utamanya di daerah-daerah, karena pola pembelajaran jarak jauh (PJJ) tidak bisa berjalan efektif seiring minimnya sarana prasarana pendukung. Seperti tidak adanya gawai dari siswa dan akses internet yang tidak merata. Padahal di satu sisi, para siswa harus tetap mendapatkan materi pembelajaran.
Bahkan laporan terbaru World Bank (WB) terkait dunia Pendidikan Indonesia akan memunculkan ancaman loss learning atau kehilangan masa pembelajaran bagi sebagian besar peserta didik di Indonesia. Ancaman ini pun tak bisa dianggap remeh.
Ketua Komisi X DPR, Syaiful Huda menanggapi bahwa ancaman lost learning akan memunculkan efek domino, peserta didik akan kehilangan kompetensi sesuai usia mereka. Huda meminta, sebelum rencana sekolah tatap muka terlaksana pemerintah harus memastikan syarat-syarat pembukaan sekolah tatap muka terpenuhi, seperti ketersediaan bilik disinfektan, sabun dan westafel untuk cuci tangan, hingga pola pembelajaran yang fleksibel. (Tribunkaltim.co)
Ancaman Klaster Baru
Sekolah tatap muka yang akan dilaksanakan per Januari 2021 menurut sejumlah pengamat dinilai tidak realistis. Hal ini disebabkan karena tingkat penularan virus corona atau positivity rate di Indonesia masih diatas 10 persen. Sementara anjuran dari WHO, sebuah negara dapat melakukan pelonggaran kegiatan ketika angka positivity rate -nya di bawah 5 persen.
Amerika menjadi contoh nyata dari pengabaian indikator ini. Amerika membuka sekolah pada Agustus dan September dalam kondisi positivity rate masih diatas 10 persen. Alhasil terjadi peningkatan kasus corona pada anak-anak sebanyak 100 persen dalam waktu 1 bulan. Artinya jika hal ini dipaksakan, besar kemungkinan ancaman klaster baru akan mengintai dunia pendidikan Indonesia.
Selain itu hal yang harusnya menjadi titik pertimbangan akan kebijakan ini ialah sebulan sebelum sekolah tatap muka di berlakukan yakni Desember 2020 akan ada Pilkada serentak di 270 daerah di Indonesia dan libur panjang akhir tahun 2020 yang disinyalir akan semakin meningkatkan positivity rate di Indonesia. Hal ini malah memperlihatkan kebijakan pemerintah yang saling bertabrakan. Di satu sisi ingin menekan penyebaran virus corona namun realisasi kebijakan di lapangan malah sebaliknya.
Sebenarnya imbas dari pandemi ini tidak akan ke mana-mana jika kebijakan awal yang dilakukan oleh pemerintah tidak plin plan. Masyarakat pun juga telah mampu menilai bahwa kebijakan penanganan pandemi selama ini lebih condong pada penyelamatan ekonomi dibanding penyelamatan nyawa rakyat. Sistem kapitalisme yang dianut negeri ini menjadikan materi sebagai tolak ukur. Sehingga segala kebijakan yang ada berpatokan pada untung rugi bagi negara. Akhirnya kebijakan yang dihasilkan hanyalah kebijakan tambal sulam alias non solutif yang malah menimbulkan masalah-masalah baru.
Islam Mengatasi
Nasi telah menjadi bubur. Virus corona telah menyebar seantero nusantara. Andaikata karantina wilayah dilakukan di awal munculnya virus sebagaimana yang pernah Rasulullah ajarkan ketika terjadi wabah maka niscaya Indonesia akan cepat bangkit dari keterpurukan. Dampak pandemi tidak akan menyebar ke mana-mana. Kegiatan ekonomi di wilayah non wabah dapat terus berjalan. Sehingga tidak akan membuat perekonomian negara menjadi lumpuh.
Selain itu, negara menjamin segala kebutuhan dasar masyarakat di wilayah yang dikarantina. Dengan begitu, masyarakat dapat fokus menyembuhkan dirinya dengan saran dan prasarana kesehatan yang juga telah disiapkan oleh negara secara gratis.
Upaya-upaya ini dilakukan negara sebagai bentuk pertanggungjawaban dalam melindungi umat karena negara dalam Islam berfungsi sebagai raa’in ( pengurus) dan junnah ( pelindung). Terlebih bahwa segala yang dilakukan oleh penguasa akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah. Pemimpin dalam Islam selalu memperhatikan kebijakan yang ia ambil.
Sesungguhnya tidak ada jalan lain untuk berlepas dari pandemi ini kecuali kembali pada syariat Islam yang telah terbukti mampu mengatasi pandemi dengan tuntas.
Alhasil imbas corona tidak akan menyentuh sektor-sektor lain seperti pendidikan yang saat ini kacau balau dengan kebijakan tambal sulam yang diberlakukan. Sehingga pemerintah pun tidak perlu galau memilih antara ancaman lost Learning atau ancaman klaster baru. Wallahu a’lam bishawab.[]
*Aktivis Forum Ibu Peduli Generasi Balikpapan)
Comment