Siti Nur Afiah*: Integritas Seorang Mahasiswi Guru Di Pondok Modern Gontor

Berita475 Views
Siti Nur Afiah
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Menyandang predikat sebagai seorang mahasiswi di dunia perguruan tinggi bukanlah hal yang mudah dan bukan pula hal yang sulit sep[erti yang sering dibayangkan. Tugas yang numpuk, membuat makalah, presentasi, dan berbagai hal yang bersifat kemahasiswian. Itulah setidaknya yang serting terlintas dibenak setiap orang ketika kata-kata mahasiswa.
Awal memasuki tahun ajaran baru khususnya bagi mahasiswi baru, sebenernya menjadi tonggak awal kelanjutan kehidupannya di dunia perguruan tinggi. Di masa-masa awal itulah, semangat harus terus ditumbuhkan dan dijaga. Tidak sedikit mahasiswi yang salah langkah saat awal perkuliahan berlangsung dan menjadi batu sandungan yang menghambatnya memasuki tahun ajaran berikutnya. 
Jika awal masuk perkuliahan mahasiswi mampu meraih prestasi yang baik, prestasi akademik terutama, setidaknya prestasi tersebut akan menjadi bekal semangat perjalanan selanjutnya. Di masa-masa awal itu pulalah seorang mahasiswi hendaknya mampu menemukan jati diri barunya. 
Menjadi seworang mahasiswa/i lazim bergelut dengan hal-hal yang ilmiyah dan bersifat akademik, baik dalam bidang kesastraan, jurnalistik, esai, atau tulisan-tulisan lainnya. Hal lain yang perlu terus diminati adalah banyak membaca, mengikuti diskusi-diskusi maupun seminar-seminar dan dengan aktifitas tersebut mampu membuka serta menambah pengetahuan. Sebagaimana yang kita ketahui, menambah wawasan dan pengetahuan adalah hal yang sangat penting untuk memberantas kebodohan dan pembodohan.
Namun seperti yang kita ketahui gelar yang kita sandang saat ini adalah “Mahasiswi Guru”. Disamping menjadi seorang mahasiswi kita juga berperan sebagai seorang guru. Sebagai seorang guru kita dituntut untuk menjadi seorang ibu, kakak, teman bagi santriwati walaupun kita adalah seorang guru. 
Peran inilah yang menjadi kita berbeda dengan mahasiswi lainnya. Karena peran guru adalah keterpanggilan jiwa dan raga untuk dapat berbuat bagi santriwati kita, memberikan segala apa yang kita punya, mulai dari ilmu pengetahuan hingga ilmu dari segala aspek kehidupan.
Seperti kata K.H Abdullah Syukri Zarkasyi, “Hiburan terbesar bagi seorang pendidik adalah keberhasilan para muridnya”. Itulah buah amal perbuatannya, ilmu yang bermanfaat dan terus mengalir, ketulusan seorang pendidik yang yang bukan hanya mengajar dan mendidik, tetapi juga mendo’akan keberhasilan anak didiknya.
Maka yang diperlukan juga dari kita adalah “Qudwah Hasanah” untuk mereka semua. Menjadi seorang guru haruslah menjadi qudwah hasanah bagi santriwatinya. Menjadi qudwah hasanah tidaklah gampang, karena segala apa yang kita lakukan akan dicontoh oleh para santriwati mulai dari perkataan maupun perbuatan. Dengan porsi waktu 24 jam kita berada di lingkungan mereka, jadi kita harus menjaga sikap sebagai seorang guru.
Jangan lupa bahwa di dalam lingkungan pondok diamanahkan untuk memegang sektor-sektor pondok, dari kerja harian, mingguan, dan bulanan bahkan tahunan. Kita aktif 24 jam, aktif sebagai subyek yang memberi manfaat dalam kehidupan, karena sebaik-baik manusia adalah yang banyak manfaatnya bagi manusia lain. Jangan sampai hanya pandai memanfaatkan kesempatan dari orang lain untuk kepentingan pribadi dan jangan pernah mau dimanfaatkan, dijadikan sapi perah dan kuda tunggangan orang lain.
Seperti kata K.H Hasan Abdullah Sahal, “jadilah orang yang selalu memberikan manfaat, jangan hanya memanfaatkan dan jangan mau dimanfaatkan”.
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
Jadi jangan sampai kita merasa lelah ketika kita mendapatkan tugas dari pondok tapi kita harus senang dan bersyukur, karena tugas yang banyak akan mengasah kemampuan kita, memperkaya pengalaman, memperluas wawasan dan meningkatkan kecakapan. Karena itu, harus bersyukur menjadi orang yang sering terpakai, hal itu sebagai pengakuan atas keberadaan kita sekaligus kesempatan untuk membina kita, agar kita bertambah kaliberitas dan akhirnya menjadi orang yang terhormat dan mulia.
Di sinilah kita belajar untuk bisa membagi waktu sebagai seorang pendidik, mahasiswi, dan juga pemegang sektor pondok. Agar semuanya bisa seimbang dan tidak condong kepada satu sisi saja. Seperti kata K.H Abdullah Syukri Zarkasyi, “Bergerak dan menggerakka, hidup dan menghidupi, berjuang dan memperjuangkan”. 
Dinamika para guru di Gontor harus haraki, banyak gerak dan kegiatan, mempunyai banyak ide dan inisiatif sehingga bisa menggerakkan pondok dan orang lain, mempunyai hayawiyah kesemangatan yang bergairah dan produktifitas sehingga bisa membantu dan membesarkan pondok serta gigih berjuang dan memperjuangkan kepentingan dan kemaslahatan pondok.[]
*Mahasiswi SMH, Banten

Comment