RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA- Kiprah perempuan di Indonesia sudah diakui sejak zaman penjajahan Belanda. Diantaranya adalah R.A Kartini dari Jepara, Jawa Tengah, Raden Dewi Sartika dari Bandung, Jawa Barat, Cut Nyak Dien dari Aceh.
Dari para perempuan inilah emansipasi muncul dan selalu dijadikan sebagai pijakan untuk para perempuan jika menginginkan eksistensi dirinya diakui di masyarakat. R.A Kartini dikenal dengan buku yang ditulisnya, “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Raden Dewi Sartika mendirikan Sekolah Perempuan di Bandung yang diberi nama “Kautamaan Istri”. Cut Nyak Dien perempuan yang paling ditakuti oleh Belanda dan berani mengangkat senjata pada tahun 1880.
Jauh sebelum itu, dalam sejarah peradaban dan kejayaan islam – umat muslim memiliki tokoh-tokoh perempuan dengan kapasitas luar biasa seperti Siti Khodijah, Siti Aisyah, dan Nusaibah Binti Kaab.
Sosok Siti Khodijah saat itu dikenal sebagai tokoh perempuan yang mahir di bidang bisnis dan terkaya di kota Mekah, Siti Aisyah dengan kecerdasaannya mampu menghapal ribuan hadits dan menjadi corong ilmu bagi para sahabat dan sahabiyah. Tak kalah hebat, Nusaibah Binti Kaab menjadi salah seorang perempuan yang ikut berperang bersama Rasulullah di medan Uhud.
Tentu masih banyak sederet perempuan lain di zamannya yang diabadikan dalam Alquran seperti Siti Asiyah yang menjadi pelindung Nabi Musa semasa bayi, Siti Maryam Ibunda Nabi Isa a.s serta Siti Hajar ibunda Nabi Ismail a.s.
Di era modern, pada tahun 1908 di New York A.S. muncul sebuah gerakan perempuan yang berasal dari kalangan buruh memperjuangkan hak-hak mereka.
Kemudian muncul gerakan feminisme di Eropa sebagai bentuk perlawanan terhadap feodalisme. Bersamaan dengan itu pun lahir sebuah pemikiran yang disebut sistem kapitalisme. Namun gerakan tersebut tidak serta merta mengubah kondisi perempuan. Mereka tetap berada dalam zona tertindas dan mendapat perlakuan ketidakadilan. Hingga kini, feminisme yang dikemas dan dilandasi kapitalisme ini semakin membesar.
Tanggal 08 Maret 2020 merupakan hari jadi gerakan feminisme yang ke-25. Gerakan ini pun mendapat pengakuan dari PBB pada tahun 1975 dan ditetapkan sebagai Hari Perempuan Internasional. Gerakan ini terus membesar dan wacana kesetaraan gender menjadi isu utama yang selalu digulirkan untuk memperjuangkan hak-hak perempuan agar terbebas dan lepas dari perilaku diskriminatif di manapun mereka berkiprah (Muslimah News: 15/3/2020).
Kesetaraan Gender Dan Konsep Pemikiran Perempuan Muslim
Wacana kesetaraan gender telah merasuki benak kaum perempuan muslim. Setidaknya ada tiga hal penting yang digaris bawahi oleh wacana kesetaraan gender tersebut. Pertama, isu diskriminasi. Kedua, isu kekerasan. Ketiga isu produktivitas dan partisipasi. Isu diskriminasi ini sangat populer sehingga mendapatkan respon yang sangat positif. Namun pada kenyataannya pemikiran ini menyerang fungsi perempuan dalam islam, ketidaksamaan dalam hak dan kewajiban perempuan dan laki-laki, semisal hukum warisan.
Ranah privat pun tak luput dari serangan pemikiran kaum feminis seperti yang terkait dengan perkara menutup aurat.
Para pejuang dan aktivis feminis menyebut bahwa menutup aurat merupakan kungkungan terhadap perempuan dan melanggar Hak Azasi Manusia (HAM). Begitu pula yang tetkait dengan poligami – kaum feminis memandang bahwa hal tersebut merupakan bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan. Hukum iddah pun mereka gulirkan ke tengah-tengah perempuan muslim.
Tidak cukup sampai di situ, mereka juga mengangkat isu kekerasan yang banyak terjadi terhadap kaum perempuan seperti dalam Rumah Tangga (KDRT) baik secara fisik atau pun psikis.
Pengusung dan pendukung feminisme juga menyerang hukum islam semisal pernikahan dini dan hukum sunat. Kaum feminis berpendapat bahwa perempuan yang menikah di bawah 19 tahun dianggap telah melanggar hak dan sunat bagi perempuan merupakan tindakan kekerasan. Isu ketiga adalah tentang produktivitas dan partisipasi. Menurut kaum feminis, dalam pemilihan anggota legislatif harus ada 30% keterlibatan dan partisipasi oleh perempuan.
Sepintas wacana kesetaraan gender ini seolah olah sebuah pemikiran yang tepat sebagai angin segar bagi kaum perempuan sehingga tidak sedikit kaum hawa kemudian kepincut, larut dan hanyut dalam pemikiran ini bahkan sebagian dari mereka turut andil memperjuangkan kesetaraan gender ini.
Padahal jika kita telaah lebih jauh, gagasan dan isu yang dikampanyekan para pejuang feninisme ini sangat merugikan dan menyengsarakan perempuan itu sendiri.
Dengan adanya isu kesetaraan gender ini justeru berakibat fatal. Sebab perempuan sudah memasuki ranah publik yang bukan wilayahnya. Namun karena ketidaksadaran dan ketidak pahamannya, kalangan perempuan muslim terjebak dalam pemikiran yang tidak proporsional ini.
Perempuan muslim terkontaminasi oleh racun berbisa yang sangat berbahaya dan mematikan. Dari gerakan kesetaraan gender ini, banyak kaum perempuan yang kemudian membuka auratnya hanya demi mengais rezeki. Rela tubuhnya dieksploitasi demi ekonomi. Bangga dengan porno aksi dengan alasan seni dan keindahan.
Kebebasan berperilaku bablas ini sudah barang tentu menimbulkan masalah baru yang semakin kompleks. Indeks kekerasan terhadap perempuan justeru semakin meningkat secara signifikan di angka 300%. Angka perceraian meningkat dan anak pun menjadi korban broken home tak terelakan.
Sungguh perempuan muslim telah terjebak dan terpedaya dalam wacana kepalsuan ide-ide barat yang dikemas dalam bentuk feminisme dan kesetaraan gender.
Ghazwul Fikri (perang pemikiran) oleh para pembenci dan phobia terhadap Islam terus berlangsung tanpa henti, mulai dari kemunculannya di Mekkah hingga zaman modern ini. Umat muslim dijauhkam dari pemikiran Islam termasuk ajaran-ajarannya. Kemudian menyunguhkan ide-ide baru dari barat yang notabene bertentangan dengan ajaran Islam.
Saat ini pemikiran mereka telah merasuki dan membelah personalitas dan kepribadian kaum muslimin yang pasrah dan rela mengenakan payung kapitalisme – sekuler ala barat dalam tatanan berpikir dan kehidupan mereka. Ini bukan langkah maju tapi sebaliknya sebuah kemunduran yang kelak menghancurkan nilai dan martabat perempuan.
Wanita dalam Pandangan Islam
Sebelum Islam datang, masyarakat Arab merasakan malu jika melahirkan anak perempuan. Kelahiran seorang perempuan dalam keluarga adalah sebuah aib. Maka bayi perempuan harus ditiadakan dengan segala cara bahkan menguburnya hidup hidup tanpa belas kasih.
Namun ketika cahaya Islam yang dibawa oleh Muhammad Rasulullah SAW datang 14 abad lalu, martabat dan kedudukan perempuan dimuliakan. Perempuan dan laki laki memiliki hak yang sama di hadapan Allah SWT. Perempuan tak lagi menjadi aib dan dikucilkan tapi sebaliknya perempuan sebagai ujung tombak dimulainya sebuah peradaban baru.
Dari rahim perempuan kemudian lahir tokoh-tokoh besar Islam seperti Khalid bin Walid, Salman Al Farisi, Imam Safii, dan Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk Konstantinopel yang kemudian menorehkan tinta emas dalam sejarah peradaban Islam. Namun orang-orang yang membenci dan phobia Islam mengubur dalam-dalam sejarah tersebut agar tidak lagi menjadi bahan renungan yang membangkitkan semangat kaum muslim. Kaum muslim pun akhirnya buta tentang sejarah keemasan mereka yang pernah menguasai sepertiga dunia.
Islam adalah Solusi
Islam sangat memuliakan perempuan, Islam menempatkan perempuan sebagai Madrasah Al-Ula (Pendidikan pertama bagi anak-anaknya) dan umm warobatul bait (Ibu dan pengatur rumah tangga). Islam pun telah menjadikan laki-laki sebagai pemimpin dalam rumah tangga. Dan kelak dari masing-masing diri akan dimintai pertanggung-jawaban atas apa yang dipimpinnya.
Allah berfirman dalam QS. Al-Mudatstsir ayat 38: “ Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang teah diperbuatnya”
Islam memandang bahwa perempuan mempunyai hak yang sama dengan laki-laki dalam beberapa hal di antaranya dalam urusan ibadah pada Allah swt sesuai dengan firman-Nya dalam QS. Ali-Imran: 195 : “Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. Dan di sisi Allah ada pahala yang baik”
Islam juga menetapkan peran masing-masing karena sesungguhnya penciptaan perempuan dan laki-laki berbeda dan tidak dapat disejajarkan dan dilebihkan satu sama lain. Seperti firman Allah dalam Alquran Q. S. An-Nisa:34: “ Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).
Namun kini peran dan fungsi tersebut mulai bergeser. Banyak aturan Allah SWT yang tidak diimplementasikan dengan baik. Kaum perempuan muslim justeru berubah haluan dan tidak lagi menjaga marwah kemuliaannya. Jati diri perempuan muslimin sudah tidak melekat kuat.
Ditambah lagi dengan ketiadaan perisai kaum muslimin, maka persoalan kian kompleks.
Sebab sejatinya kesetaraan gender adalah keinginan kaum feminis-liberal untuk menjauhkan perempuan dari Islam dan memisahkan agama dari kehidupan. Ini merupakan bagian dari sistem kapitalisme yang mengusung kebebasan atas nama HAM.
Saatnya kembali kepada fitrah yaitu menjalankan aturan Islam secara sempurna (Kaffah) agar tatanan kehidupan dunia ini berjalan dengan semestinya.
Sudah selayaknya manusia tunduk dan patuh pada Allah SWT yang Maha Pengatur. Insya Allah, dengan demikian, kebahagiaan dunia dan akherat pun bisa didapat.
Allah berfirman dalam Q.S. Al-Baqarah: 208: “Wahai orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh ia musuh yang nyata bagimu.
Tiada kemuliaan tanpa Islam. Tiada Islam tanpa Syariah. Tiada Syariah tanpa kepemimpinan internasional sebagaimana yang telah dicontohkan dalam bentuk daulah. Wallohualam Bishowab.[]
*Pemerhati remaja
Comment