Siti Mustaqfiroh, Amd.Kep*: Hak Pendidikan Teramputasi, Bukti Gagalnya Pembangunan Ala Kapitalisme 

Opini576 Views

 

 

RADARINDONESIANEWS.COM,  JAKARTA — Pembangunan infrastruktur yang di gadang gadang dapat meningkatkan investasi dan pemerataan pembangunan serta kesejahteraan tak juga membuahkan hasil.

Infrastruktur pedesaan yang minim dari perhatian merupakan bentuk kegagalan kapitalisme dalam memberikan rasa keadilan. Permasalahan pendidikan yang merupakan salah satu sektor penting dalam menentukan nasib bangsa ke depan pun, tak kunjung usai.

Masa pandemi, tersingkap berbagai kegagalan pembangunan kapitalistik. Pembangunan kapitalistik yang jor joran membangun infrastruktur, namun tidak memberi daya dukung atau maanfaat bagi pemenuhan dasar rakyat, terutama hak pendidikan.

Dilansir dari kompas.com, Presiden joko Widodo menyampaikan bahwa pembangunan infrastruktur tetap berjalan meskipun di tengah wabah pandemi virus Corona atau covid 19.(8/7/2020).

Hal ini disampaikan saat membuka rapat bersama para menteri. Selain itu preseden Joko Widodo juga meminta para menteri mencari trobosan untuk membiayai proyek Tol Trans Sumatera supaya tidak membebani anggran negara.

Hal ini juga diperkuat oleh Mentri pekerjaan umum dan perumahan rakyat Basuki Hadimuljono saat meninjau proyek pembangunan jembatan sie Alalak di Banjarmasin, Kalimantan selatan. Basuki memastikan bahwa proyek proyek pembangunan tetap berjalan di tengah pandemi. (Media indonesia.com).

Ironi pendidikan negeri

Sejak ditetapkannya belajar daring oleh Kemendikbud Nadiem Anwar Makarim pada 24 Maret 2020 lalu, masih saja menuai banyak masalah tersendiri.

Sebagaimana dinyatakan oleh Mendikbud Nadiem bahwa penerapannya tak semulus dugaan. Banyak siswa tak memiliki akses listrik dan sinyal internet yang memadai.(Asumsi.com).

Menurutnya, kondisi tersebut tak terbayangkan oleh dirinya yang hidup di Jakarta dan menyadari bahwa pendemi ini kian menelanjangi ketimpangan yang mengakar di berbagai daerah.

Seperti halnya yang di alami oleh Dimas Ibnu Alias, siswa SMP Negeri 1 Rembang, Jawa Tegah.

Dimas adalah salah satu siswa yang tidak memiliki gawai sebagai sarana belajar daring. Oleh karena itu, Dimas tetap ke sekolah tersebut dan mengikuti pelajaran dari guru hanya sendiri.(mediaindonwsia.com).

Selain itu, salah satu siswi SMP di Batam, Kepualauan Riau, terpaksa menjual tubuhnya melalui mucikari online, agar dapat membeli Kouta internet.(gelora.com).

Sarana dan prasarana yang buruk akan melahirkan kegagalan PJJ. Sebab, Pembelajaran jarak jauh (PJJ) menuntut sarana telekomunikasi dan ketersediaan jaringan, sehingga memaksa puluhan juta pelajar kehilangan haknya.

Menurut para pakar, pembelajaran dating di nilai tidak efektif. Hal ini karena membebeni orang tua lantaran harus keluar dana untuk membeli kuota, juga karena kurikulum pendidikan negeri Yang hanya berorientasi pada akademika.

Mengulik dari INOVASI tentang akses teknologi informasi di Indonesia, penggunaan TIK 2017 dari Balitbang SDM Kemenkominfo, ketimpangan akses informasi terpampang nyata. Data tersebut memberikan kesimpulan bahwa : teknologi informasi hanya diakses segelintir orang, dari kelas sosial tertentu, dengan strata pendapatan tertentu pula.(Asumsi.com).

Lebih parahnya, hanya 9,71% rumah tangga responden yang memiliki akses internet di Indonesia “belum merdeka”, sebab belum dinikmati secara merata oleh masyarakat.

Kondisi geografis sebagai negara kepulauan, menyababkan kesulitan dalam membangun kabel optik lewat jalur laut. Akibatnya, kualitas layanan internet di Indonesia bagian Barat dan Timur belum memadai.

Hal ini menunjukkan kegagalan pembangunan kapitalistik yang mengakibatkkan teramputasinya pemenuhan hak pendidikan.

Pembangunan ala kapitalisme menjadikan seluruh infrastruktur diperuntukkan pada korporasi. Mengenai infrastruktur yang berhubungan dengan terpenuhinya kebutuhan dasar warga, termasuk jaringan di daerah daerah bukanlah prioritas.

Banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemerintah. Pemenuhan hak pendidikan untuk seluruh rakyat Indonesia adalah kewajiban negara yang harus segera diselesaikan dan menjadi prioritas utama.

Bagaimana generasi kita ke depan, jika kebutuhan pendidikan tidak bisa mereka dapatkan. Siapa yang akan meneruskan estafet pengisi peradaban kita?
Islam sebagai solusi.

Di dalam Islam seorang pemimpin adalah dikenal dengan khalifah, bertanggungjawab dalam memenuhi hak pendidikan seluruh rakyatnya dan mampu menempatkan prioritas pembangunan dalam kondisi apapun. Baik dalam kondisi normal maupun dalam suasana pendemi.

Negara (khilafah) berperan dan bertanggung jawab atas seluruh urusan rakyat, sebagaimana yang diamanahkan dalam Nash syariah. Rasulullah SAW bersabda,”Imam (kepala negara) laksana penggembala, hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya”.

Oleh sebab itu, khilafah bertanggung jawab penuh untuk menyelesaikan seluruh persoalan rakyatnya.

Jika melihat sirah Nabi SAW, dan tarikh Daulah Khilafah Islam (Al-Baghdadi,1996), negara memberi jaminan pendidikan secara gratis dan kesempatan seluas luasnya bagi seluruh warga negara agar dapat melanjutkan pendidikan lebih tinggi dengan fasilitas (sarana dan prasarana)yang disediakan negara.

Pendidikan adalah kebutuhan dasar masyarakat. Oleh karena itu, negara mempunyai kewajiban untuk memenuhi hak mereka dan memiliki kendali penuh terhadap sektor ini.

Berbeda dengan sistem kapitalisme yang dikendalikan oleh korporasi. Arah pendidikan disesuaikan dengan kepentingan industri semata. Sekolah hanya mencetak generasi yang siap kerja bukan generasi yang siap membangun bangsa dan negara.

Pengendalian penuh, bukan berati melarang adanya swasta mendirikan sekolah.

Korporasi atau pihak swasta boleh ada, namun keberadaannya harus tunduk terhadap kebijakan arah pendidikan yang telah di tetapkan. Sebab sejatinya keberadaan korporasi dalam sektor pendidikan hanya berorientasi pada materi atau keuntungan semata.

Tujuan Pendidikan dalam sistem Islam adalah pembentukan kepribadian Islam, menguasai pemikiran Islam dengan ilmu handal dan menguasai ilmu terapan (pengetahuan,teknologi), serta memiliki ketrampilan yang tepat guna dan berdaya guna. Sehingga kurikulum Islam tidak akan menyesuaikan kebutuhan industri, seperti yang terjadi saat ini.

Jika terjadi wabah atau pendemi, maka negara akan sigap mengerahkan seluruh kemampuan mencari jalan terbaik agar seluruh warga mendapatkan hak pendidikannya.

Negara berfokus pada pembangunan kemaslahatan umat, sehingga masalah ketimpangan infrastruktur antara perkotaan dan pedesaan akan teratasi.

Walaupun masih ada perbedaan fisik antara kota dan desa. Akan tetapi, pemerataan pembangunan yang dimaksud yakni pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan masing masing daerah.

Selain itu, negara akan mempersiapkan sarana prasarana penunjang pembelajaran jarak jauh dengan menyediakan layanan jaringan dan komponen penunjang lainnya.

Begitu pun dalam penanganan pendemi, Khalifah (kepala negara) akan mengeluarkan kebijakan utama yaitu menghentikan wabah dan berusaha keras dalam mencari vaksin dan obat yang halal untuk menyelamatkan umat manusia. Sehingga pandemi akan berakhir dan pendidikan berjalan normal kembali.

Sebab proses belajar dalam Islam adalah talqian fikrian. Yakni bertemu secara langsung dengan sang guru, sehingga terjadi transfer ilmu dari sang pemberi ilmu kepada muridnya secara optimal.
Begitulah sistem Islam yang mampu menyelesaikan segala persoalan manusia. Sebab bersumber dari sang pencipta.

Masihkah kita merasa nyaman dengan kondisi seperti ini? Tidakkah kita mau meninggalkan sistem kapitalisme yang sudah bobrok dan beralih kepada Islam? Wallahu’alam bish showab.[]

 

*Aktivis muslimah Papua Barat

Comment