Siti Masliha, S.Pd*: PJJ Kembali Memakan Korban, Akan Dibawa Kemana Arah Pendidikan Negeri Ini?

Opini531 Views

 

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Pandemi corona yang terjadi di negeri ini belum berakhir. Angkanya masih cukup tinggi. Susul menyusul akhirnya terjadi di daerah berzona merah. Hal ini membuktikan bahwa negara kita belum dalam keadaan yang normal. Selain itu, pandemi corona juga telah memakan cukup banyak korban.

Tidak berhenti sampai disitu, pandemi corona telah memporak-porandakan tatanan kehidupan. Hampir di seluruh bidang terkena Imbasnya. Bidang pendidikan adalah salah satu contoh yang terimbas pandemi corona.

Sejatinya, pendidikan adalah denyut nadi bangsa. Dari rahimnya lahirlah generasi unggul yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan bangsa ini.

Agar denyut nadi pendidikan nasional tetap berjalan di tengah pandemi corona, sejak pertengahan maret pemerintah mengeluarkan kebijakan merumahkan para pelajar dan mahasiswa. Pemerintah berusaha sekuat tenaga agar pembelajaran tetap berlangsung.

Melalui menteri pendidikan pemerintah mengeluarkan kebijakan PJJ. PJJ (Pendidikan Jarak Jauh) adalah pendidikan formal berbasis lembaga yang peserta didik dan instrukturnya berada di lokasi terpisah sehingga memerlukan sistem telekomunikasi interaktif untuk menghubungkan keduanya dan berbagai sumber daya yang diperlukan di dalamnya (Wikipedia).

Namun, fakta di lapangan PJJ tak semulus apa yang diharapkan oleh pemerintah. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh KPAI (Komisi Perlindungan Anak) atas kabar duka
wafatnya seorang siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) di wilayah Tarakan, Kalimantan Utara berinisial AN (15) yang diduga melakukan bunuh diri.

Komisioner KPAI Retno Listyarti menerangkan bahwa insiden itu diduga dari banyaknya tugas sekolah secara daring yang belum dikerjakan korban sejak tahun ajaran baru. Sehingga membuat dirinya tak dapat mengikuti ujian akhir semester.

“Ibunda korban menjelaskan, AN anak yang pendiam dan memiliki masalah dengan pembelajaran daring. Anak korban lebih merasa nyaman dengan pembelajaran tatap muka,” kata Retno melalui keterangan resmi kepada (CNNIndonesia.com, Sabtu 31/10/2020).

Menurutnya, pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama ini tidak disertai penjelasan langsung dari guru dan kemudian murid dibebankan dengan tugas-tugas yang berat dan sulit untuk dikerjakan. (CNNIndonesia sabtu, 31/10/2020)

Dari fakta di atas pemerintah seharusnya segera berbenah diri. Cerita anak yang bunuh diri akibat depresi karena tugas selama PJJ tidaklah sedikit.

Hal ini harus menjadi evaluasi agar PJJ tidak membebani siswa dan orang tua. Jika tugas terlalu banyak hal ini tentunya akan berimbas kepada tingkat stres anak dan orang tua. Namun pada akhirnya target pembelajaran tidak akan tercapai.

Selain itu, faktor ekonomi juga menjadi kendala dalam pembelajaran PJJ. Kemampuan ekonomi yang dimiliki oleh setiap keluarga berbeda-beda. sejumlah fasilitas yang memadai sangat dibutuhkan agar pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Sebut saja contohnya seperti hp android atau laptop dan kuota dengan kecepatan yang tinggi.

Hal ini tidak dimiliki oleh semua keluarga. Bagi mereka yang kaya raya dapat menyediakan fasilitas tanpa kendala. Namun bagi keluarga yang miskin mereka harus berusaha sekuat tenaga untuk menyediakan fasilitas PJJ. Dengan keterbatasan ekonomi ini, mengakibatkan tidak semua pelajar dapat melaksanakan PJJ.

Selian kendala di atas, pendidikan di negara kita masih menjadi barang langka. Cerita anak negeri yang harus mendaki gunung, menyusuri lembah bukanlah cerita fiktif.

Mereka harus berjuang untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Ya, tidak semua daerah yang ada di negeri ini merasakan pendidikan. Terlebih lagi di masa pandemi ini. Tidak semua daerah yang ada di Indonesia terjangkau layanan internet.

Daerah-daerah terpencil tidak dapat menjangkau layanan internet. Hal ini yang menjadi kendala pembelajaran PJJ. Hal ini berakibat tidak semua daerah dapat melaksanakan PJJ.

Masih segar dalam ingatan kita seorang mahasiswa yang meninggal dunia karena jatuh dari atap masjid untuk mencari sinyal. Dilansir kompas.com,  seorang mahasiswa Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar bernama Rudi Salam tewas karena terjatuh dari menara masjid di kampung halamannya.

Rudi Salam asal Tana Ejaya, Kecamatan Tellulimpoe, Kabupaten Sinjai memanjat menara masjid pada Rabu (6/5/2020) malam, untuk mencari sinyal internet. Pasalnya, di kampung halaman Rudi Salam masih sulit didapatkan jaringan internet seluler.

Kapitalisme yang telah mendaging dan telah merasuk ke dunia pendidikan dengan kata lain kapitalisasi pendidikan. Pendidikan bak barang dagangan yang diperjual belikan.

Bagi yang berduit dapat menikmatinya tanpa ada kendala. Namun bagi si miskin harus berjuang mendapatkan pendidikan, sampai mempertaruhkan nyawa.

Hal ini bisa dilihat fakta yang ada di negara kita. Pendidikan diserahkan kepada pihak swasta dan asing untuk mengelolanya. Akibatnya tidak semua rakyat dapat menikmatinya.

Selain itu orientasi kapitalistik sangat dominan mengarahkan lahirnya kebijakan yang tidak adil, tidak meriayah dan mengabaikan aspek mendasar pembentukan kepribadian generasi. Kapitame dengan faham sekuler melahirkan generasi yang berkiblat pada Barat. Agama adalah candu yang haram hukumnya mengatur ranah publik.

Akibatnya generasi kita menjadi budak Barat dengan tangan terbuka menerima pemikiran-pemikiran dari Barat. Seks bebas, tawuran, hedonisme dan lain sebagainya perilaku yang dilakukan oleh generasi saat ini.

Inilah realitas yang terjadi saat ini di negeri kita. Pemerintah harus membuat kebijakan yang realistis agar semua rakyat merasakan manisnya pendidikan. Jangan sampai pemerintah mengeluarkan kebijakan namun hanya dinikmati oleh segelintir orang.

Selain itu kapitalisme yang dianut oleh bangsa ini menjadi biang kerok masalah pendidikan. Selagi negara ini masih menjadikan ideologi kapitalisme sebagai acuan hidup maka kesulitan dalam menyelesaikan masalah pendidikan yang ada di negeri ini tidak akan pernah tuntas.

Butuh solusi komprehensif terhadap masalah pendidikan agar segera terurai dengan baik.

Dalam pandangan Islam, pendidikan adalah hak bagi setiap rakyat. Negara wajib menjamin kebutuhan pendidikan bagi setiap warganya. Islam telah menetapkan bahwa yang akan menjamin kebutuhan pendidikan adalah negara.

Pengadaan dan jaminan terhadap pendidikan akan ditanggung sepenuhnya oleh negara, baik muslim maupun non muslim, miskin maupun kaya, muslim maupun non muslim. Baitul Mal akan menanggung pembiayannya.

Sepanjang sejarah Islam sangat memperhatikan masalah pendidikan. Contoh praktisnya adalah Madrasah Al Muntashiriah yang didirikan khalifah Al Muntahsim di kota Baghdad. Pada sekolah ini setiap siswa menerima beasiswa berupa emas seharga satu dinar (4,25 gram emas). Kehidupan keseharian mereka dijamin sepenuhnya oleh negara. Fasilitas sekolah disediakan, seperti perpustakaan beserta isinya, rumah sakit, dan pemandian.

Selain siswanya yang dijamin fasilitas pendidikan, para guru juga diperhatikan kesejahteraannya. Ad Damsyiqi mengisahkan dari Al Wadliyah bin atha’ bahwa khalifah Umar bin Khatab memberikan gaji kepada tiga orang guru yang mengajar anak-anak di kota Madinah masing-masing sebesar 15 dinar emas setiap bulan (1 dinar = 4,25 gram).

Inilah gambaran pendidikan dalam sistem Islam. Negara sebagai penangung jawab terselenggaranya pendidikan bagi rakyatnya tanpa pandang bulu.

Fasilitas untuk menunjang pendidikan dijamin sepenuhnya oleh negara agar berjalan lancar. Selain itu negara juga memberi perhatian penuh mengenai kesejahteraan guru.[]

Comment