RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Kota Surabaya kembali mencatatkan wilayahnya dengan angka tinggi kasus positif korona. Kabar buruk kali ini datang dari kalangan guru setelah dikonfirmasi oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.
Pasca agenda tes swab massal secara gratis khusus bagi para guru Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) tercatat 393 guru dinyatakan positif.
Sementara itu, Kepala BPB Linmas Surabaya Irvan Widyanto menjelaskan bahwa, hingga saat ini total sudah ada 3.882 guru yang sudah melakukan tes tersebut. Namun baru 3.082 spesimen yang sudah keluar hasilnya. Artinya ada kemungkinan terjadi penambahan jumlah angka positif.
Berdasarkan data hasil tes tersebut, Wali Kota Surabaya seperti dilansir portalsurabaya.com, Rabu (29/2020) memberikan pernyataan bahwa tes swab untuk para guru ini akan terus diakukan. Meskipun banyak guru ditemukan positif, tapi tren kesembuhan di Surabaya juga sangat banyak, yang sembuh itu lebih besar daripada yang sakit. Setiap hari sekarang seperti itu.
Walikota Surabaya memfokuskan pada langkah memutus mata rantai penyebaran dan mengobati yang sudah sakit.
Dari beberapa fakta dan pernyataan tersebut dapat dianalisis sebagai berikut:
Pertama, Banyaknya kasus positif di kalangan pendidik menunjukkan bahwa pelaksanaan preventif dari Pemerintah Kota Surabaya belum signifikan.
Program-progam yag telah dijalankan di dunia pendidikan misalnya pelaksanaan 3 metode belajar selama covid-19 yaitu pembelajaran daring, luring melalui penugasan di masing-masing rumah siswa, hingga yang terbaru menggandeng stasiun televisi swasta, belum memberikan dampak positif terkait pencegahan wabah virus corona.
Kedua, sebaik apapun program pencegahan penyebaran virus corona di satu bidang, misalnya saja bidang pendidikan, maka hasilnya akan nihil (gagal total) jika tidak didukung oleh upaya yang sama terhadap progam di bidang lain secara komprehensif.
Hal ini disebabkan bahwa wabah merupakan suatu rangkaian atau mata rantai yang saling berhubungan. Maka bila ada satu bagian rantai yang tidak baik/ rusak, sakit, maka akan mempengaruhi bagian rantai lainnya.
Fakta di lapangan, upaya preventif di beberapa bidang lain seperti ekonomi, misalnya di pasar, mall, supermarket dan tempat-tempat pariwisata masih rendah. Alhasil, penularan pun berpeluang menyebar.
Ketiga, dari upaya yang disampaikan oleh Wali kota Surabaya yang saat ini fokus memutus mata rantai penyebaran dan mengobati yang sakit, menunjukkan ketidaksesuaian dengan praktik. Seharusnya jika harapannya memutus mata rantai, maka sumber-sumber penyebaran virus harus ditutup total. Bukan menutup satu pintu namun membuka pintu-pintu besar lainnya. Misalnya, pendidikan dibatasi, namun kegiatan-kegiatan bisnis yang menjadi tempat berkumpulnya orang banyak di buka lebar. Seperti mall, pariwisata dan lainnya.
Dari ketiga hal ini dapat disimpulkan bahwa Pemkot Surabaya masih kurang serius menangani wabah corona sehingga keselamatan warga terancam khususnya para pahlawan tanpa tanda jasa (guru).
Selain itu, lebih mengutamakan sektor ekonomi daripada keselamatan warga mencirikan kepemimpinan dalam sistem kapitalis. Sistem kehidupan yang selalu menomorsatukan keuntungan daripada apapun termasuk nyawa rakyat. Hal ini jelas berbeda dengan sistem Islam. Sistem yang mengutamakan keselamatan jiwa daripada kegiataan bisnis atau lainnya.
Hal ini terekam dalam kisah peradaban Islam salah satunya pada masa kepemimpinan kholifah Umab bin Khaththab RA. Pada masa itu umat muslim mendapatkan ujian berupa wabah tho’un. Wabah yang telah men-syahidkan banyak kaum muslim.
Ketika itu, Kholifa Umar hendak menjalankan misi kenegaraan yang sangat penting di wilayah wabah tersebut. Namun sang kholifah lebih memilih keselamatan kaum muslim dengan kembali ke Madinah dan menunda misi agungnya tersebut.
Pada saat itu, ada beberapa kaum muslim yang mengkritik kebijakan Kholifah Umar lantaran mereka menganggap bahwa misi tersebut sangat penting dan harus segera dijalankan. Namun Kholifah Umar bin Khaththab mengambil kebijakan lebih mengutamakan keselamatan nyawa rakyatnya dengan berlandaskan perintah Islam.
Selain itu, Sistem Islam mengutamakan preventif daripada upaya mengobati. Artinya pencegahan harus diutamakan agar rakyat tidak perlu merasakan sakit terlebih dahulu walaupun akhirnya akan diobati.
Islam tidak memperbolehkan mengambil resiko sedikitpun dengan mengorbankan keselamatan rakyat sebagaimana yang telah dijalankan oleh Kholifah Umar. Walaupun pada saat itu beberapa kaum muslim mendesaknya dan memberikan argumen untuk mempengaruhinya agar tetap masuk ke wilayah wabah tersebut. Namun keputusannya tetap bulat.p
Selain itu, di dalam Islam guru memiliki posisi yang tinggi (mulia). Bahkan ia lebih mulia daripada orang tua ketika proses mendidik putra putrinya. Sebagaimana kisah peradaban masa penakluk Konstantinopel yaitu Muhammad Al-Fatih. Ayahandanya telah menyerahkan segala urusan kepada guru Al-Fatih untuk melakukan apapun dalam mendidik dan membimbingnya. Artinya guru memiliki peran sangat penting sehingga posisinya mulia.
Maka guru haruslah dijaga keselamatannya termasuk dari ancaman wabah corona. Wallahu a’lam bish-Showab.[]
Comment