Oleh: Puput Hariyani, S.Si, Pendidik Generasi
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Setiap masyarakat tentu merindukan pendidikan berkualitas yang akan lahirkan generasi dambaan. Generasi yang digadang menjadi pemimpin masa depan. Namun mungkinkah kondisi ideal pendidikan ini mampu diwujudkan dalam kepemimpinan kapitalisme neoliberal saat ini?
Menilik beragam kebijakan yang lahir, sepertinya nihil berharap pendidikan berkelas tanpa modal tinggi. Apalagi terjadi diskriminasi pendidikan yang sangat kental terjadi dan dirasakan masyarakat.
Dilansir pikiran-rakyat.com, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) membuat kebijakan terkait penyaluran dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang dinilai diskriminatif oleh sebagian kalangan karena sekolah menerima bantuan BOS adalah sekolah “gemuk” yakni sekolah yang memiliki peserta didik minimal 60 siswa.
Kebijakan ini mengundang protes dari beragam lapisan masyarakat termasuk Aliansi Pendidikan yang merupakan gabungan sejumlah organisasi.
Wakil Ketua Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, Kasiyarno menolak Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan BOS Reguler khususnya Pasal 3 ayat (2) huruf d tentang Sekolah Penerima Dana BOS Reguler.
Seperti dikutip republika.co.id, ia menyebut hal ini bertolak belakang dengan amanat pembukaan UUD 1945, bersifat diskriminatif dan tidak memenuhi rasa keadilan sosial.
Dengan aturan ini bisa dipastikan akan banyak sekolah swasta dan pinggiran yang terancam gagal meng-akses dana BOS. Semakin banyak pula penelantaran fasilitas gedung sekolah yang tak layak untuk tempat belajar bagi anak negeri ini.
Padahal salah satu faktor penyebab minimnya jumlah siswa adalah fasilitas yang tak memenuhi stndard. Seharusnya kondisi ini menjadi barometer kondisi sekaligus kualitas pendidikan bangsa ini yang masih jauh dari kata pantas.
Sekaligus menjadi bahan instropeksi mengapa output pendidikan tak berkelas karena memang tak mendapat fasilitas yang berkualitas.
Logikanya jika bangsa ini ingin maju maka harus dipimpin oleh generasi hebat dengan aturan yang tepat. Generasi hebat dilahirkan dari rahim yang berkualitas dan rahim yang berkualitas ini tentu harus mendapatkan asupan gizi seimbang yang cukup dan mendapat perhatian khusus.
Itulah sistem Islam, yang bertanggung jawab menyelenggarakan pendidikan murah berkualitas dan berkelas tinggi. Paradigma riiayah suunil ummah mendarah daging sehingga menjadi mindset berfikir yang khas. Negara benar-benar menjaga agar layanan pendidikan sampai kepada tiap individu rakyat tanpa syarat.
Dikisahkan pada masa Rasulullah saw pendidikan rakyat diselenggarakan secara gratis, pembiayaannya diambil dari baitul mal (kas negara). Beliau juga pernah membebaskan budak tawanan Perang Badar dengan tebusan mereka mengajari anak-anak Madinah. Potret ini menggambarkan betapa jaminan pendidikan sangat diperhatikan baik dari sisi fasilitas maupun tenaga pengajarnya.
Biaya pendidikan ditanggung negara dan didistribusikan untuk berbagai keperluan pendidikan baik sarana prasarana, infrastruktur –mulai dari ruang belajar hingga perpustakaan, laboratorium, gaji guru– hingga keperluan pendukung lain seperti transportasi, asrama dll. Sehingga rakyat tidak kesulitan mendapatkan akses pendidikan berkualitas.
Demikianlah, negara dalam Islam menjalankan sistem pendidikan Islam yang merupakan manifestasi dari penerapan syariah Islam secara menyeluruh. Dengan begitu, jaminan pendidikan murah bahkan gratis dan berkualitas akan terwujud.
Frman Allah dalam surat Al A’raf: 96 agar mampu menjadi renungan bagi kita semua bahwa ketaatan akan membawa keberkahan.
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan”. Wallahu alam bi ash-showab.[]
Comment