Oleh : Astuti Djohari,S.Pd*
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA –Pandemic covid 19 belum juga berakhir terhitung mulai awal Maret hingga akhir tahun 2020. Belum ada tanda-tanda akan segera berakhirnya pandemic yang berkepanjangan ini.
Masyarakat tengah disibukkan dengan berbagai macam persoalan akibat pandemic mulai dari sekolah yang diliburkan hingga para pekerja juga dirumahkan bahkan diberhentikan akibat musibah global ini.
Berbagai macam upaya dikerahkan mulai dari Pembatasa Sosoial Bersekala Besar (PSBB) yang mengakibatkan banyak perusahan-perusahan besar tutup dan imbasnya banyak terjadi PHK masal.
Dampak dari PSBB ini, anak sekolah belajar menggunakan daring atau berbasis online yang tentu saja memberatkan beberapa pihak. Salah satunya yakni orang tua yang terkena PHK yang mana pula lapangan pekerjaan makin susah sehingga untuk kebutuhan pangan sehari-hari masih susah ditambah dengan kuota internet yang harus dipenuhi demi keberlangsungan sekolah online.
Dalam hal ini pemerintah seperi dilanda dilema berat karena Indonesia dinilai akan memasuki masa resesi sehingga berbagai macam cara dihalalkan agar jangan sampai terjadi seperti masa kelam tahun 98.
Krisis moneter yang tidak hanya mengakibatkan perekonomian Indonesia anjlok melainkan pertumpahan darah terjadi pula. Masih dengan dilemma yang sama pemerintah berinisiatif berhutang dari negeri tetangga demi menutupi keadaan ekonomi yang sedang sakarat ini.
Peminjaman dana ini melahirkan bansos atau bantuan social yang dikelola oleh KEMENSOS untuk warga menengah ke bawah yang terkena dampak pandemic covid 19. Bantuan tersebut berupa uang dan bahan pangan.
Dalam perjalanannya bansos ini dinilai tidak merata karena masih banyak warga yang layak menerima bansos namun nama-nama tidak terdata dan tidak merata.
Sudah jatuh tertimpa tangga pula begitulah gambaran Indonesia saat ini, belum berakhir dengan ketidak merataan dalam penerimaan bansos.
Dalam konferensi pers, Ketua KPK, Firli Bahuri, menduga Juliari Peter Batubara (JPB) menerima Rp17 miliar dari korupsi bansos sembako yang ditujukan untuk keluarga miskin yang terdampak akibat wabah virus corona.
KPK menduga uang tersebut digunakan untuk keperluan pribadi.
KPK menetapkan, masih ada lima tersangka lainnya yang ikut meraup memakan hak rakyat, padahal diluar sana masih banyak perut yang menahan perihnya rasa lapar dan dahaganya kerongkongan berharap pada pemegang kekuasaan tertinggi dalam negeri ini.
Korupsi bukan masalah baru dalam pemerintahan sekuler ini. Bukan sekali dua kali terjadi hal seperti ini bahkan berulang-ulang kali aksi kasus tikus berdasi yang terjadi di bumi Nusantara ini.
Masyarakat awam berkata “lagu lama kaset baru” yakni hal yang sering terus menerus terjadi hanya saja beda pemerannya dan ini musibah yang tampak dan ketahuan.
Bagaiman dengan kasus korupsi di ranah pemerintahan lain yang belum terpecahkan sebagaimana misteri Palung Mariana di mana kita harus menyelam ke kedalaman laut ratusan kilomer.
Begitupula dengan pemberantasan hama tikus berdasi yang mana kita harus mencari tahu hingga ke akar-akarnya.
Sekilas membandingkan dengan pemerintahan Islam yang mana tatkala sahabat karib Rosulullah sekaligus kepala negara pada masa itu yakni Ummar bin Khattab ra.
Ketika sang putra Abdullah bin umar menangis tersedu-sedu karena ia diejek oleh teman sebanya yang mengatakan kalau anak Amirul mukmin mengenakan baju yang penuh dengan tambalan,
Lalu setelah mendengar curahan hati sang anak, hati Ummar bin Khattab sebagai ayah seakan diiris sembilu dan pada akhirnya Umar bin Khattab bergegas pergi ke Baitul Mal demi meminjam beberapa dinar guna membeli baju untuk sang buah hati.
Lantas sang khalifah pun mengungkapkan isi hatinya untuk meminjam uang pada kas negara dan menggantinya saat dirinya digaji sebagai kepala negara.
Namun sang bendahara pun berkata, “apakah ada jaminan bulan depan Amirul mukmin masih hidup?”
Sebuah pertanyaan yang membuat sang khalifah menangis tersedu-sedu karena takut tidak dapat membayar utang negara dan memakan harta yang bukan miliknya.
Padahal kalau dilihat saat pemerintahan Umar bin Khattab, Islam begitu maju mengepakkan sayapnya hingga kerajaan Persia nan kokoh tunduk bertekuk lutut dalam naungan Daulah Islamiyah.
Sebagian kerjaan Romawi pun takhluk pada masa Ummar bin Khattab tapi hal itu tidak membuat sang khalifah semena-mena menggunakan hak ummat.
Kisah emas lainnya yang menceritakan para Amirul mukmin nan adil dan bijaksana salah satunya yakni khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Pada suatu malam beliau sedang asik dan khusyu mengerjakan tugas di dalam ruangan. Tiba-tiba beliau terhentak karena ada yang mengetuk pintu. Ternyata putranya ingin menemui beliau lalu beliau mematikan lampu seisi rungan.
“Kenapa engkau matikan lampu itu, wahai khalifah?” tanya sang anak.
Dengan tersenyum, Khalifah Umar bin Abdul-Aziz menjawab, “Alasannya, lampu itu, minyaknya dibeli dengan uang negara dan digunakan untuk kepentingan ummat. Sedangkan urusan yang akan engkau bicarakan adalah urusan pribadi.
Masih banyak kisa-kisah lainnya yang menceritakan betapa wara’ dan zuhudnya para Amirul Mukmin.
Begitu takutnya mereka terhadap Allah sehingga untuk memakan harta umat walau sedikit saja mereka takut. Takut akan pertanggung jawabanya di hari akhir karena sejatinya para Amirul mukmin menerapkan hukum yang murni bersumber dari Allah yakni Al-Quran dan As-Sunnah.
Berbeda halnya sengan sistem pemerinthan sekuler sekarang ini yang mencampakan hukum Allah demi kepentingan perutnya sendiri lalu mengambil isi Al-Quran yang mereka sukai saja.
Dengan adanya kasus-kasus korupsi seperti ini, ummat harusnya sadar bahwa hukum buatan manusia terbukti banyak melahirkan para koruptor nan rakus.
Mungkin ini baru beberapa koruptor yang amatir sehingga kasusnya tertangkap basah padahal masih banyak korupto-koruptor lain yang merajalela namum belum muncul ke permukaan seperti halnya peristiwa gunung es yang permukaannya terlihat kecil namun dalamnya begitu besar dan kokoh. Wallahaualam bish showab.[]
*Praktisi pendidikan
____
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat menyampaikan opini dan pendapat yang dituangkan dalam bentuk tulisan.
Setiap Opini yang ditulis oleh penulis menjadi tanggung jawab penulis dan Radar Indonesia News terbebas dari segala macam bentuk tuntutan.
Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan dalam opini ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawab terhadap tulisan opini tersebut.
Sebagai upaya menegakkan independensi dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Redaksi Radar Indonesia News akan menayangkan hak jawab tersebut secara berimbang
Comment